Chereads / [TRUE LIFE STORY] - Vol. 1 / Chapter 3 - TUPAI MELOMPAT

Chapter 3 - TUPAI MELOMPAT

Waktu berlalu begitu cepat. Dyah sudah mulai terbiasa dengan lingkungan yang awalnya terasa asing. Kini ia semakin aktif di kelas maupun di organisasi, menerima banyak pikiran orang untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain. Berbeda dengan Dyah yang dulu. Takut berpendapat dan malu bertanya.

Dyah juga kini mulai lebih berani untuk melakukan impian yang tak sempat ia selesaikan dulu. Menjadi pengibar bendera Merah Putih atau menjadi anggota Paskibraka di sekolah. Sejak ia masuk SMK, Dyah mengumpulkan kembali tenaga dan ilmu-ilmu yang dulu sempat ia pelajari selama SMP.

Awalnya, untuk ekskul Paskibra di sekolah itu belum ada. Namun karena tekad nya Dyah dan teman-temannya yang juga memiliki impian untuk menjadi seorang anggota dari Paskibraka maka pihak sekolah pun akhirnya mengadakan ekskul tersebut. Mereka akhirnya bertemu dengan pelatih barunya.

Tak hanya itu saja. Walau Dyah memiliki mimpi untuk menjadi seorang Paskibraka, ia pun aktif dalam ekskul Pramuka. Padahal awalnya ia belum terlalu tertarik dengan ekskul yang satu itu, tetapi karena Dyah berada di lingkup organisasi sekolah jadilah ia mengikuti ekskul tersebut.

🍀🍀🍀🍀🍀

Angin sore berhembus begitu tenang di hari itu. Membuat sang penikmat senja berkumpul tanpa disengaja. Ya, kelas yang masih rumpang bangunannya karena belum terselesaikan pembangunannya itu pun sangat pas untuk menjadi tempat untuk menikmati senja dengan baik.

Sang penikmat itu, tidak lain tidak bukan yaitu Dyah sendiri. Ia mendatangi tempat tersebut bukan karena tidak punya alasan. Menurutnya, semua yang kita alami pasti selalu ada alasannya. Dan alasan yang Dyah miliki saat ini adalah kegagalan.

Dyah yang berambisi itu sekarang mulai pudar. Harapan yang penuh untuk bisa menjadi seorang Paskibraka itu perlahan membuatnya berpikir. 'Benar kata mama, harusnya gak usah ikut-ikutan gini'. Sungguh malang. Dyah seperti ini karena ia kembali lagi menyalahkan diri. Tidak tinggi. Memakai kacamata. Tubuh tidak proposional, dsb.

Karena seperti yang kita tahu, untuk menjadi seorabg Paskibraka itu tidak hanya dengan memiliki kemampuan saja. Namun, penampilan yang menarik puj dipertaruhkan. Ia berani janji, kala itu ia langsung berkecil hati ketika mendengar salah satu guru di sekolahnya mengatakan, 'kita cari yang tinggi-tinggi ya, masukin buat di Paskibra Kecamatan'.

Bak disambar petir ketika usaha yang selama ini ia lakukan namun ternyata seakan kesempurnaan adalah milik segalanya. Dyah berlatih keras agar bisa menunjukkan bahwa apa yang ia jalani sekarang dapat dilirik sedikit saja oleh mamanya.

Sambil melihat senja yang perlahan meredup, Dyah kembali mengingat kejadian yang dulu pernah terjadi antara mamanya dengan dirinya.

-2017-

"Dyah, udah deh kamu gak usah lagi ikutan latihan buat lombanya. Mending cari lagi yang lain buat ekskulnya.." ucap mama Dyah.

"Gak bisa mah, Dyah kan udah mau lomba. Udah H-7 juga mah." Tuturnya.

"UDAHLAH GAK USAH EKSKUL LAGI! MAMA TUH PEDULI SAMA KEADAAN KAMU! PULANG-PULANG SUKA PADA SAKIT BADAN JUGA, BELUM LAGI UANGNYA! BIAYANYA GEDE KALO JADI PASKIBRA!" mama nya mulai meninggikan suaranya.

Dyah menangis. Tak sanggup ia bendung, Dyah pun memasuki kamarnya. Menutup rapat-rapat pintunya.

"Kenapa sih mah, Dyah udah berusaha buat ngejar yang lain. Dyah udah berusaha jadi bamper yang baik. Dyah udah berusaha semaksimal mungkin. Dan Dyah udah berusaha sisihin uang biar mama juga gak kesusahan.. Tapi-" ucap Dyah dengan suara kecilnya sambil menahan tangisan yang tumpah ruah dibalik bantal.

"-Tapi kenapa mama gak dukung sekali aja.." lanjutnya sambil memukul bantalnya. Sasaran tepat bagi Dyah.

Beberapa setelahnya, Dyah tertidur karena kelelahan menangis. Benar kata orang-orang. Menangis pun butuh tenaga. Dan Dyah terbangun setelah 2 jam ia tertidur. Menatap ponselnya dan ia tersadar.

'belum shalat isya' Dyah pun berjalan keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Melirik sebentar jam yang terpajang di dinding.

8.45pm

Dyah pun menyelesaikan kewajibannya. Setelah itu, Dyah kembali teringat dengan apa yang telah tadi terjadi. Dyah pun jadi teringat dengan ajakan-ajakan temannya untuk bergabung dengan club IT. Sempat terpikirkan, 'apa mending ikut IT club aja ya?'. Karena walau Dyah selalu berusaha untuk berada di salah satu barisan itu juga banyak tekanan yang ia terima selama disana.

