Hari ini matahari secerah biasanya. Panas, gerah, dan mampu membuat fungsi deodorant di ketiakku berkurang 99% untuk menahan keringat dan bau badan. Jujur, itu memang yang selalu terjadi padaku setiap hari.
Hari ini, Aku menjalani hari hariku seperti biasanya. Datar, ceria dan tanpa beban. Memasang wajah gembira kesana kemari walaupun banyak dari mereka yang hampir mengataiku gila. Dan kegilaanku akan memuncak ketika aku bertemu orang baru yang tertarik dengan barang daganganku sendiri.
Perkenalkan aku aine yara adelia. Seorang mahasiswi manajemen dari salah satu universtas di Indonesia yang setiap harinya berjualan barang barang online untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Lebih tepatnya untuk memenuhi kebutuhan kuota internet dan skincare korea yang harga satu produk bisa melebihi harga jajan baso 10 kali.
Sambil menenteng barang dagangan yang telah dipesan aku melewati beberapa gedung untuk mengantar barang sekaligus bertemu dengan orang baru dan berkenalan dengan teman dari orang baru itu juga.
Intinya orang baru adalah peluang yang bagus untuk bermodus ria menawarkan produk yang aku jual, dan yang paling penting aku juga bisa bertukar kontak dengannya.
Bertukar nomor whatsapp adalah hal yang paling sering aku lalukan. Ratusan kali aku meminta nomor mereka dengan paksa dengan alasan hanya untuk kegiatan bisnis semata. Tapi alasan yang paling utama bukan hanya itu, aku sebenarnya tengah mencari stalkerku sendiri. ini memang terdengar sangat aneh, membingungkan dan terlihat seperti aku adalah most wanted girl universitas yang punya segudang fans fanatic gila. Tapi kenyataannya aku bukan seperti itu.
Aku sebenarnya adalah orang yang paling biasa dan paling normal yang hidup di muka bumi. sudah beberapa tahun aku berurusan dengan seseorang yang bahkan tidak pernah aku ketahui. fakta yang hanya aku ketahui tentang dirinya adalah kalau dia ternyata seorang laki laki. Dan itu adalah fakta yang masih membuatku bernafas lega karena berarti si stalker punya selera normal dengan menguntit wanita sepertiku, bagusnya lagi kalau dia punya wajah setampan park chanyeol, mungkin aku rela dan ridho jika harus berurusan dengan stalker seperti dia.
Aku terkadang merasa bingung terhadap manusia dengan kehidupan flat sepertiku yang ternyata mempunyai stalker tetap selama 4 tahun terakhir. Bisa dibayangkan betapa hidupku yang datar berubah menjadi bergelombang ketika terror garing lewat chat whatsapp itu datang kepadaku bertubi tubi. Aku hanya bisa beroda, pasrah dan menangis cantik jika emosiku memuncak ketika terror dari stalker itu datang kembali. Terkadang dia memberiku secarik kertas dengan kata kata mutiara penuh kebucinan yang terkenal di internet.
Hal yang bisa aku lakukan sekarang adalah melacak nomor stalker itu dengan cara yang terbilang mustahil dan tidak cukup efektif. Dan kalian bisa menduganya sekarang, aku akan melakukan pelacakan nomor stalker dengan berkedok bisnis belanja online itu kembali.
Aku akhirnya sampai di tempat yang telah customerku janjikan. Dia adalah seorang wanita berjilbab dengan jas lab putih yang menutupi kemeja warna warni yang sedang dia pakai sekarang. Kami kemudian saling bertukar basa basi dan melakukan transaksi pembelajaan seperti biasa. Dia datang sendirian sedari tadi. Sepertinya aku kurang beruntung karena tidak menemukan spesies yang sering disebut 'cowok' itu bersamanya. Karena tujuanku adalah meminta nomor handphone laki laki.
" mba.. datang sendirian ya?" tanyaku sok akrab, sok asik.
Perempuan itu balas tersenyum dan mengangguk.
" temen cowoknya gak ada gituh?", tanyaku lagi. Kini lebih mendesak dan terkesan kepo.
" saya jomblo mba" jawabnya tiba tiba, agak terkesan sinis.
" saya nanyain temen laki laki, bukan temen dalam artian pacar" aku tersenyum kikuk. Dan dia pun balik tertawa kaku, eh..
