Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Fight –Naina

Nurafifah_3936
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2k
Views
Synopsis
Selalu dekat dengan Artha, itu adalah tujuan utama Naina masuk ke sekolah ini. Jadi jangan salahkan Naina kalau dia terus menempel pada Artha dan itu malah membuat Artha menjadi jauh. Namun di pertengahan kisah, Artha mulai curiga dengan anak baru bernama Naina ini. "Kamu itu terlalu lemah buat jadi anak Tuan Bara," celetuk gadis muda ini. Artha menyudutkan tubuh gadis ini ke tembok. Bibirnya menyunggingkan senyum miring penuh arti. "Kita buktikan aja, yang kamu omongin itu benar atau enggak." Alih-alih merasa takut, gadis ini malah balas menyunggingkan senyum miring. Dan tanpa diduga meluncurkan serangan, ia memutar tangan Artha dan dengan mudahnya membalikkan keadaan, menyudutkan pria tampan ini di tembok bangunan. Tangannya menodong pelipis Artha, seolah-olah itu pistol yang bisa membunuh pria ini dalam hitungan detik. "Dor!" ujar gadis ini, ibu jarinya bergerak seperti menarik pelatuk pistol. "Kamu mati." . . . "Lo itu siapa sebetulnya?" Artha menunduk mensejajarkan wajahnya dengan Naina. "Aku Naina, kamu udah tahu itu." . . . "Plak! Plak! Plak!" Pria tua ini berulangkali memukul puncak kepala gadis belia yang kini sedang berlutut, dengan keras. Kemudian pria ini ikut berlutut, mensejajarkan tubuh mereka. Tangannya yang sudah keriput mengangkat dagu gadis ini, menatap wajah yang kini sudah dipenuhi lebam. "Kalau hubungan kalian berlanjut lebih jauh lagi, saya anggap ini pengkhianatan. Dan hukuman mati adalah bayarannya." . . . "Aku cuma melanjutkan cita-cita bapak." Pria ini mengusap lembut wajah gadis belia yang penuh bercak darah. "Cuma bedanya, bapak menyingkirkan siapa aja yang menghalangi jalannya. Tapi aku gak akan nyingkirin kamu, justru aku mau kita hidup satu atap selamanya." "Kamu gila," gadis ini berucap dengan suara serak dan gemetar. Pria ini menggeleng sambil menempelkan jari telunjuknya dibibir gadis belia ini. "Suuut! Kamu terlalu kasar."

Table of contents

Latest Update1
Satu4 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu

Tuan dan Nyonya Bara duduk di bangku penonton, manyaksikan putranya yang sedang bertanding karate di tengah arena. Nyonya bara tersenyum saat hasilnya Artha, putranya lah yang keluar sebagai pemenang di pertandingan ini.

Keduanya masih duduk di tempat hingga acara usai, meski beberapa penonton sudah membubarkan dirinya menyisakan beberapa bangku kosong serta sampah bekas makanan berserakan di mana-mana. Artha melempar senyum pada orang tuanya dari podium dengan mendali emas menggantung di lehernya.

Tuan Bara melepas kacamatanya. "Dia terlalu lemah, cara pendidikan seperti ini tidak cukup untuknya."

Sambil mendengus Nyonya Bara menatap suaminya, tak percaya. "Dia menang juara Nasional dan kamu bilang dia lemah?"

"Dunia jauh lebih keras dari pada arena pertandingan ini." Tuan Bara masih menatap lurus ke arena pertandingan, tak menghiraukan tatapan istirnya yang begitu tajam.

"Lalu kamu akan mendidik Artha sama seperti kamu mendidik anak buah kamu? Melatihnya seperti hewan buas?" Nyonya Atha melotot kesal.

"Dia butuh itu semua," Tuan Bara santai menjawab.

"Enggak, aku gak mengizinkan Artha tahu apalagi masuk ke dalam bisnis gelap kamu. Artha akan jadi penerus bisnis keluarga aku, dia yang akan menggantikan Papa mengelola hotel," kata Nyonya Bara, final.

*****

Nyonya Bara duduk di depan meja hiasnya, menatap pantulan dirinya sembari membuka anting-anting. Tubuhnya lelah sekali rasanya, setelah menonton pertandingan Artha tadi. Tapi semuanya terbayar karena Artha keluar sebagai juara.

"Miya!" Nyonya Bara memanggil pelayan pribadinya.

