Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

De Loverean

🇮🇩IlhamulFajri
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.8k
Views
Synopsis
Seharusnya memang cinta itu tidak pernah ditentukan apalagi sampai dipaksakan. Semua bayang tentangnya terus menempel dengan jelas dalam pikiranku. Jika memang aku diberikan kesempatan untuk menghilangkan dia dari ingatanku akan aku ambil kesempatan itu. Atau setidaknya aku ingin memutar waktuku supaya tak ada penyesalan ketika aku bertemu dengan dirinya. Memikirkannya saja sudah membuatku gila. Ravel adalah seorang cowok yang tampan, keren, dan satu lagi dingin. Tapi itu semua tidak terlepas dari masa lalunya yang kelam. Sejak dulu dia memiliki kemampuan insting yang tajam, tapi karena kemampuan itulah dia mengalami semua kejadian buruk dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan romansanya. Dia pun enggan menjalin hubungan dengan cewek manapun, sekalipun cewek itu rela menikung temannya sendiri untuk mendapatkan dirinya. Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang cewek, dia pun berusaha membuka kembali perasaannya dan sekali lagi ingin berusaha merasakan jatuh cinta.
VIEW MORE

Chapter 1 - Part 1 - Aku Bukan Tontonan

Jadi gini, sejak kecil aku selalu punya insting yang kuat terhadap hal apapun. Apalagi kalau ada seseorang yang lagi ngomongin aku atau natap aku, badanku seperti ketusuk-tusuk gitu. Semakin negatif yang diomongin mereka, tusukannya juga semakin sakit.

Pernah waktu jaman SMA dulu aku jadi bahan omongan satu sekolah karena waktu itu aku nekat nembak salah seorang idola sekolahan.

"Mel... Aku... Aku... Su... Su.. Suka sama kamu." Kataku terbata-bata ketika nembak melisa didepan kelasnya.

Satu kelas melihat kejadian bersejarah itu. Ada juga murid dari kelas lain, melihat dari balik kelas mereka masing-masing.

"Aduh, gimana ya, vel. Kemarin si felix juga nembak aku. Kasih waktu aku boleh?" Kata melisa memandang diriku.

Dari tatapannya aku tahu, bahwa dia kelihatan jijik ketika aku nembak dia. Tidak lama dari kejadian itu, ketika keesokan harinya aku masuk sekolah. Aku ngerasa kayak banyak banget murid yang ngomongin aku, bukan karena aku ke GR an atau besar kepala tapi jelas banget omongannya bikin aku kayak di jatuhin tumpukan jarum dari atas terus itu jarum nancap semua ke badanku.

Aku tetap berusaha untuk jalan dan cuek dengan sekitarku. Sampai ketika aku masuk kelas.

"Ciee, Babi Cinta baru aja di tolak sama ratu sadis." Celetuk salah seorang teman sekelasku. Yang diikuti tawa satu ruang kelas.

'Gila, ini ejekan darimana nih.' pikirku dalam hati.

'Oke, aku emang jelek, gendut, item, dan gak keren sama sekali. Tapi masa iya harus sampai segitunya ngejekin aku. Perasaan kemarin-kemarin gak ada ejekan kayak gini." Lanjutku dalam hati.

Gak lama, salah seorang temenku menepuk pundak sebelah kiriku, dia memberikan isyarat dengan tangannya untuk melihat kearah luar tepatnya kearah lapangan.

Seketika aku langsung lari dan lihat kearah lapangan. Dan benar saja, terpampang dengan jelas. Bahkan terlalu jelas, sebuah banner besar dengan fotoku dan tulisan 'Babi Cinta' tergerai dan terpampang didepan tiang bendera.

Kaki ku lemas, dan sudah tidak bisa berbicara apapun. Dan ketika itu aku melihat melisa tertawa bersama kelompoknya, memandang hina diriku dari lantai 2.

Sejak saat itu, kehidupan cinta SMA aku berantakan. Bahkan sampai lulus julukan itu masih menempel di diriku.

Dan sejak saat itu juga, aku bertekad untuk merubah diriku supaya lebih menarik di hadapan cewek. Bahkan kalau perlu aku akan buat cewek-cewek yang ngejar aku.

