Eugene tak pernah duduk dalam kesunyian seperti ini. Selama hidupnya di sekolah selalu penuh dengan sorak sorai dari para siswi disekitarnya. Bahkan kegiatan makan di kantin tak luput dari histeria para siswi saat berpapasan atau bertemu pandang dengannya.
Tapi sekarang, hidup Eugene berputar 180° tanpa ada siswi yang bergerumun mengelilinginya seperti semut yang baru saja menemukan gula, hanya terdengar sepoi angin yang menggoyangkan daun dan ranting kurus yang asalnya dari sebuah pohon besar tempatnya sekarang bernaung. Damai ? Tidak.. ini menakutkan. Eugene tak pernah makan siang di bawah pohon besar seperti sekarang. Namun gadis tak bertanggung jawab-- Michelle Kim menariknya sampai disini. Gadis disampingnya bahkan tak membuka suara sejak percakapan terakhir mereka.
Eugene tak berselera memakan makanan di pangkuannya. Fokusnya hanya tertuju pada Michelle. Gadis yang tak pernah Eugene lihat sebelumnya. Gadis yang ternyata mampu menarik perhatiannya.
"Kau tidak makan ?" Eugene merasa gelagapan merasa dirinya tertangkap basah saat memperhatikan Michelle diam-diam. Namun ia juga merasa lega, Michelle akhirnya buka suara setelah sekian lama bungkam.
"Aku sudah kenyang.."
"Hm.." Michelle hanya bergumam menanggapi jawaban Eugene. Eugene dibuat kebingungan mencari topik pembicaraan. Gadis berambut sebahu itu menggaruk tengkuknya canggung.
"Kau kelas berapa ? Sepertinya aku merasa asing denganmu" Michelle menatap Eugene, ia menghela napas kemudian.
"Aku kelas 2-3"
"Wow.. kelas kita sebelahan" mata Eugene berbinar. Ia seperti telah menemukan teman main nya.
"Tapi.. Michelle.. kenapa kau tak suka lelaki ?" Eugene sebenarnya tak peduli dengan hal yang tak menyangkut dirinya. Namun mungkin ia bisa tahu alasan gadis itu tak pernah terlihat diantara gadis-gadis yang menjadi fansnya.
"Em.. itu..." Mata Michelle terlihat tak fokus.
Teeeeet.... Teeeeet
"Sepertinya kita harus masuk" dan Michelle meninggalkan Eugene dengan pertanyaan yang masih menggantung.
Sudah menjadi kebiasaan Eugene sejak dulu saat dirinya masih menjadi lelaki. Memandang keluar jendela. Ia tak ada minat untuk mendengarkan ceramah guru didepannya.
Ia dulu memimpikan kehidupan normal seperti ini. Tanpa ada teriakan siswi yang memuja dirinya, tanpa ada surat cinta yang setiap hari memenuhi lokernya, tanpa ada aksi pernyataan cinta setiap hari yang ia terima.
Hanya saja sekarang ia merasa bosan.
Sangat bosan.
Disamping tak punya teman, sekarang para siswi malah berbalik menjadi hatersnya karena menganggap Eugene merebut Aiden mereka. Dih.. Eugene sampai geli memikirkan Aiden yang menggodanya.
"Pak" Eugene mengangkat tangan membuahkan tatapan seluruh manusia di kelasnya menatap pada Eugene.
"Iya nona Ahn ?" Pfftt.. Yujin ingin tertawa di panggil nona
"Saya ingin kebelakang.." izinnya dan langsung disetujui oleh sang guru. Biasanya guru tersebut sangat ketat bahkan ketika dulu ia memohon untuk buang air kecil karena sudah sampai di ujung, guru tersebut tetap tak mengijinkannya. Ada bagusnya tubuh perempuannya ini. Tapi kenyataan buruk menghampirinya saat sudut matanya tak sengaja melihat guru tersebut tengah memperhatikan pantatnya.
Sialan
Eugene cepat melangkahkan kakinya ke toilet. Ia berpikir untuk membolos saja saat pelajaran guru itu.
Eugene masuk kedalam toilet namun langkahnya terhenti saat sebuah suara berat memanggilnya.
"Hey.. sepertinya kau salah toilet" karamel Eugene menatap sosok tinggi yang berdiri diantara pintu keluar. Syukurlah itu bukan Si cecunguk Aiden Lee. Eugene membaca name tag yang terpasang di dada kiri pemuda itu. Matthew Kang.
"Anu.. maaf" Eugene sepertinya harus mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang. Jika ia salah toilet lagi ia akan dianggap orang mesum.
"Tunggu..." Apalagi sih ini.. apa Matthew termasuk manusia seperti Aiden yang hobi mengganggunya. Eugene membalikkan badan dan menatap malas pemuda itu.
"Kau Eugene Ahn kan ? Gadis yang menyiram Aiden tadi ?"
"Bukan.."
"Ah aku kira kau yang menyiram, soalnya saat mau kesini aku dengar Vicky dan antek-anteknya akan mendatangi gadis yang menyiram pangeran mereka. Tadi aku berfikir kau kesini untuk kabur dari mereka. Syukurlah kau-- hey mau kemana ?"
'sial firasatku tak enak, atau mereka akan membalas Michelle ? Ah kemana aku harus pergi' batin Eugene. Kakinya yang jenjang berlari dan berhenti didepan toilet perempuan saat sebuah suara yang cukup kencang terdengar.
"Beraninya kau ! Kau pikir kau siapa ?! Hah ?! Dasar jalang murahan !!"
"Kalian bodoh atau bagaimana ? Membela Aiden yang bahkan tak menganggap kalian ? Sepertinya otak kalian tak beres"
"Beraninya kau !!"
"AAAKKHHH"
BRAAK--
Eugene membuka paksa pintu toilet. Pandangan didepannya sungguh merusak mata. Bagaimana bisa tubuh kecil itu menang melawan raksasa yang mengepung, mengeroyok sosok kecil Michelle.
Badan Eugene bergerak mengambil ember berisi cairan berwarna coklat pekat dengan bau yang tak sedap. Ia mendekati sekawanan hyena yang sedang menjambak rambut Michelle. Waktu seakan berlalu dengan cepat saat Eugene menyiramkan air bekas pel'an ke tubuh Vicky dan antek-anteknya.
"Ayo pergi.." Eugene menggenggam tangan Michelle dan menariknya keluar. Ia berlari ke arah UKS.
"Terimakasih.." ucap Michelle yang tengah terduduk di tepi ranjang UKS.
"Harusnya aku yang berterimakasih.. kau jadi seperti ini karena menolongku" Eugene mengambil air mineral disudut ruangan yang memang disediakan untuk kebutuhannya UKS.
"Berarti kita impas kan.." Michelle tersenyum lembut. Eugene bersumpah, ia tak pernah melihat senyuman seperti itu seumur hidupnya.
Para gadis yang berlalu lalang hanya menampakan senyum genit menggoda.
Sepertinya Eugene mengalami kembali masa pubernya yang sudah terlewat hanya dengan sebuah senyuman dari gadis didepannya.
SILLY CURSE
.
.
Jientenn25
To be continued