"Iya Nyonya." Miya, Sang Pelayan dengan sopan menghadap majikannya ini.

"Buatkan saya teh hangat."

"Baik Nyonya,"

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, Nyonya Bara berselonjor di ranjangnya sambil membuka-buka majalah. Dahi wanita itu mengernyit, kenapa suaminya tidak terlihat setelah pulang dari pertandingan tadi. Miya juga kenapa lama sekali padahal ia hanya menyuruh membuatkannya teh.

"Miya!" panggil Nyonya Bara.

"DORR! PYAR!" suara tembakan diiringi kaca pecah terdengar menggema di rumah ini.

Nyonya Bara beringsut mundur hingga memeluk majalah yang ia buka karena ketakutan.

"Apa itu?" gumamnya. Ia tak berani bersuara karena takut terjadi sesuatu.

"Nyonya," Miya masuk ke dalam dengan segelas teh hangat di atas nampan. Wanita ini menaruh nampan di nakas lalu menghampiri majikannya dan mengusap pundak majikannya. "Nyonya tenang,"

"Itu apa Miya?" tanya Nyonya Bara.

"Saya tidak tahu Nyonya, tapi para penjaga sedang mengecek keadaanya," jawab Miya.

Nyonya Bara mengambil teh hangatnya di nakas dan menyeruputnya, sedikit merilekskan dirinya. Nyonya Bara terlihat aneh dia diam saja, tangan kanannya memegang lehernya seperti tak nyaman.

"Nyonya?" Miya mulai khawatir. Majikannya tidak menjawab, wajah Nyonya Bara kini memerah.

Teh di tangan Nyonya Bara jatuh bergitu saja mengenai pahanya, kedua tangannya beralih memegang lehernya, tiba-tiba lehernya terasa tercekat, perutnya juga mual dan kepalanya tiba-tiba terasa pusing dan berputar.

"Nyonya! Tolong!" Miya makin panik. Tidak ada yang merespon.

Miya berlari dengan panik keluar dari kamar ini meminta pertolongan.

"Tolong!"

Hampir semua penjaga sibuk dengan kejadian penembakan kaca jendela rumah ini. Mereka mengernyit saat melihat Miya dengan terengah-engah panik bicara tidak jelas.

"Nyonya— itu, nyonya."

"Ngomong pelan-pelan, Miya," kata Pak Jamal salah satu penjaga tertua di rumah ini.

"Nyonya sakit, di kamar!" Miya masih panik dan semua orang masih belum paham dengan apa yang Miya katakan.

"Kita ke kamar," kata Pak Jamal dan tiga orang penjaga ikut bersama.

Mereka masuk ke dalam kamar Nyonya Bara yang pintunya masih terbuka. Dan semua orang kaget bukan main saat melihat Nyonya Bara yang tergeletak lemas di ranjangnya dengan mulut penuh busa dan mata yang terbuka.

"Nyonyaaa!" Miya berteriak histeris.

*****

Satu Minggu berlalu dan kematian istri Tuan Bara menyisakan luka yang mendalam bagi seluruh keluarga dan kaki tangannya. Pula menimbulkan tanda tanya tentang siapa pelaku di balik seluruh kematian istrinya ini. Kematian istri Tuan Bara yang tak wajar ini membuat Tuan Bara marah dan mengerahkan seluruh kaki tangannya untuk memperketat pengawasan dan menyeret Sang Pelaku baik hidup ataupun mati.

"Tuan." Seorang pria berusia dua puluhan menghadap Tuan bara yang duduk di singgasananya.

"Ada apa?"

"Malam tadi, dua orang anggota kita mati ditembak saat berjaga di markas."

"Markas kita kebobolan?"

"Tidak Tuan, beruntung anggota yang lain bisa mengendalikan situasi, tapi pelaku berhasil kabur."

Rahang pria berusia 58 tahun ini mengeras. "Sialan!" umpatnya seraya menggebrak meja. "Perketat penjagaan di depan markas dan rumah ini! Jaga semua ruangan, kerahkan semua anggota jangan sampai ada yang lengah. Periksa semua bahan yang masuk ke dapur, dan jaga dapur selagi para pelayan memasak. Pastikan tidak ada orang asing masuk!"

"Baik Tuan."

"Pastikan putra saya juga baik-baik saja!"

"Saya menugaskan anggota khusus sesuai perintah Tuan, juga menambah orang untuk menjaga putra Tuan."