Agni sering melakukan ini menyumbangkan tenaganya untuk menjadi relawan dan donatur sebuah panti asuhan. Panti asuhan 'kasih bunda', selalu menyambut kedatangan Agni dengan tangan terbuka.
Agni berprofesi sebagai seorang dokter anak. Ia mulai menjalankan tugasnya, mengambil stetoskop dan sebuah senter kecil untuk memeriksa anak-anak. Yah Agni Jessara adalah seorang dokter anak dari rumah sakit besar di Jakarta tapi di tempat yang menenangkan ini, ia di panggil dengan sebutan bunda Agni. Panggilan yang harusnya Agni dengar beberapa tahun lalu.
Agni pernah mengandung namun karena ketololannya, ia kehilangan bayinya. Tuhan sudah menghukum dosa yang Agni buat. Dosa yang akan Agni kenang sepanjang ia bernapas.
"Hak, buka mulutnya!!" perintahnya pada seorang anak panti yang bernama Seruni. "Anak pinter!!"
"Bunda dokter, Runi gak di kasih permen kayak temen-temen."
Agni menggeleng lemah, senyum terpatri di bibirnya yang mungil. "Kamu gak dapat permen, kamu sakit radang tenggorokan."
Gadis kecil itu menunduk kecewa. "Tapi Runi gak bakal di suntik kan?"
"Enggak, Runi cuma harus minum obat dan istirahat." Runi tersenyum tulus lalu memberikan seikat bunga kepada Agni.
"Makasih bunda dokter, ini ada hadiah dari Runi."
Agni menerimanya dengan tulus. Senyumnya ia sunggingkan membuat hati si kecil Runi lega. Benar kata ibu panti jika kita memberikan hadiah dengan tulus tak peduli mahal atau tidak harganya pasti yang menerimanya akan senang.
Agni terpatri pada mata bening Runi, andai dulu ia sedikit berani, andai ia tak terbujuk rayuan, andai dulu ia tak mudah di bodohi pastilah anaknya akan hidup. Tapi semua hanya andai nyatanya ia kehilangan, ia yang merugi. Agni selalu ingat dengan dosa yang ia telah perbuat. Dosa yang menghantui malam-malamnya. Dosa yang berbuah kemalangan. Dosa karena ia telah menghilangkan sebuah nyawa.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Di masa lalu
Saat kuncup bunga baru bersemi, belum harum, belum pula merekah namun harus gugur di petik tangan jahil.
Gadis dengan seragam putih biru tuanya selalu tersenyum mengayuh sepeda untuk berangkat sekolah. Lesung pipitnya begitu kentara, terulas di dalam sebuah senyum tulus. Ia dengan semangat menyongsong sebuah masa depan. Masa depan yang tuhan gariskan cerah namun harus terlebih dulu mengalami namanya kemendungan hidup.
Naas memang sebuah paku menancap pada ban sepeda sehingga sepeda itu harus berhenti untuk di kayuh. Menyisakan gadis itu menggerutu di bawah pohon.
"Agni?"
"Kak Rama?"
"Sepeda kamu kenapa?" Agni tertunduk lesu. Ia hanya memandang roda sepeda mininya yang kempes.
"Bannya kempes kak, aku bisa terlambat datang ke sekolah," ucap Agni cemberut.
"Kamu naik ke motor kakak, biar kakak yang anterin!" Agni tersenyum dalam hati memang berharap akan di antara oleh Rama. Siapa yang tak suka pada Rama yang tampang namun jangan kira Agni itu genit atau suka pacar-pacaran. Ia hanya menyukai Rama sebagai kakak. Dalam hati ia berharap punya kakak laki-laki bukan kakak perempuan seperti Deraya yang cerewetnya minta ampun.
"Tapi bagaimana dengan sepedaku?" Karena ia tak tega meninggalkan sepeda mininya di sini. Bagaimana kalau ada yang mencurinya.
"Sudah kamu letakkan saja di bawah pohon. Gembok di sana, nanti kalau pulang kita ambil." Agni masih berdiam diri. Ia masih berat meninggalkan sepedanya.
"Ayolah, sepedamu tak akan hilang. Aku yang jamin!!" Walau masih berat hati, Agni tak mau di hukum karena terlambat datang ke sekolah. Ia mengambil tempat di belakang Rama, membonceng Rama. Agni menjadikan tas Rama sebagai pegangan.
Perjalanan mereka ke sekolah hanya diisi keheningan. Agni terlalu menikmati punggung lebar Rama dari belakang. Punggung itu begitu nyaman bila di senderi namun Agni tak cukup punya keberanian untuk melakukan itu.