Termasuk dalam hal keuangan. Dyah tak pernah tau akan terpilih menjadi salah satu anggota inti di perlombaannya sekarang. Oleh karena itu, ia menyesal mengapa dirinya tidak mengumpulkan uang sejak awal. Banyak yang harus ia beli. Baju putih baru, menyewa perlengkapan-perlengkapan ke kakak kelas dan uang untuk para pelatihnya.

Dyah bisa menahan diri ketika banyak pelatihnya yang melakukan hal untuk membuatnya kuat. Dyah yakin kalau dengan seperti itu dirinya akan menjadi lebih disiplin. Oleh karena itu, Dyah tak pernah mengeluh di depan rekan-rekannya yang lain. Walau sumpah serapah tak jarang ia keluarkan saat sedang sendiri.

Karena setelah kejadian tadi dengan mamanya, Dyah jadi memikirkan untuk berpindah haluannya dulu ke arah yang lain. Dan tanpa berlama-lama pun keesokan harinya ia mengatakan 'mundur' dari pasukan inti. Banyak kekecewaan yang ia dengar dari rekan-rekannya yang lain, dan tak banyak pula para seniornya yang turut menyayangkan kesempatan yang Dyah lewatkan ini.

Namun, tekadnya mengatakan. 'gak papa deh, sekarang ikhlasin dulu aja.. nanti kalo SMA baru kejar lagi'. Dan ia pun akhirnya bergabung dengan IT Club di sekolahnya. Banyak yang menyambut baik dirinya saat pertemuan pertama bagi Dyah. Dan Dyah pun kembali mengejar kemampuannya agar tidak tertinggal dengan temannya yang lain.

Selang beberapa minggu kemudian, disamping kegagalan pun peluang semakin lebih lagi banyak bermunculan. Guru IPS nya yang sekaligus pelatih di IT Club nya itu pun mengumumkan kalau akan ada perlombaan yang diikuti oleh IT Club. Namun mereka harus melewati tahap seleksi dari pelatih itu sendiri.

Dyah mengikutinya. Karena sebelumnya ia telah mengikuti beberapa kali pertemuan, maka tak ragu lagi untuk Dyah mengikuti tahap seleksi tersebut. Dan ternyata Dyah berhasil menyelesaikan tahap itu dengan baik dan terpilih untuk menjadi salah satu anggota lomba di bagian MS.Excel.

Dyah dengan temannya pun semakin dekat dan memulai latihan bersamanya. Mereka berdua berlatih mandiri dengan diperbolehkannya memakai waktu dispen untuk bisa lebih fokus lagi. Pelajaran banyak tertinggal. Tapi Dyah dapat terus mengejar tugas-tugasnya.

Mamanya saat itu belum mengetahui bahwa Dyah sedang mempersiapkan diri lagi untuk perlombaan. Tapi saat H-3 nya pun Dyah akhirnya mengatakannya. Bagaimanapun juga Dyah harus selalu meminta do'a restu orangtuanya.

Mengikuti perlombaan dengan perasaan campur aduk. Namun Dyah tetap harus fokus. Karena apa yang ia siapkan ternyata ada juga kekurangan. Tapi beruntungnya, apa yang terlewat itu ternyata Dyah masih mengingatnya. Sampai akhirnya pengumuman hasil disampaikan.

'Juara 1 yaitu.... DYAH  RESTIA dari SMPN 19 Bogor. Selamat untuk Dyah dan dipersilahkan untuk kedepan' ucap pembawa acara.

Sungguh kaget. Tidak menyangka bahwa nama dirinya lah yang akan terpanggil terakhir. Karena yang terpanggil kedua yaitu sahabatnya, Adel. Dan tak menyangka akan dipanggil. Dyah pun dengan langkah sedikit lama karena masih merasakan seperti mimpi itu pun akhirnya dapat menerima piala tertinggi diantara yang lain. Ya juara 1 memang selalu beda.

Raut kebahagiaan terpancarkan dari wajah sahabatnya, pelatihnya, kakak kelasnya dan juga dirinya. Sungguh kali ini ia dapat menikmati hasilnya dengan baik. Tak sabar untuk bilang ke mama.

-kembali ke 2020-

Tak terasa air mata Dyah pun keluar sedikit dari pelupuk matanya. Sungguh pengalaman yang tak akan pernah ia lupakan. Dan kali ini, ia merasakan bahwa tidak ada lagi tempat untuk bisa ia kuasai selain tetap disini. Dyah harus tetap melanjutkannya. Sekali ia pernah membuat janji juga dengan dirinya sendiri. Maka dari itu ia harus mengakhirinya dengan baik kali ini.

Dyah tetap melanjutkan perannya ia sebagai anggota di OSIS dan juga tetap berlatih menjadi Paskibraka di sekolahnya dengan baik. Walau tak akan sampai dalam Paskibraka Nasional, ia berpikir bahwa masih ada kesempatan lain pasti disini.

Dan benar saja, dengan usahanya yang ia keluarkan untuk berlatih. Dyah pun terpikih untuk menjadi pengibar bendera Merah Putih untuk tingkat kelurahan. Dan ia pun mulai kembali berlatih dengan giat. Kali ini hujan anginpun tak akan lagi ia hiraukan.

Ucapan mamanya pun kali ini tak dia dengar dulu, karena Dyah merasa bahwa janji dan kesempatannya tidak akan hadir untuk kedua kalinya. Hingga akhirnya ia menangis karena telah berhasil mengibarkan bendera kebangsaannya yaitu Merah Putih di depan banyak orang-orang petinggi di wilayah tersebut.

Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Namun, jatuh bukan berarti akhir dari segalanya. Terbangun akan menjadi lebih berarti ketika kamu meraihnya.

[To be continued]

-

Instagram : yenty9_