" ohh saya kira pacar, haha.. maaf mba saya malah kebawa baper"
" ah.. haha gak papa. Saya juga sering kok kayak gitu. baperan". Ucapku, nyengir. " emang temen temen mba yang lain dimana. Kok sendirian aja?" tanyaku lagi.
" temen cowok saya sebagian udah pada pulang tapi yang lain masih ada kok di dalam gedung. Emang mba mau ngapain nanya nanya temen saya?"
" saya pengen kenalan aja.. tau tau ada yang tertarik sama toko online saya. Lebih banyak orang yang tau kan lebih baik.. ". Tukasku menjelaskan.
" ohh saya kira mau ngapain. Mba tunggu aja disini nanti mereka pada keluar kok". Ucapnya sambil tersenyum kearahku.
" keluar? Keluar dari gedung? Sekarang? "
" iya, emang keluar dari mana lagi"
"oh.. Saya tungguin deh, Lumayan kan nambah nambah customer"
Aku membalas tersenyum dan berdiri di sebelahnya. Sambil menunggu kikuk aku terus mengedarkan pandanganku ke segala arah. Gedung yang aku datangi terlihat sangat bersih dan luas, tapi malah terkesan sepi dan kurang dijamah. Wanita yang di sebelahku sedari tadi hanya fokus pada ponselnya dan tidak mengajakku bicara. Kami berdua memilih diam dan membisu.
Setelah menunggu dengan cukup begitu lama, Lima orang pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan mulai keluar dari gedung secara serentak. Tiga dari mereka memang lumayan tampan, tapi sisanya agak sedikit burikan untuk mendapat sebutan 'cowok ganteng'. Aku bukan menghina, tapi kalau kenyataannya seperti itu aku harus apa.
Seperti dalam adegan sinetron, kemunculan para lelaki itu langsung membuat angin sejuk yang dengan otomatis menyapu rambut dan wajahku. Aku merasa segar kembali. Bukan karena melihat wajah dan tinggi mereka yang di atas rata rata, tapi karena peluangku untuk melacak nomor stalker itu akhirnya bisa kulakukan lagi. Mereka sedari tadi hanya mengobrol ria seperti tengah mendiskusikan sesuatu. Tapi tunggu, mereka ternyata tidak berjalan melewatiku tetapi malah menghampiri wanita yang berdiri bersamaku sejak tadi. Otomatis aku yang sedari tadi berdiri kaku kini malah berubah menjadi lebih kaku.
" ngapain manggil ke bawah? Apa dia dateng?", Tanya salah satu mahasiswa itu dengan datar.
" enggak juga, malah ada yang mau kenalan sama kalian". Pembeli wanita itu melirik kearahku, dan tak lama kemudian kelima laki laki itu juga ikut menatapku. Aku hanya bisa membalas tersenyum kaku, kikuk dan agak sedikit mati rasa. Bisa dibayangkan betapa groginya aku menghadapi sepuluh pasang mata pria yang sedang menatapku beramai ramai.
" hai! " ucapku dengan nada seceria mungkin. Beberapa dari mereka ada yang membalasku tersenyum dan sebagian lagi hanya menatapku datar tanpa ekpresi. Bagus... dan itu malah membuatku semakin grogi.
" ada apa?" salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan ramah.
" kirain dia dateng... gue udah buru buru lari kesini" ketus salah satunya lagi. Mereka semua kemudian ricuh mengobrol kesana kemari seperti meneruskan perbincangan yang tadi.
" ah.. boleh minta kontaknya. Saya dan teman saya punya bisnis kecil kecilan semoga anda tertarik" celetuku kepada salah satu pria yang paling dekat denganku. Aku lalu menjelaskan maksud dan tujuanku meminta nomornya untuk alasan bisnis dan untungnya mahasiswi yang sedari tadi berdiri bersamaku juga ikut meyakinkannya. Dia tidak banyak bicara selain mengatakan kata 'oke' dan langsung mengetikan nomornya di hp ku. Aku merasa sedikit lega karena salah satu dari nomor mereka telah berhasil aku raih dengan mudah, tapi sisanya seakan tidak peduli dan lupa dengan kehadiranku disini.
Dua orang dari mereka kemudian berlari pergi. tinggal dua orang lagi yang perlu aku dekati. Salah satunya yang menatapku datar saat pertama kali dia datang. Dia langsung tersenyum cerah kerahku seolah aku adalah takdir yang telah dia temukan. Dia tinggi, tampan dan punya lesung pipi ketika dia tersenyum. Aku langsung merasa tertarik kearahnya. Aku kemudian sedikit berbasa basi kembali kepadanya tentang tujuan dan niatku meminta nomor handphone hanya untuk menawarkan barang dagangan, padahal realitanya hanya untuk melacak nomor handphone si stalker.