Setelah mengantarkan Agni ke sekolah Rama menyadari kalau gadis berseragam SMP itu cantik dan juga menggemaskan. Senyum Agni begitu malu-malu, wajah Agni begitu putih bersih tanpa jerawat, Agni bisa di bilang tinggi untuk anak seusianya. Ia begitu beda dengan Dera, teman Rama sekaligus kakak Agni. Namun sayang, Rama tak tertarik dengan gadis ingusan. Ia menganggap Agni sebagai adiknya, adikku perempuan yang Rama tak miliki.
Tapi kenapa ya setiap melihat Agni berangkat sekolah ingin sekali Rama mengantarkannya. Ia tak tega melihat Agni mengayuh sepeda, Rama selalu ingin memastikan kalau Agni selamat sampai di sekolah. Apalagi Rama sering melihat Agni di godaan oleh teman sebayanya. Ia jadi geram karena bukannya marah Agni hanya tersenyum lalu pergi.
Maka dari itu Rama putuskan untuk mengantar jemput Agni saat ke sekolah. Selain sekolah mereka di satu kawasan, rumah mereka juga berhadapan. Walau yah Dera selalu menatap galak ke arah Rama.
"Ni, kamu di jemput terus sama Rama?"
"Heem!! Emang kenapa? Kakak gak suka kalau Agni di anter jemput sama kak Rama?"
"Bukan gituh, Rama di sekolah punya pacar."
"Terus urusannya sama aku apa?" tanya Agni sewot.
"Dia kan lagi deketin kamu, dia punya pacar terus deketin kamu juga. Dia itu playboy!!" Agni tak suka kakak Ramanya di katai playboy.
"Kak Rama cuma nganter-jemput Agni. Kita gak pedekate seperti yang kakak tuduhin!! Lagi pula hak kak Rama kalau dia punya pacar!!".
"Kamu kalau di bilangin ngeyel dan ngebantah kakak. Sakit hati baru tahu rasa kamu!!" Agni tak terima di sumpahi kakak perempuannya, apalagi Dera sambil menunjuk-nunjuk mukanya.
"Kakak yang ngeyel, udah di bilangin. Agni sama kak Rama gak punya hubungan apapun."
"Eh... eh.. kenapa dua anak bunda yang cantik-cantik pada berantem?". Lerai buda Agni dan Dera sambil membawa seloyang bolu kukus hangat.
"Ituh Bun, kakak nglarang aku buat deket-deket sama kak Rama padahal kan kak Rama sendiri yang mau anter jemput aku!!" Tantri menatap puri sulungnya berusaha menggali penjelasan dari Dera.
"Bun, Rama udah punya cewek. Masak nganter jemput Agni sih? Dia pasti punya niat jelek."
"Dera jangan suka berprasangka buruk sama orang. Rama niatnya baik kok, kamu kan tahu keluarga kita dan keluarga Rama bertetangga baik. Kita udah kayak saudara". Tantri mencoba mengingatkan putri sulungnya. "Rama kan anak tunggal, wajar dia anggap Agni sebagai adiknya."
"Tapi Bun, Dera tahu gimana Rama di sekolah!!"
"Udah Dera, gak baik berprasangka buruk sama Rama. Lebih baik kamu anterin kue bolu ini ke rumah tante Virna."
"Ogah bun!! Suruh aja Agni!!" Tanpa mengindahkan nasehat ibunya, Dera yang sedikit agak keras itu berlalu pergi. Tantri mendesah putus asa, Dera memang sulit ia didik.
"Agni aja yang nganterin aja bun!!" Agni memang semangat kalau di suruh ke rumah Rama.
🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘🐘
Agni masih berdiri saja di luar sebuah bangunan besar. Ia paling malas menghadiri acara keluarga. Di usianya yang sudah memasuki angka 27 ini, pasti banyak orang yang akan menanyakan kapan dirinya akan menikah? Kenapa sendirian datang?.
Pertanyaan yang langsung membuat mood Agni acak adul. Bagi Agni pernikahan itu sesuatu yang sulit untuk di jalani. Dua orang yang saling mencintai disatukan dalam sebuah ikatan suci untuk hidup bersama dan memiliki keturunan.
Intinya pernikahan terdiri dari dua unsur, cinta dan anak. Agni tak memiliki itu semua, cintanya telah mati belasan tahun lalu dan soal keturunan? Sayangnya Agni memiliki menderita kecacatan rahim. Coba dipikir apa ada yang akan mau menikahi perempuan kaku, minim cinta dan sulit memberi keturunan? Agni rasa peluangnya menikah bisa di katakan mustahil.
Agni bukan pribadi yang pengecut. Ia berusaha menarik nafas, menguatkan hati. Ia siap bertemu dengan keluarga besarnya. Ia siap jika memberi jawaban pertanyaan mereka yang menusuk hati.
"Aunty Agni!!" teriak seorang gadis kecil yang mengenakan baju Princes berwarna soft pink dengan mahkota di kepala.
