Chereads / Revenge (dendam Agni) / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

Agni bersantai di balkon apartemennya. Menikmati segelas kopi pada pagi hari sebelum memulai praktek. Hidupnya nyaman, mapan dan mandiri lalu apa yang kurang? Agni kesepian, dia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Benar kata para tetua bilang, uang tak bisa membeli kebahagiaan walau tanpa uang kebahagiaan juga tak akan terwujud.

Kadang ia sangat merindukan kedua orang tuanya namun Agni tak punya keberanian untuk pulang. Masa penghakimannya sudah berakhir lama, Agni membayarnya dengan belajar giat dan jadi seorang dokter. Namun dalamnya hati manusia siapa yang tahu, Agni terlalu berkecimpung dalam pusaran masa lalu dan susah move on dari kesalahannya.

Ada kalanya ia ingin melupakan, mengurungkan niatnya balas dendam namun apa daya Tuhan ternyata memberinya kesempatan untuk dekat dengan keluarga Rama.

Malam hari atau tepatnya hampir tengah malam, ponselnya berdering amat kencang. Ada nomer asing yang tertera di layarnya yang datar. Agni mengangkatnya, setelah memakai kaca mata.

"Iya hallo."

Panggilan itu dari Rama yang mengabarkan kalau anaknya Aurel terserang panas tiba-tiba dan mengalami step. Agni dalam hati malah berharap kalau putri Rama mati sekalian namun hati kecilnya sebagai tenaga medis tak membiarkan hal itu terjadi. Tanpa memikirkan dua kali, Ia bergegas menuju rumah Rama.

"Sepertinya Aurel punya fisik yang gampang terserang penyakit. Aku sarankan kalian melakukan tes alergi pada Aurel." Rama dan Shita saling berpandangan. Sebegitu parahkah keadaan anak mereka?

"Terima kasih Agni, kamu mau kemari memberikan pertolongan pertama untuk anak kami."

"Sebenarnya Aurel perlu di bawa ke rumah sakit peralatan di sana lebih lengkap dan penanganan lebih baik."

"Besok kami akan ke sana sekalian melakukan tes kepada Aurel."

"Baiklah besok aku tunggu kedatangan kalian."

Agni kira semua akan berakhir setelah Aurel tenang namun ternyata Rama mengikutinya dari belakang. Menawarkan sebuah minunam dan layanan antar sampai ke apartemen.

"Ni, aku anterin kamu."

"Aku bawa mobil sendiri!" Jelas Agni menolak, satu mobil dengan Rama yang benar saja? Itu lebih mengerikan daripada berduaan saja dengan seorang pembunuh berantai.

"Ini udah malam, aku anterin biar nanti mobil kamu aku anterin besok ke rumah sakit sekalian bawa Aurel."

Agni tak mau tapi bukannya ini kesempatan bagus untuk dekat dengan Rama kembali. Agni tak usah berusaha mencari celah, Rama sendiri yang mengundangnya datang. Sebagai kawan terselubung yang baik tentunya Agni menerimanya, siap mendorong Rama ke dalam jurang pembalasan.

"Baiklah, kau benar. Ini sudah terlalu malam." Untuk beberapa detik dunia Rama seakan berhenti ketika melihat Agni tersenyum. Senyuman yang sama dengan 12 tahun lalu, senyum yang setiap saat dapat Rama lihat. Senyum yang Rama nikmati saat mereka masih berseragam sekolah. Senyum yang menjadi mimpi buruk tatkala berganti sebuah tangisan pilu dan jeritan. Untuk sekejap Rama ingat, mereka telah menghilangkan sebuah nyawa. Nyawa buah hati mereka.

Gadis ini masih sama dengan yang dulu hanya mungkin kedewasaan telah mengubahnya. Matanya yang dulu selalu berbinar kini nampak lebih sayu dan gelap. Walau bentuk fisik Agni banyak yang berubah, tak semungil dahulu namun wajahnya masih sama cantik. Hati Rama kembali berdesir hebat. Cinta yang Rama miliki tak sepenuhnya hilang hanya terkubur dalam kenangan.

Sementara Agni harus menahan ketidaknyamanannya. Berada di samping Rama, satu mobil dengannya. Agni jelas membenci Rama, Pria ini dulu begitu memuja Agni, sering membisikkan kata cinta yang membuatnya terjerumus pada kubangan dosa.

Tuhan tak pernah menuntun umatnya untuk berbuat dosa. Entah kesempatan ini di berikan siapa, Tuhan atau iblis. Yang jelas Agni akan menggunakannya sebaik mungkin.

