Chereads / Alval / Chapter 4 - empat

Chapter 4 - empat

Disinilah Alena, Alfani, dan Naina berada di ruang tamu bersama dengan keluarga Alvaro.

"Kita lagi belajar saja Tante." Alena mencoba meyakinkan Mamanya Alvaro agar tidak berpikiran negative.

"Ma, jangan percayain Noval, sesat entar." Alvaro menenangkan Mamanya yang terlihat pucat.

"ALVARO! Kamu panggil Noval engga pakai kakak? Mama engga pernah ngajarin kamu seperti itu ya?" Mama melepas genggaman tangan Alvaro.

"Ma, mereka cuma berlajar kok. Tadi Noval yang nyuruh mereka di perpustakaan aja supaya Noval engga ganggu." Akhirnya Noval berbicara, mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah dia lakukan terhadap Alvaro.

Wajah mereka semua (Alvaro, Noval, Alena, Alfani, dan Naina) pucat akibat Mama yang terus marah-marah.

Hening cukup lama menyelimuti ruangan ini, tak ada yang berani mengeluarkan sepatah katapun lagi.

Keringat dingin dari Alena dapat dilihat jelas oleh Alvaro. Mata Alvaro kini melihat Mamanya yang sepertinya menahan sesuatu di mulutnya.

"Hahahahaha." Mama langsung tertawa dengan kerasnya melihat ekspresi yang ditampilkan oleh semua yang berada di ruangan ini.

"Mama kok ketawa?" Tanya Alvaro bingung.

"Muka kalian lucu." Mama mencubit satu persatu pipi Alvaro terus ke Noval.

"Mama tadi cuma bercanda, masa Mama engga percaya sama jagoan si." Mamanya tersenyum lantas melihat ke arah Alena. Alena langsung menundukkan wajahnya saat mata Mamanya Alvaro melihatnya.

Mama Alvaro melangkah menuju Alena yang masih berdiri di belakang kursi.

"Nama kamu siapa, cantik?" Mama tersenyum ke Alena. Alena mencoba menjawabnya dengan hati-hati.

"Aku, Alena, temannya Alvaro." Alena membalas senyuman Mamanya Alvaro.

"Kalian semua sudah makan?" Tanya Mama.

"Gimana mau makan, bahan-bahan di kulkas sudah habis," Noval mengerucutkan bibirnya.

'Aduhh ganteng banget si ketos gue,,' batin Alfani.

"Keluarin bungkusan yang di mobil dong, Mama mau masakin kalian spesial." Mama berucap dengan semangat. "Kalian mau bantu masak?" Mama Alvaro menawari Alena, Alfani, dan Naina.

"Ayo Tante kita bantuin masak." Alfani bersemangat saat ditawari oleh Mamanya Noval.

Mama berjalan di depan diikuti Alena, Alfani, dan Naina dibelakangnya.

"Tante mau masak apa?" Alena refleks bertanya dengan Mamanya Alvaro.

"Panggil Mama aja sayang, gausah Tante ya," Mama Alvaro tersenyum.

"Kita masak nasi goreng aja yang cepet, pasti kalian sudah lapar. Emang bener-bener anak cowok Mama, udah tau masak tapi kalau lapar masih nunggu Mama yang masakin."

"Mereka tau masak?" Tanya Alfani serius.

"Mama udah ngajarin mereka berdua hal-hal yang bersangkutan dengan pekerjaan rumah." Kini Mama yang menggoreng nasi dan menuangkan bumbu ke dalamnya.

"Wahh, idaman banget itu." Alfani keceplosan berbicara seperti itu.

Tiba-tiba Alvaro dan Noval sudah ada di dapur membawa kantongan belanjaan yang di suruh ambil di mobil tadi.

"Kalian lagi bicaraiin apa? Kok seru banget kedengarannya." Noval memasukkan bahan-bahan ke dalam kulkas.

"Naina bilang, kak Noval idaman....." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, mulut Naina didekap oleh tangan Alfani.

"Idaman jadi pacar ya?" Noval mengerti maksud ucapan Naina.

Pipi Alfani langsung memerah akibat pertanyaan yang dilontarkan oleh Noval.

"Jangan godain anak gadis orang, Val, sudah sana kalian ke meja makan. Sudah hampir siap ini makanannya." Masakan sudah jadi, Mama langsung menata nasi goreng di atas piring. Lalu, Alena mengatur piring itu di atas meja makan yang tidak jauh dari dapur.

