Chereads / Pangeran dari Mars / Chapter 3 - tiga

Chapter 3 - tiga

Alika

Setelah sekian lama menanti di depan ruangan Dokter Ren akhirnya aku boleh masuk juga. Dia menyodorkan sebuah amplop.

"Aku akan mengirimmu ke rumah sakit Ayahku. Aku minta kamu memantau setiap gerakan anak lelakiku. Aku penasaran, jangan-jangan dia memiliki kelainan makanya belum mau menikah sampai sekarang. "

"Tapi, Pak?"

"Ini perintah."

Dia memang miripkan? Bahkan sifatnya juga mirip. Selain sepucuk surat itu, aku juga diberi uang saku dan tiket bus. Juga kunci apartment untuk menginap.

Aku ini, kenapa harus terus terlibat dengan urusan mereka sih? Tidak bisakah aku fokus pada apa yang harus kukerjakan?

Aku diam lama menatapi bangunan megah itu. Aku akan bekerja di sini? Rumah sakit sebesar ini?

Waw.

Sesuai instruksi aku segera menuju poli cardiology sesuai bidang spesialis Ryuu. Dia dokter jantung yang tak punya hatikah? Entah!

Ada perban di tangan kananku, semalam tadi tak sengaja aku memegang panci panas tanpa kain. Ini cukup menyiksa dan menyakitkan. Apalagi di hari pertama begini.

Dasar bodoh!

Aku mematung di depan nurse station.

"Cari siapa?"

"Saya nyari dokter Ryuu Atmadja."

"Oh... iyah sebentar. Maaf dengan siapa?"

"Malikah Husna"

Ku tatapi wajahku dari pantulan kaca. Bekas perjalanan terlihat jelas di sana. Mataku berkantung, aku juga belum mengganti pakaian.

"Kamu? Ngapain ke sini?"

Aku berikan saja kertas yang dititipkan dr Ren untukkunya.

Dia melihat tanganku lekat-lekat.

"Tanganmu baik-baik saja kah?"

"Kamu belum membaca surat itu."

"Ah ini bisa nanti."

Entah kenapa dia menjadi perhatian. Dia membawaku ke ruangannya dan menganti perbanku.

Tapi, sepertinya itu cuma akan menjadi mimpi. Kumpulkan dirimu Alika, kau ke sini untuk memata matainya. Haish,, sepertinya aku ini kurang kerjaan sekali.

Hari pertama di sini cukup melelahkan, semalaman di kreta api dan sekarang di sini.

Rasanya, ingin sekali rebahan di brangkar yang tersusun rapi itu. Mataku sengat mengantuk.

Tring... tring..

Malas rasanya membuka mata, ku lihat gawaiku, pukul 5 sore. What?? Selama itukah aku tidur?

"Hey!! Kau pikir ini rumahmu. Kamu bisa tidur seenaknya di sini! Ayo bangun!!"

Ya Tuhan!

Hari yang berat ada di depan mata. Dan hal yang paling berat itu menghadapi anak ke dua dr Ren.

....

Aku menata barang bawaanku di ruang ganti. Ku pandangi lekat-lekat kunci apartment pemberian dr.Ren.

Rasanya terlalu berlebihan kalau aku sampai harus tinggal di fasilitas pemberian dr.Ren. Tapi, aku mau tidur di mana?

Aku rapikan kembali barang bawaanku. Dan segera bersiap,

Klek

Pintu terbuka setengah, seseorang masuk dan

"Aaaaaaaa"

"Astaqfirulloh maaf maaf.."

Pintu itu tertutup lagi. Itu Ryuu.. oh Tuhan.

Suasana menjadi sedikit kikuk, tapi aku berusaha memasang muka datar. Ryu menyuruhku melakukan banyak hal.

"Kamu ngapain di situ lambat sekali. Ayoo ikut denganku!!"

"Iyah Tuan."

Aku ikuti langkah kakinya yang panjang. Setengah berlari mengimbangi langkah kakinya.

Sebelum masuk ke ruangan dia berhenti di dekat hand sanitizer dan membersihkan tangannya di sana.

"Bersihkan tanganmu."

"Iiiyah."

Kami memasuki kamar pasien. Seorang wanita paruh baya terbaring di sana. Senyumanya tampak hambar menatap keluar jendela.

"Bolehkan dok aku tunda oprasiku? Aku ingin lihat anakku menikah. Sudah 10th aku tak bertemu dengannya. Kali ini sekali saja."

"Kondisi ibu cukup riskan untuk itu, kita tidak bisa menunda oprasi ibu."

"Tolonglah.. aku ingin melihatnya sekali lagi. Kalaupun setelahnya aku akan mati aku rela."

Aku amati wajah dr Ryu, dia duduk di sebelahnya. Menggengam erat kedua tangan wanita paruh baya itu.

Jauh di sana seorang pemuda berdiri di balik pohon melihat ke arah kamar ini. Aku segera turun dan mengejar pemuda itu.

Dia pergi setelah menitipkan sesuatu di resepsionis.

"Mas, tunggu!!"

Dia memacu langkahnya, berlalu mengacuhkanku.

"Tunggu!"

"Siapa kamu?"

"Kkkkaaammu.. ah tunggu " ku atur nafasku yang tersenggal.

"Mas anaknya bu Rahayu kan?"

Dia terlihat ponggah. "Bukan urusanmu!" Dia pergi.

Astaqfirulloh... aku terpaku menatap pemuda itu pergi.

"Alika?"

Seorang pria duduk di kursi roda menghampiriku. Dengan sigap dia memutar roda di kursinya agar bisa mendekat.

"Hah??!" Betapa kaget diriku, temanku ...

"Alika kan? Seneng rasanya bisa ketemu kamu."

"Fahri? Kamuuu???"

"Hehehe... kaget yah? Kamu kerja di rumkit ini sekarang?"

"Iyah... aku residen baru di sini."

"Hmm... ah pasti menyenangkan nanti aku bisa ketemu kamu setiap hari. Aku baru dipindahkan ke rumkit ini."

"Aku bantu dorong ke dalem yah?"

"Ah boleh. Maaaf yah merepotkan."

"Nggak kok."

Fahri dulu suka bermain bola basket, dia sangat jago bermain bola basket. Kenapa??

.

.