Agni melihat kertas hasil tes alergi Aurel. Nampaknya Aurel punya alergi yang lumayan banyak mulai dari kacang, coklat, pepaya, dan juga susu. Seingat Agni, Rama punya fisik yang kuat dan tak alergi apapun. Mungkin itu turunan dari Shita. Seandainya Agni ingin mencelakai Aurel jalannya begitu banyak, namun anak kecil itu tak tahu apa-apa. Ia ingin membuat Rama menderita, tapi bukan berarti ia mau melibatkan orang lain, terutama keluarga Rama.

Kesempatan bahkan terbuka lebar kini. Rama mengundangnya makan malam. Agni akan berdandan cantikย  mengalahkan Shita. Ia harus bisa menarik perhatian Rama. Rama harus bertekuk lutut di bawah kakinya kalau perlu sampai menjilat tanah yang Agni pijak.

๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ๐Ÿฒ

"Masakan kamu enak Shita," puji Agni sekedar mendekatkan diri. Agni akui Shita termasuk ibu rumah tangga yang baik. Pandai mengurus rumah dan keluarga. Kenapa melihat perempuan itu tersenyum dan membelai surau putrinya, Agni jadi iri. Harusnya dia punya satu juga seperti Aurel.

"Shita memang pandai memasak, karena terbiasa hidup mandiri dari kecil. Dia seorang yatim," jawaban itu meluncur begitu saja dari bibir Rama. Pembelaan seorang suami pada istrinya, Agni merasa tersentil. Ia jadi ingat bagaimana dulu saat dirinya di hujat, Rama tak datang.

Siapa ayah bayi kamu Agni?

Masih kecil sudah melakukan aborsi dan bikin malu.

Dasar perempuan murahan, gadis seperti ini tak pantas sekolah lagi. Mencoreng nama sekolah kita saja.

Agni korban pergaulan bebas, apa orang tuanya tak mendidiknya dengan baik.

Sekelebat bayangan masa lalunya datang. Agni hanya bisa mengambil gelas lalu meneguknya airnya sedikit. Bayangan itu membunuh kepribadiannya perlahan-lahan dan lebih parahnya Rama yang ia kira akan datang melakukan pembelaan nyatanya seperti hilang di telan bumi. Jelas Agni tak terima jika kini dapat tenang bahagia dan mengundangnya dengan santai untuk makan malam.

"Hasil laboratorium Aurel sudah keluar, dia banyak menderita alergi. Sepertinya lambungnya juga bermasalah, agak sensitif dengan makanan yang susah di cerna."

"Iya benar, Aurel lahir prematur jadi fisiknya lemah. Dulu waktu masih bayi ia sering sakit." Shita gelisah dengan keadaan Aurel. Ia menginginkan yang terbaik untuk putrinya.

"Katanya semakin besar, kekebalan tubuhnya juga semakin bertambah?"

"Iya tapi untuk alerginya aku gak bisa jamin bakal sembuh karena itu genetik."

"Tapi bisa di obati kan?"

"Sebaiknya Aurel menjauhi makanan yang bisa memicu alerginya. Itu sepertinya pilihan terbaik dari pada harus pergi ke dokter dan mengkonsumsi obat."

Agni harus memberi pujian pada dirinya sendiri. Dia aktris yang baik, tanpa canggung atau terlihat menahan kesal Agni berbicara dengan lancar. Padahal melihat kebersamaan keluarga bahagia itu jelas ia muak. Sedang Rama tanpa sadar mengagumi kecantikan Agni. Matanya terlalu fokus menatap wajah Agni. Kecerdasan perempuan itu benar-benar patut di puji. Rama merasakan dejavu saat melihat Agni kecil. Gadis kecil berkulit putih bersih mirip dengan boneka porselin, sayang perna memecahkan boneka itu hingga hancur.

Agni rasa ia harus membuat kesempatan, dengan sengaja ia meninggalkan cluthbagnya di rumah Rama. Besok atau besoknya lagi pasti mereka akan dipertemukan. Pintar-pintarnya Agni saja memanfaatkan kesempatan itu, sebentar lagi Rama akan ia genggam kembali dan ia remukkan.

๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ๐Ÿฌ

Agni mengamati wajahnya di dalam cermin wadah bedak. Ia terlihat cantik dengan polesan lipstik bewarna merah darah. Kulitnya yang pucat terlihat mempesona. Agni menunggu kedatangan Rama di sebuah cafe. Ternyata clutchbagnya berguna juga.

Terlihat dari kaca jendela, Rama baru menutup pintu mobil. Pandangan Agni yang semula ke arah depan kini ia alihkan ke bawah. Pura-pura melihat buku menu.

"Maaf ya, kamu nunggunya lama."