"Gausah ngeliatin segitunya kali." Noval mengusap wajah Alvaro dari atas ke dagunya.

"Astagfirullah." Alvaro mengucap. "Khilaf gue, abis cantik si."

blushh,  pipi Alena memerah akibat di puji oleh Alvaro.

"Dibilang jangan ngegombal!" Mama langsung duduk di kursi. Di sampingnya, duduk Alena, Alfani, dan Naina. Di depan Alena ada Alvaro dan Di depan Alfani ada Noval.

"Maaf Ma, tadi Alvaro khilaf. Ciptaan Tuhan sungguh indah di pandang."

"Kalau di pandang dapat dosa loh." Mama menatap tajam ke Alvaro.

"Astagfirullah, Maafkan Alvaro Ya Allah." Mama geleng-geleng kepala akibat perbuatan Alvaro.

"Cepetan makan, katanya lapar." Noval langsung menyantap nasi gorengnya.

******

Sesudah makan, mereka melanjutkan mengerjakan tugasnya. Tapi kali ini mereka kerjakan di ruang tamu bukan di perpustakaan lagi, karena Mama menyarankannya. Dan Noval juga ikut membantu.

"Makasih ya kak Noval." Alfani berterima kasih sambil tersenyum. Sejak tadi, Alfani tersenyum tidak henti-henti akibat ada Noval di sampingnya.

Mereka merapikan buku-bukunya untuk pulang karena hari sudah malam.

"Saya anterin ya Al." Alvaro membantu Alena memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Gausah Al, aku naik angkot aja sama Alfani dan Naina." Tolak Alena secara halus.

"Yang anterin Alfani dan Naina itu gue, lo pulang aja sama Alvaro," Noval mengerti tatapan Alvaro tadi.

Alena pasrah saja, dia berpamitan kepada Mamanya Alvaro.

"Tan, Alena pulang dulu ya, makasih hidangannya tadi." Alena mencium tangan Mamanya Alvaro.

"Jangan panggil Tan, Mama aja ya. Makasih juga udah bantuin tadi." Mama memeluk Alena cukup lama.

Alvaro yang melihatnya jadi terharu.

"Iya, sama-sama Tan, eh Mama." Alvaro menarik Alena segera.

Di dalam mobil, Alvaro menyalakan sebuah musik dari radio mobil. Alvaro melantunkan lagu dari Afgan-Dia Dia Dia dengan suara kecil.

"Eh iya Al, makasih ya udah bantu Mama dan buatin makanan buat saya." Alvaro tersenyum.

"Ternyata kamu pintar juga ya." Alena tertawa.

"Iyalah, Alvaro gitu." Alvaro berucap bangga atas dirinya sendiri.

"Al aku mau nanya."

"Ale kenapa kalau kamu mau nanya harus ngomong gitu si, langsung aja kali." Alvaro tertawa.

"Ya kan siapatau kamu engga mau di tanya."

"Astaga." Alvaro menepuk keningnya. "Nanya apa?"

"Kamu kok bisa mau temanan sama aku?"

Alvaro terdiam cukup lama. Dia saja bingung kenapa bisa dia mau temanan sama Alena. Mungkin sejak Alvaro menabrak Alena di koridor dan hanya Alena yang menarik perhatiannya.

"Engga tau juga Ale, Saya itu temenan karena tertarik aja, selebihnya saya belum tau tentang kamu. Makanya, saya mau temanan." Alena mendengar Alvaro berkata dengan jujur, tidak ada kebohongan yang dia ucapkan.

Alena terdiam, tidak bertanya lagi.

"Terus kenapa kamu bisa engga ada yang nemenin duduk waktu hari pertama sekolah?" Kini Alvaro yang bertanya.

"Udah dari dulu, engga ada yang mau temanan sama aku. Aku juga engga tau karena apa, kayaknya mereka liat aku karena aneh. Cewek yang berkaca mata tebal, suka baca buku, suka menyendiri." Alasan yang sangat tidak masuk akal. Tapi baguslah, Alena tidak usah mengenal apa yang namanya ditusuk dari belakang oleh temannya sendiri.

"Untung ada Alfani dan Naina juga yang mau temanan sama aku. Aku bahagia banget." Alena tersenyum dan membuat Alvaro juga ikut tersenyum.

"Syukurlah, kamu bahagia. Saya juga bahagia lihat kamu tersenyum." Alvaro mengacak rambut pendek sebahu Alena.

