Chereads / UNCOVER / Chapter 7 - Misi Pertama

Chapter 7 - Misi Pertama

Aku menatap langit dan keadaan kota pagi ini, semua terlihat indah dari atas gedung ini. Aku berada di atap gedung ini, karna gedung masih cukup sepi saat aku datang tadi. Jadi aku memilih untuk pergi ke atap dan menunggu di sana sampai jendral Michael datang.

Lagi, aku menghembuskan nafas bosan sambil berbaring menatap langit. Berpikir tentang hidupku yang semakin membingungkan, tanpa papa, tanpa mama, hanya bersama kak Kiano yang juga mulai jarang bertemu denganku. Mengapa takdir memberi kisah yang menyedihkan untukku? Namun, aku tidak akan kalah darinya. Akan aku buktikan, bahwa takdir juga bisa kuubah dengan yakinanku sendiri.

"apa begitu nyaman berbaring di sana? Sampai tidak mau kembali ke ruanganku." suara seorang pria mengacaukan lamunanku.

Aku terbangun dan berdiri, menatap pria itu malas. Namun mengingat statusnya sebagai atasanku, aku menunduk sesaat untuk menghormatinya sebagai jendral dan atasanku.

"salam jendral," sapa ku pada Michael.

"baiklah, ayo ikut aku ke ruangan. Akan aku beritahu misi pertamamu." ajak Michael padaku, lalu ia berbalik meninggalkanku.

Aku kembali menatap langit, sepertinya kehidupan baruku akan segera dimulai. Ku harap, dengan ini aku bisa menemukan semua kejanggalan dalam kematian orang tuaku.

~~~~~

Aku mengikuti Michael masuk ke ruangannya, ada sebuah berkas yang sedang di lihat olehnya. Lalu Michael memberikan berkas itu padaku, dan aku mengambilnya lalu membaca isinya.

"mungkin misi ini terlalu sulit untuk pemula seperti dirimu, tapi aku percaya kau bisa melakukannya." kata Michael memberi kepercayaan padaku.

"kasus seperti apa ini?" tanyaku memastikan.

"ada kelompok mafia yang melakukan transaksi gelap di kota ini, mungkin ini hal lumrah bagimu. Namun, belakangan ini ada satu kelompok yang secara tertutup melakukan teror yang meresahkan para pengusaha kaya di kota ini. Aku sendiri belum menemukan keterangan apapun, karna itu kasus ini ku serahkan padamu. Ku harap kau bisa menyelesaikan kasus ini, Kisha." jelas Michael dengan wajah seriusnya.

"akan ku coba, tapi jangan terlalu berharap padaku." balasku dengan santai.

"baiklah, kau boleh menjalankan misi ini. Dan jika butuh apapun, kau bisa katakan padaku. Akan aku berikan yang kau butuhkan itu." ucap Michael dengan senyumnya. Dan aku balas dengan anggukkan.

"saya pamit jendral, permisi" pamitku pada Michael, dan di balas anggukkan olehnya.

Aku keluar dari ruangan jendral Michael, dan melangkah ke lantai 28. Lantai 28 ini adalah lantai perlengkapan untuk menjalankan misi, ada banyak alat dan barang-barang yang di butuhkan dalam melakukan misi. Dan semua itu tersedia ditempat ini, hanya dengan memverifikasi data pengenal maka barang apapun yang di butuhkan bisa di bawa keluar dari ruangan ini.

Aku akan membawa sebuah pistol biasa dengan peluru bius saja untuk saat ini, hanya untuk menjaga diri jika keadaan mendesak. Karna langkah pertamaku hari ini, hanya untuk mengawasi dan memperhatikan apa saja yang dilakukan kelompok ini. Tugas pertamaku mencari informasi detail tentang kasus ini, karna itu tidak memerlukan banyak perlengkapan.

Setelah keluar dari gedung organisasi, aku berjalan menuju halte yang berada cukup jauh. Aku menaiki bus untuk sampai ke lokasi yang akan aku pantau nanti, cukup jauh jika berjalan kaki. Dan akan membuatku lelah nantinya, karna itulah aku menaiki bus untuk mempercepat langkahku.

~~~~~

Hari berganti malam, misiku di mulai saat ini. Musik berdentum keras, lampu menyorot kesana dan kesini berkelap-kelip berganti warna. Para pria hidung belang bergaya dan berjoget bersama wanita kurang belaian yang menurutku sangat menjijikkan, tetapi mereka terlihat sangat cocok. Agak aneh memang untukku masuk ke tempat seperti ini, namun hanya disinilah informasi tentang mafia itu berada.

Bar kota yang terkenal dengan kegiatan kelamnya ini biasa di jadikan tempat transaksi gelap para mafia, bukan hanya itu tempat terkutuk ini juga menjual wanita muda untuk di pekerjakan sebagai pelacur. Sungguh aku membenci tempat ini, berada di tempat ini membuatku merasa kotor. Baru akan melangkah untuk meninggalkan tempat ini, aku melihat seseorang yang familiar. Entah siapa aku pun tidak ingat, tapi kurasa dia memiliki hubungan yang cukup erat dengan orang-orang berbaju hitam di tempat ini.