"Gak apa-apa, aku juga baru datang." Padahal Agni sudah datang dari sejam yang lalu. Ia menyiapkan diri, meneguhkan hati. Apa yang Agni lakukan benar, ia tak boleh ragu atau berbelas kasihan. Sudah terlalu lama Rama hidup dengan tenang.

"Mau pesan apa?"

"Zupa sup 2 dan 2 mochacinno. Bukannya kesukaan kita masih sama?" Agni tersenyum, ia sudah lama sekali tak makan zupa sup atau sekedar mengecap Moccachino. Semua tentang Rama ia kubur dalam-dalam bahkan ia menghindari makanan itu namun untuk hari ini ia akan memaksakan diriย  menelan keduanya.

"Tentu masih, zupa sup buatan tante Virna yang paling enak. Apa kak Rama sering pulang ke rumah?" Hati Rama berdesir saat Agni memanggilnya kakak. Panggilan yang ia paling rindukan.

"Tidak sering. Bagaimana kabar orang tuamu Agni?"

"Baik. Kakak tak memesan steak ayam? Bukannya makanan favoritmu masih sama? Kakak dulu sering mengajakku ke KFC." Agni pura-pura cemberut dan merajuk, terlihat menggemaskan sekali.

"Dulu yang jajanku hanya cukup untuk membeli itu jadi kita lebih banyak kencan di sana."

Kena

Agni bersorak dalam hati tatkala melihat Rama menggigit lidah. Laki-laki itu merasa salah bicara padahal Agni sengaja memancingnya. Memutar kenangan manis mereka sebelum menggulungnya dengan kenangan buruk.

"Iya, dulu bahkan pernah kita pesan satu untuk berdua." Di kira Agni akan berhenti, tentu tidak. Ia menguliti setiap kenangan masa lalu yang mereka ciptakan. Kenangan manis namun terlalu masam jika di jilat kembali.

"Iya." Lidah Rama benar-benar keluar butuh pengalihan agar masa lalu mereka tidak di bahas. "Oh ini tas kamu yang ketinggalan kemarin."

"Terima kasih, aku janji besok-besok tak akan lupa lagi. Terlalu banyak pekerjaan jadi kadang aku tidak fokus." Agni menerima tasnya dari tangan Rama. Sedikit bertak-tik, Agni membelai tangan Rama dengan lembut walau mungkin Rama menganggapnyaย ketidak sengajaan namun sentuhan itu mampu mengalirkan reaksi sengatan yang menjalar ke hati.

Pesanan mereka datang dan Rama segera memakannya. Bersama Agni begitu menyenangkan namun salah, karena Rama sadar jika ia punya Shita dan juga Aurel. Agni hanyalah kepingan masa lalu yang harusnya Rama tak kenang. Sedang Agni yang menyadari gelagat Rama, tetap mengumbar senyum terbaik. Ia akan berusaha mencari celah atau membuat kesempatan agar mereka semakin dekat.

"Oh ya kak, dari mana kakak dapat nomer ponselnya?"

"Dari Dera, aku yang memintanya karena panik. Aurel tiba-tiba demam dan kejang. Maaf kalau aku lancang."

"Tak apa-apa, nomor kemarin punyamu?" Semoga iya

"Iya, itu nomer ponselku."

"Baiklah aku simpan nomer ponselmu."

Pertukaran nomer itu membawa bencana. Karena melalui nomer itu, Agni akan menghubungi Rama. Mengikis jarak komunikasi antara mereka berdua. Agni tak peduli jika perbuatan balas dendamnya di kutuk Tuhan. Baginya itu hukuman setimpal untuk Rama.

Menurut Rama, Agni terlihat berbeda dengan Agni yang di jumpainya dipesta ulang tahun anak Dera. Agni tersenyum namun matanya menyiratkan sebuah ancaman. Sikap Agni yang terlihat mengulurkan tangan dan berkawan membuat Rama was-was sendiri. Harusnya Agni membencinya atau tak mau berhubungan dengannya lagi.

Apa Rama yang terlalu parno sendiri? Terlalu berperasangka buruk. Bukannya 12 tahun cukup membuang kenangan kelam mereka, mereka terlalu dewasa jika bernostalgia pada masa lalu. Harusnya Rama berpositif thinking saja, Agninya bukan perempuan jahat dulu dan kini. Agni tetaplah gadis polos yang gemar menebarkan senyum tulus serta punya hati sebening embun.

๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„๐Ÿ„

Mohon tinggalkan jejak bintang setelah baca. Cerita ini sudah selesai dan dijual di google play book. Kalau berminat tinggal tulis Rhea Sadewa di kolom pencarian