Bisa kalian tebak aku mendapakan nomornya dengan mudah. sepertinya hari ini benar benar hari keberuntunganku.
2 nomor telah kudapat, kini tersisa satu orang lagi yang kini tengah memusatkan perhatiannya kearah layar ponselnya. Dia terlihat sangat serius dan seperti tidak ingin di ganggu. Tapi aku tidak peduli, aku harus mendapatkan nomor handphonenya.
" mas boleh minta nomor wa nya?". Ucapku sesopan mungkin.
Dia tidak melihat kearahku dan masih memandangi layar ponselnya dengan wajah berkerut.
" buat apa?", tukasnya sinis.
" ahh saya ada.. "
" maaf gak tertarik", potongnya kasar. Aku langsung tercekat dan merasa sedikit terganggu.
" tapi saya belum ngomong ap.... "
" halo.. Dia dimana sekarang?". tanpa memperdulikan ucapanku dia langsung menelpon seseorang. Dan sekali lagi, tanpa melihat atau bahkan melirik kerahku. 'dasar laknat!' gerutuku dalam hati. tapi aku tetap berusaha terlihat tenang dan tetap memasang senyum bersahaja seperti biasanya, walaupun dalam hati aku ingin berkata kasar sekasar kasarnya.
Bukan satu atau dua orang yang pernah mengacuhkanku seperti ini. dan malah ada beberapa orang yang pernah menghinaku dan mengataiku ganjen hanya gara gara diminta nomor hp. Aku hanya bisa memakluminya. Toh, kalau aku diposisi mereka aku mungkin akan merasa sedikit teerganggu bila tiba tiba ada orang asing yang mendadak minta nomor hp dengan alasan bisnis.
Laki laki itu masih memperhatikan handphonenya tanpa gurat senyum sama sekali. serius dan tetap tidak memutar lehernya kerahku.
" mass bisa minta nomornya.. teman teman mas yang lain juga pada ngasih lohh masa mas ganteng ini enggak ". Ucapku sedikit paksa.
" gak!" ttukasnya kasar. Aku langsung terdiam. Raut ceria di wajahku langsung turun. Aku menarik nafas dengan dalam dan berat, lalu mengoceh sebal di dalam hati.
" ayolah gas, cuman ngasih nomor doang. Dia bukan orang jahat kok.. aku udah tiga kali belanja sama dia, dia keliatannya gak bakalan macem macem". Ucap mahasiswi itu meyakinkan. Dia kemudian melihat jam di tangannya. " ehh mba saya tinggal dulu ya sama teman saya, btw makasih barangnya udah dianterin", ucapnya ramah sambil berlalu pergi meninggalkanku dengan ketiga teman laki lakinya.
" iya mass, temen mas malah percaya sama saya masa mas enggak. Saya gak bakal ngelakuin hal yang aneh aneh suerr deh..". aku berusaha memberikan ponselku kerahnya, berharap kali ini dia akan menerimanya.
" gak! "
Apa yang dia lakukan selanjutnya malah ingin membuatku berteriak gila dan langsung mengeluarkan jurus seribu bayangan untuk menghajarnya habis habisan.
Handphone tua nan legendku dengan dingin dan datar dia tepis begitu aja. Aku kehilangan pegangan dan tak sempat menahan handphoneku yang mulai jatuh menggelinding, menyentuh tangga demi tangga dengan keras dan kemudian berakhir di selokan yang penuh dengan kubangan lumpur sisa hujan semalam.
Aku langsung berlari kencang dan mendapati bahwa handphoneku kini benar benar tenggelam dan mati total. Aku tercengang, terperanjat. Handhoneku satu satunya kini mati dan bau lumpur sawah. Dengan keadaan panik aku terus menekan tombol on untuk menyalakan handphoneku. Tapi hasilnya nihil, hp tua yang sudah menemaniku sejak smp tidak mau menyala. Aku hanya bisa melotot beku sambil mengangkat handphoneku tinggi tinggi keudara.
Salah satu mahasiswa yang memiliki lesung pipi ketika dia tersenyum kemudian menghampiriku.
" kamu pasti gak baik baik aja kan?",itulah kata yang pertama kali keluar dari mulutnya ketika dia datang. Aku langsung mengangguk terpatah patah.
