Setelah kecelakaan itu, Aliyah harus istirahat total di rumah selama satu bulan penuh.
Nura kerap datang, mengunjungi Aliyah sekaligus menumpahkan seluruh uneg-unegnya pada sahabat yang tanpa ekspresi itu.
Nura bahkan meliburkan diri dari pekerjaannya yang memang tidak begitu terikat karena bekerja untuk masyarakat.
Nura meliburkan diri selama seminggu untuk memberikan waktu dan jeda pada dirinya sendiri untuk menata hati yang tidak lagi berkeping, menata hati yang telah benar-benar hancur.
Hampir setiap hari selama seminggu itu, Nura pergi ke rumah Aliyah. Datang sejak pagi dan pulang menjelang malam.
Sampai-sampai semua keluarga Aliyah berpikir Nura pergi ke sana hanya untuk menemani Aliyah bedrest. Sebenarnya, Nura benar-benar butuh teman bicara yang bisa mendengarkannya.
Setiap hari Nura terus mengeluhkan cerita yang sama, semua uneg-uneg tentang Aditya tidak akan pernah menuju akhir.
Menurut Nura, pergi ke rumah Aliyah sama seperti pergi ke ruangan psikolog. Begitu tiba, dia mulai berbaring, bercerita, lalu menangis, tertawa, melanjutkan ceritanya, dan menangis kembali. Pada ujung hari, Nura meraih sedikit kelegaan. Tapi, Keesokan harinya, semua cerita dan kejadian itu terulang kembali.
Nura menumpahkan seluruh kepedihannya seperti tidak pernah menceritakan itu sebelumnya.
Nura betah ke rumah Aliyah karena di sana tidak hanya ada Aliyah, tapi juga ada Aira yang bisa menjadi teman curhatnya.
Ada Aira yang bisa memberinya pencerahan dan lebih hidup daripada Aliyah. Adakalanya, Nura tidak bisa menjangkau pikiran Aliyah yang terlalu datar.
Adakalanya, Nura menganggap Aliyah tidak benar-benar memahami penderitaannya karena Aliyah tidak menunjukkan ekspresi apapun.
Bahkan, ketika Nura bicara, Aliyah tidak memerhatikannya apalagi menatap matanya. Satu hal yang pasti, Nura tahu Aliyah mendengarkannya.
Segalanya berbeda, jika itu Aira.
Aira menatap mata lawan bicaranya, mendengarkannya dengan seksama, dan memberi masukan yang lebih manusiawi dan mengerti sisi dirinya yang tengah terluka.
Tidak jarang, Nura dan Aira menjadi sependapat dan menentang semua perkataan Aliyah yang seperti mesin robot tanpa hati dan ekspresi.
🍁🍁🍁
"Kata Sofia kawan aku, masa berkabung aku cuma 2 bulan", ucap Nura.
"Ya udah, gunakan 2 bulan untuk galau sepuasnya, setelah itu wajib move on", ucap Aliyah.
"Iya kak, gak apa nangis aja dulu sepuasnya. Nanti dia yang nangis waktu kakak sebar undangan", lcap Aira.
"Gak mau kakak undang dia kalau nanti kakak nikah", ucap Nura.
"Loh, kenapa? Undang kak, pamerin kebahagiaan kakak. Tunjuin kalau kak Nura masih bisa bahagia walaupun gak sama dia", jelas Aira.
"Tapi, tetap gak mau kakak undang. Gak sanggup lihat muka dia lagi Dek. Muak kakak", ucap Nura.
"Gak usah bahas undangan dulu, belum pasti. Fokus move on aja dulu, jangan mikir terlalu jauh", ucap Aliyah.
"Harus kak mikir itu untuk menghibur diri. Dia gak paham kak, kak Aliyah gak tau apa-apa", ucap Aira.
"Itujah Dek. Hidup dia flat, bosan kita", jawab Nura sambil tersenyum.
🍁🍁🍁
Masa-masa itu berlalu seperti itu, air mata, tawa, tangisan, untaian do'a, istiqfar, semua itu mengisi hari-hari Nura setelah ditinggal menikah oleh Asyraff Aditya, laki-laki paling jahat 2020.
Itu julukan yang disematkannya kepada Aditya yang kini tengah berbahagia ditengah lukanya yang masih dan kian menganga.