"Ale, tetap tersenyum meskipun yang terjadi engga sesuai apa yang kamu inginkan. Karena senyum kamu dibutuhkan orang lain untuk tersenyum juga."

******

Alvaro menjemput Alena untuk berangkat bareng ke sekolah.

"Pagi Ale." Alvaro tesenyum saat melihat Alena yang keluar dari dalam rumah berjalan menuju dirinya.

"Pagi Al, mau ngapain disini?" tanya Alena.

"Dasar, sudah tahu lihat saya pakai seragam sekolah."

"Iya kan, kamu ngapain disini?" ulangnya lagi.

"Mau jemput kamu lah, emangnya mau ngapain lagi?" belum sempat Alena berbicara, Alvaro sudah menarik tangan Alena membawanya masuk ke dalam mobil.

Di dalan mobil, Alena duduk sambil melihat ke arah Alvaro yang sedang fokus menyetir.

"Alvaro, lain kali kamu engga usah jemput aku ya." Alena memalingkan wajahnya ke depan.

"Kenapa?" tanya Alvaro.

"Aku engga mau kalau kamu juga dianggap aneh sama yang lain karena berteman sama aku." Alena berkata jujur. Dari semalam dia terus memikirkan kenapa Alvaro, Alfani, dan Naina mau berteman dengan dirinya yang dijauhi oleh semua orang karena dianggap aneh.

"Astaga." Alvaro menepikan mobilnya. "Dengar baik-baik, Saya berteman sama kamu itu karena kamu beda."

"Iya aku beda, makanya kamu engga usah temenan lagi sama aku." Alena hendak keluar dari mobil, tapi Alvaro sudah mengunci pintunya.

Alvaro tidak menggubris ucapan Alena, dia melanjutkan menyetir mobilnya tetapi dalam keadaan yang sedikit tidak fokus.

Sesampai di parkiran, Alena segera keluar dari dalam mobil. Alena benar-benar ingin menjauh dari Alvaro.

"Kenapa tiba-tiba Alena berubah?" Alvaro bertanya kepada dirinya sendiri.

Alvaro mengambil tasnya di kursi belakang, berjalan seperti biasa menuju kelasnya.

Sampai di kelas, dia tidak menemukan Alena yang biasanya duduk di samping kursinya.

"Ada yang lihat Alena?" tanya Alvaro berteriak ke teman-temannya.

"Dia belum masuk kelas." Naina yang menjawab pertanyaan Alvaro.

Alvaro duduk saja di tempatnya, sambil menunggu Alena dia tidur lagi dengan posisi seperti biasa.

Belum beberapa lama Alvaro tertidur, suara menggelegar dari mulut Alfani membangunkannya.

"Alena pingsan." Alfani berteriak heboh di dalam kelas. Dia menarik tangan Naina agar ikut dengannya menemui Alena.

Alvaro kaget, dia segera ikutan berlari mengikuti Alfani dan Naina.

"Dimana Alena?" Alvaro mensejajarkan posisi tubuhnya berlari di samping Alfani.

"Alena di UKS." sesudah itu Alvaro mempercepat larinya menuju UKS, tempat Alena sekarang.

"Alena." Alvaro sedikit teriak saat memasuki ruang UKS.

"Jangan ribut napa!" suara Noval yang sedang duduk di kursi samping ranjang Alena.

"Kok lo bisa disini?" tanya Alvaro bingung.

"Gue disuruh jagain Alena, Alfani lagi mencari Naina." sejak kapan Noval mau disuruh menjaga seseorang?

Alvaro tidak ambil pusing. Dia segera duduk di kursi disebalah ranjang yang ditempati oleh Alena.

"Alena kenapa bisa pingsan?" tanya Alvaro.

"Mana gue tau, udah gue bilang. Gue disuruh sama Alfani." Noval memainkan handphonenya yang sekarang mulai menerima pesan begitu banyak.

"Lo udah sholat Dhuha belum?" Noval menyimpan handphonenya disaku baju.

"Lo duluan, kalau Alena udah sadar gue ke masjid." Alvaro menatap Alena bukan menatap Noval.

"Ingat dosa Var!" Noval langsung keluar dari uks, di depan pintu Noval bertemu Alfani dan juga Naina yang ingin masuk menjenguk Alena.

"Mau kemana kak?" tanya Alfani.

Noval langsung berjalan, menghiraukan pertanyaan Alfani.

"Makasih ya udah jagain Alena." teriak Alfani saat Noval sudah sedikit jauh dihadapannya.