Aku terus memantau dari kejauhan interaksi mereka, entah apa yang mereka bicarakan namun dapat ku lihat mereka terlihat tertawa bersama. Dan salah satu di antara mereka menunjukkan satu foto yang di angguki oleh yang lainnya. Setelah beberapa saat aku baru menyadari, pada bagian lengan mereka semuanya terdapat sebuah simbol yang bergambarkan segitiga dengan bintang di atasnya. Dapat ku pahami, mereka pasti mafia yang sedang ku cari tau saat ini.

Bintang Segitiga, kudengar mereka mafia kelas 1 di kota A ini. Mereka adalah sekumpulan orang kelas atas yang melakukan tindak kriminal dan transaksi gelap di belakang mimik pengusaha ternama di muka publik.

Mereka adalah orang-orang yang dikenal masyarakat sebagai para pengusaha terkenal yang memiliki kekayaan di atas rata-rata, namun faktanya mereka adalah sampah masyarakat yang menghancurkan citra bangsa ini. Lihatlah, bahkan mereka terlihat sangat nyaman berada di tempat terkutuk ini. Seakan tempat ini adalah ruman bagi mereka, dan mungkin saja itu memang benar.

Aku mengambil ponselku dan menghubungi seseorang, tidak menunggu lama seseorang menjawab panggilan teleponku.

"halo Kisha?" sapa Michael, orang yang ku telpon.

"ya, aku menemukan mereka." balasku langsung ke inti.

"oh sudah kuduga kau akan berhasil pada kasus ini," jawab Michael yakin.

"belum selesai! Aku baru mengetahui kelompok mereka saja, sama sekali belum menemukan ketua kelompoknya." balasku malas.

"begitu? kalau begitu terus selidiki kelompok mereka, mata-matai mereka dan cari informasi sebanyak-banyaknya." titah Michael serius.

"ya, aku tau." balasku percaya diri.

"lalu, apa rencanamu selanjutnya Kisha?" tanya Michael penasaran.

"kau tidak perlu tau, tunggu saja kabar dariku. Aku tutup, salam jendral." balasku dingin lalu memutuskan sambungan telpon dengan jendral Michael.

Aku kembali memperhatikan kelompok itu, sampai akhirnya seorang diantara mereka meninggalkan kelompok itu keluar dari bar ini. Aku mengikuti orang itu diam-diam, dia adalah orang yang kutemui di bus sebelumnya. Ya, aku ingat dia yang duduk di sampingku saat itu.

Pria itu pergi ke sebuah tempat yang terlihat seperti gedung kosong yang sudah lama tidak digunakan. Aku mengikutinya diam-diam, dan melangkah secara perlahan agar tidak menimbulkan suara yang mencurigakan. Sampai akhirnya pria itu masuk ke sebuah ruangan dan menutup rapat pintunya, aku curiga dengan sikapnya. Aku mendekati pintu ruangan itu dan mencoba mencuri suara dari dalam sana, pasti ada rahasia yang mereka sembunyikan sehingga harus tertutup seperti ini.

"bagaimana selanjutnya?" tanya seseorang dengan nada suara seperti orang tua, dan terdengar tegas.

"besok rencananya dilakukan, dan seperti sebelumnya akan bersih tuntas." jawab seseorang yang kuduga pria yang kulihat di bus.

"baiklah, siapa target kali ini?" tanya pria bernada tegas itu lagi.

"Miko, keluarga Miko sasaran kita kali ini. Miko memiliki banyak aset penting di negara ini, karna itulah mereka semua memilih keluarga ini." jelas pria yang ku lihat di bus ini.

"oh bagus juga, apa mereka tidak puas membunuh Tuan Almora? Asetnya sangat banyak dan hampir sempurna Ronald, lalu kenapa mengincar yang lain?" balas pria tua itu.

Seketika tubuhku membeku, apa aku baru saja salah dengar? Mereka menyebut nama papa? Sial, emosiku mulai berkumpul untuk membuncah. Aku harus menahannya, kurasa mereka tau kunci kematian papa. Aku harus sabar dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan, tahan emosimu Kisha!

"ya mereka cukup tamak untuk itu, namun sayangnya tuan Almora ternyata memindahkan seluruh aset atas nama anaknya Kiano dan Kisha. Dan lagi aset itu di simpan apik di tempat rahasia, tidak ada yang tau dimana itu. Mereka menyerah untuk aset Almora, dan memilih target lain." jelas pria yang ternyata bernama Ronald.

"ha ha ha, mereka memang bodoh. Tidak semudah itu menjatuhkan bangsawan seperti Almora, ya tapi sabotase mereka cukup menyenangkan. Aku suka cara mereka membunuh tuan Almora, rapi dan bersih." balas pria tua dengan tawanya.

Jujur saja aku emosi mendengar mereka tertawa, menertawakan kematian papa. Aku bersumpah akan membalas perbuatan mereka, tunggu saja akan ku balas untuk sakit yang papa rasakan. Karna emosi tanpa sadar aku menendang pintu itu, segera aku berlari meninggakkan tempat itu. Ku dengar mereka berteriak dan memanggil-memanggil orang, aku terus berlari sampai benar-benar keluar dari tempat itu.

.

.

.

.

.