"Dena, happy birthday ya?" Agni mencium kedua pipi keponakannya. Lalu memberikan sebuah kado. Lihatlah putri kedua Deraya ini begitu mirip dengan ibunya. Dari mulai rambut, wajah dan juga sikap materialistisnya. Dena sudah menatap kado besar yang Agni bawa dengan mata yang berbinar.
"Apa isinya aunty? Apa perlengkapan tata rias? Kalau itu mommy sudah memberiku?" Benar-benar sifat buruk Dera menurun pada putrinya.
"Ini swimming pole tiup!!"
"Wow keren, aku bisa mengajak teman-temanku untuk berenang. Terima kasih aunty!!" Agni mendapatkan ciuman lagi dari si kecil Dena.
"Sama-sama cantik."
Tak berapa lama kakaknya Deraya datang bersama sang suami dan anak laki-laki sulungnya. Mereka menyambut Agni dengan hangat. "Apa kabar sis?"
"Baik!!" Seperti biasa Deraya akan bersikap seperti ibu-ibu sosialita masa kini. Membawa tas harga ratusan juta, berpakaian mahal dan ber make up tebal.
"Acaranya akan di mulai, mari kita ke sana Agni." Tunjuk Deraya ke arah panggung yang sudah di hiasi balon warna-warni. Ulang tahun yang cukup meriah dan mewah untuk anak usia 4 tahun.
"Apa kamu tidak berlebihan mengadakan ulang tahun Dena secara besar-besaran seperti ini?" Dera memutar bola matanya dengan malas.
"Dena ingin konsep ultahnya yang mewah supaya dia tak malu dengan teman-temannya. Buat anak apa sih yang enggak Ni!" Yah semua orang tua ingin yang terbaik untuk anak-anaknya namun berlebihan pun tak baik. "Mereka harta kakak yang paling berharga."
Agni paham, Dena dan juga Dirga adalah harta Dera yang paling berharga. Anak-anak yang masa kecilnya diisi tawa dan keceriaan, Agni ingin juga memilikinya juga walau tak akan mungkin karena ia sudah menyia-nyiakan pemberian Tuhan. Itu dulu.
Agni memilih melangkah mundur menghindari kebisingan pesta. Ia duduk di pojok ruangan sambil membawa piring kecil wadah kue.
"Aunty kenapa di sini?"
"Kamu kenapa juga di sini? Gak tiup lilin sama Dena?" tanyanya pada Dirga yang sedang duduk memainkan game di dalam ponsel.
"Yang ulang tahun Dena bukan aku!!" jawabnya ketus cenderung dingin. "Mamah lebih sayang Dena, ultahnya di rayain gede-gedean."
Agni tersenyum kemudian membelai rambut Dirga dengan lembut. "Kamu mau ulang tahun kamu di rayain pakai balon-balon?"
Dua saudara kandung memang biasa iri satu sama lain. Seperti ia dan Dera dulu yang akan iri jika baju mereka tidak sama harganya.
"Aunty,,!!" Dirga terlihat kesal. Semua perhatian tertuju pada adiknya, tak ada yang menyadari kehadirannya sama sekali.
"Ini." Agni mengambil sesuatu di dalam tasnya kemudian menyerahkannya pada Dirga. "Kamu boleh mainin ini, tapi jangan sampai ketahuan mommy kamu!!"
Mata Dirga berbinar mendapatkan sebuah tablet keluaran terbaru dan paling canggih tentu harganya pasti mahal.
"Thank U aunty, i love u so much."
Dirga senang bukan main. Ia memainkan tablet yang di berikan Agni. Tentunya Agni berada di sampingnya, Agni harus mengawasinya. Karena peran orang yang lebih dewasa penting dalam pengawasan anak saat menggunakan Gadget.
"Agni?" Ada seseorang yang memanggilnya lirih walau masih bisa di dengar. Agni langsung menoleh, menatap orang yang sedang menyapanya.
"Beneran kamu Agni?"
Mata Agni langsung melotot ketika tahu siapa orang yang memanggil namanya. Orang itu tak pantas menyebut nama Agni. Orang itu, orang yang paling berdosa pada Agni. Karena orang itu juga Agni tak percaya cinta lagi, karena pengkhianat orang itu ia tak punya muka untuk menatap masa depannya sendiri.
"Papah?"
12 tahun waktu yang lama namun tak cukup membuat hati Agni yang pecah tercerai berai menjadi utuh. Hati Agni merasakan sesak luar biasa ketika Rama muncul tanpa sorot muka tanpa bersalah sama sekali. Di belakangnya muncul seorang gadis kecil yang memanggilnya papah.
Hati Agni jadi terserang dengki. Kenapa gadis itu hidup dan anaknya tidak? Kenapa Rama menjadi orang tua sedang dia menikah saja tak bisa. Kenapa Rama harus membunuh anak mereka dulu, menjanjikan sebuah kesempatan kedua untuk mereka bisa memiliki buah hati nanti. Nyatanya janji Rama telah diikrarkan pada orang lain.
🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