2 tahun kemudian

"Maaf mbak, kalau mau ke fakultas ini lewat mana ya?" Aku menyapa seorang cewek yang sedang duduk bersama temannya.

"Anu, boleh minta nomernya?" Jawab cewek itu terpesona melihatku.

"Maaf mbak, fakultasnya kemana tadi?" Aku mengulang pertanyaanku.

Cewek itu menggelengkan kepalanya mencoba menyadarkan dirinya dan menjawab "itu mas, jalan aja lurus, terus belok kiri nanti ada plakat tulisannya kok."

"Makasih ya mbak." Balas ku dengan senyum tipis.

Aku sempat melihat mereka masih memandangku ketika aku pergi dari mereka.

"Gue rela lulus 14 semester buat nemenin dia satu kelas." Celetuk salah satu temannya, dan diikuti anggukan cewek yang lain.

Aku lanjutkan, jalan sesuai dengan arahan yang di beri oleh cewek tadi. Dan benar saja, aku menemukan fakultas yang aku cari. Tak lama ada suara memanggil.

"Ravel" Salah seorang memanggil namaku.

Aku melihat kanan kiri mengikuti arah suara itu.

"Oi vel, Ravel. Sini" Panggil brian salah seorang teman kelompok ku.

Aku bergegas menghampirinya dan bergabung dengan kelompok ku.

"Oke, udah pada ngumpul semua ya?" Seru Derga, seorang ketua di kelompok ku.

"Kita mau diskusi sebelah mana nih?" Lanjutnya.

"Di sebelah sana aja keliatannya teduh." Balas Kelsen seorang teman kelompok ku juga. Menunjuk kearah sebuah gazebo yang memang keliatan cukup untuk 12 orang.

"Oke deh." Jawab Derga.

Kita pun bergerak menuju tempat yang ditunjuk Kelsen tadi.

"Oi, oi, oi, ini kenapa cewek-cewek pada ngumpul di ravel." Nichol berkata dengan ketus ke arah cewek-cewek itu.

"Gak papa kan, ga masalah juga kan buat lo." Jawab ketus juga, amelia seorang cewek di kelompok itu.

"Iya nih, lagian yang penting kan kita fokus sama apa yang bakalan di bahas nanti." Timpa destri, menambahkan jawaban dari amelia tadi.

"Hadeh, gimana mau fokus yang dibahas kalau elu pada fokusnya ke ravel." Balas Derga,

"Udah, udah. Buruan, entar keburu sore malah ga jadi ini nanti tugas kelompok kita." Jawabku menengahi mereka.

"Iya, kalau ravel ngomong gitu apa boleh buat." Kata Amelia sembari menoleh ke arah cewek yang lain.

Akhirnya, para cewek pun bisa fokus ke pokok pembahasan kelompok kami. Aku pun juga melihat teman pria di kelompok terlihat menghela nafas dan mungkin ada dari mereka yang merasa dongkol dengn tingkah laku cewek-cewek di kelompok ku.

Tak lama.

Leherku serasa ditusuk jarum, refleks aku pun menoleh kearah belakang. Dan kulihat seorang wanita yang sedang menatapku tajam dari kejauhan.

Kelihatannya dia juga seorang mahasiswa baru. Soalnya, dia juga sedang berkumpul dengan kelompoknya.

Tapi melihat wanita itu, dia pun juga seperti tidak merasa malu atau membuang muka ketika aku menatap dia balik

"Ah buset, kenapa lagi ini?" Kataku dalam hati sembari membuang muka dari wanita itu.

Tapi, rasa sakit yang ada di leherku ini masih kerasa. Berarti cewek itu masih menatapku.

Dan benar saja, dia memang masih menatap ku.

"Wah gila, nih cewek psikopat kali yak? Kok natap nya gitu banget" Aku berbicara pada diriku sendiri.

Lalu cewek itu cuman membalas dengan senyum dan mengangguk pelan.

Dan. DEEEEGGG .... Jantungku kayak mau berhenti melihat senyumnya.