Dia menghembuskan nafas dengan berat. Laki laki itu kemudian mengeluarkan sapu tangan dari jas putihnya lalu membungkus handphoneku seketika.
" semoga ini bisa membantu", tukasnya lembut. Dengan wajah datar dan syok aku mengangguk lagi.
hatiku langsung tersentuh dengan apa yang mahasiswa berlesung pipi itu lakukan. Dia benar benar sangat baik dan ramah. Dan tentu saja itu sangat berbanding terbalik dengan orang yang beberapa menit yang lalu menepis handphnoneku dengan dingin.
Dan kemana dia sekarang?, tanpa berkata apapun dia langsung menghilang begitu saja. Dia telah pergi. benar benar pergi. dan aku benar benar naik pitam sekarang.
" yang tadi itu temen kamu kan?" tanyaku jengah. Mahasiswa berlesung pipi itu mengangguk. "kamu tau kemana dia pergi sekarang? Kok gak tanggung jawab!" tanyaku lagi.
" dia mungkin gak nyadar udah ngejatuhin hape kamu"
" hah!! Mana mungkin gak nyadar, orang jatuhnya juga kedengeran banget"
" emm mungkin dia langsung lari kedalam gedung"
Tanpa pikir panjang aku kemudian berlari menuju tempat ketika dia pertama kali bertemu denganku. Aku berlari memasuki gedung tempat dia dan teman temannya keluar beberapa menit yang lalu. Lorong demi lorong aku lewati dengan perasaan tidak tenang sampai akhirnya kutemukan sosok tubuh tinggi itu sedang berjalan cepat dengan ponsel gengam yang tidak lepas dari telinganya. Tidak salah lagi itu dia dan benar benar dia. aku langsung mengejarnya sambil berteriak sinting di tengah lalu lalang mahasiswa yang lain. dia masih tidak merasakan kehadiranku dan malah memasuki salah satu ruangan dengan santai.
Aku masih mengikutinya sampai di depan pintu ruangan yang baru saja dia masuki. Aku langsung membuka pintu ruangan yang ada di depanku dengan spontan.
Ketika pintu terbuka lebar dan badanku mulai setengah masuk ke dalam ruangan, suara letusan balon dan tiupan terompet ulang tahun langsung terdengar seketika. Aku langsung tercekat dan membeku di tempat. Semua orang yang ada di dalam ruangan langsung melihat ke arahku dengan tatapan kosong termasuk si biang kerok yang menepis handhphoneku beberapa menit yang lalu. Dia kini terlihat lucu dengan topi warna warni dan terompet ulang tahun kecil yang ada dimulutnya. tapi itu tidak membuat rasa amarahku mereda. aku lalu menghampirinya beberapa langkah dan tak peduli dengan tatapan dari orang lain yang ada di dalam ruangan.
" heh... dasar gak tau diri! Tanggung jawab! ", teriakku kesal.
Dia langsung melotot kearahku, tapi aku tidak mau kalah, akupun membalas melotot karahnya.
" maksudnya? ", dia mengerutkan keningnya dengan menunjukan wajah tak berdosa.
" ya.. tanggung jawab lah, malah pura pura polos lagi!, jangan lari gitu aja dan pura pura gak tau! ".
Dia masih melihatku dengan tatapan dingin. Beberapa detik semua orang seperti membeku di dalam ruangan, termasuk aku dan laki laki yang aku marahi sekarang. kami semua terdiam. Entah efek dari suara ku yang lantang atau dari tatapan matanya yang dingin, kami semua benar benar membatu. Aku bahkan tidak bisa membaca ekspresinya sekarang. tetapi wajahnya yang datar seketika berubah ketika suara lembut dari seorang wanita mulai terdengar dari arah belakangku.
" tanggung jawab apa, gas?", ucap suara itu pelan dan penuh tanda tanya. Aku langsung berbalik dan mendapati sesosok wanita asing dan si mahasiswa berlesung pipi itu kini tengah berdiri di belakangku.
Aku hanya bisa termangu sampai laki laki menyebalkan itu menarikku keluar ruangan tanpa ada aba aba sama sekali. dia mencengkram tanganku kuat dan menarikku menjauhi keramaian. Seketika dadaku mulai merasakan hal yang aneh kalau aku akan benar benar mendapatkan masalah setelah ini.
👓👓👓
Gimana ceritanya.. Semoga dapat menghibur ya mhueheh
See you in next chapter 😁😁