Chereads / Cinta Via Sosmed / Chapter 2 - chapter 2

Chapter 2 - chapter 2

Sudah 7 hari semenjak Handphone dia Amelia pramestya (Mia) ada di tanganku, aku benar-benar tidak menyangka saat itu, bisa bertemu dengannya. Sifatnya mulai dari dulu hingga sekarang tidak ada yang berubah kecuali postur tubuh yang cukup tinggi dan wajahnya yang bulat serta putih pipinya yang seperti bakpao.

DRRRTT...

Aku yang mendengar suara handphone itu segera mengambilnya di atas nakas di samping tempat tidurku, tertera di sana nomor seseorang yang tidak ku kenal. Seharusnya aku tidak membawanya. Hanya saja Mia selalu memaksaku untuk membawa telephone genggam yang di tanganku saat ini. Lalu bagaimana aku harus menjawabnya? Bisa-bisa aku di panggil si pencuri Handphone. Sudah kuabaikan berkali-kali hanya saja handphone itu terus-terus bordering. Ishh, ucapku yang mulai merasa kesal karena menyadari kebodohanku. Haruskah aku angkat saja teleponnya? Ahhh, Baiklah akan aku angkat saja telephone ini, awas saja kalau aku di panggil si pencuri Handphone, dengan terpaksa aku mengangkat telephone itu.

"Halo, assalamualaikum?" ucapku dengan sedikit ragu, kemudian mematikan Hp itu dengan cepat.

aku yang merasa takut di panggil pencuri Handphone segera memutuskan telephone itu, dan segera menarik nafasku dalam-dalam. Aduh bagaimana ini, bagaimana kalau telephone itu cukup penting. Ah mungkin sebaiknya ku beri saja kesempatan, kali saja ada hubungan dengan pekerjaan kali ini saja, aku harus siap mental sepertinya? Akan kulakukan.

Handphone itu kini kembali berdering dan aku mengangkatnya, "WOII PELAKOR LO SAMPAI KAPAN MAU PACARAN SAMA COWOK GUE, PAKAI SALAM SEGALA PULA. GAK USAH SO ALIM DEH LO, DASAR SAMPAH MASYARAKAT"

Aku yang mendengar suara itu hanya bisa diam meneguk liurku, astaghfirullah ini jauh lebih mengerikan dari pada seorang pencuri Handphone. Ini mah kucing garong mati saja aku. Ma tolong aku, "mohon maaf, Anda siapa ya?" tanyaku dengan rasa sedikit takut.

"GW GAK BAKAL MAAFIN LO BANGKE, SEKALI LAGI LO DEKATIN COWOK GW. JANGAN HARAP LO BAKAL TENANG,"

"emmm... begini emb-ba,"

"APA LO EMBAK-EMBAK,LO PIKIR GW TAKUT. GW BERANI BUNUH LO,"

"anu begini emba,"

"APA ANU-ANU MATI AJA LO SANA,

GW GAK TAKUT SAMA CA"

"APA? CABE , BUNUH AJA KALAU BERANI, MEMANGNYA SITU TUHAN KENA AZAB BARU TAU KAMU,"aku yang sudah mulai kesal segera memutus perkataannya yang belum di selesaikan.

"APA KICEP KAN KAMU, KALAU MAU BUNUH ORANG BUNUH AJA SANA GAK USAH BAWA-BAWA GW, GW AJA NEBENG HP TEMAN GW DASAR MANUSIA ANEH,"

"APA A-"

"IYA LO EMANG MANUSIA PALING ANEH DI DUNIA INI, DASAR MAHLUK MARS-" ingin rasanya aku mengumpat namun aku menahannya apa-apaan ini, aku bermaksud baik malah mendapat sebuah makian. Aku yang masih merasa berapi-api segera mengucapkan kalimat tobat, istighfar Lifah istighfar, sabar-sabar, lain kali aku tidak mau berurusan dengan orang yang seperti ini lagi. Aku cantik-cantik begini kok di bilang pelakor, belum beberapa lama aku merasa tenang, suara Handphone kini kembali bordering. ARGHHH, bisa stres aku kalau begini terus. Tanpa piker panjang aku segera mengangkat telephone itu dalam keadaan masih dengan amarah, "HALO APA LAGI!! ANDA MAU PANGGIL SAYA PELAKOR HAH, BELUM PUAS MAKI-MAKI SAYA? HAHH.. KALAU NGOMONG KASAR ITU HALAL SUDAH SAYA MAKI-MAKI ANDA DARI TADI," aku segera menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan, dari sana terdengar suara laki-laki, yang sedang berusaha menenangkanku.

"mohon maaf Embaknya, saya tidak tahu kalau saya ada masalah apa dengan Embak. Hanya saja melihat Embak yang seperti ini mungkin itu tidak cocok dengan pekerjaan yang ingin saya tawarkan ini. Jadi dengan berat hati saya ingin mengatakan bahwa pekerjaan ini kurang cocok dengan Embak,"

"Ap-apa pak, pe-pekerjaan Sa-saya di tolak pak?" ucapku dengan tergagap serta hati yang mencelos, astaghfirullah apa yang aku lakukan. padahal tinggal selangkah lagi. Bodohnya aku, seharusnya aku tidak dalam keadaan di butakan oleh amarah.

"iya, setelah saya mengamati cara bicara Embak saya pikir saya tidak bisa memberikan pekerjaan ini kepada Embaknya. Cukup sekian, dan saya ucapkan terima kasih,"

Aku yang mendengar hal itu, seketika membuat jantungku berhenti berdetak. Pikiranku kembali kacau, oke baiklah Alifah kali ini sepertinya kamu membuat kesalahan yang cukup besar. Baiklah saat ini kamu harus menenangkan diri dulu, ucapku dalam hati untuk menenangkan diriku sendiri. Berikutnya aku harus lebih baik lagi, pasti nanti ada jalannya, namun sudah berjam-jam aku berusaha tenang dan percaya. Tapi yang namanya perasaan tidak bisa di bohongi. Astaghfirullah maafkan Alifah ya ALLAH seketika suara tangisku pecah. Sudah 2 jam aku menangis, namun perasaanku masih saja belum bisa untuk tenang, sebenarnya ada apa denganku saat ini.

DRRTTT...

Kini kembali terdengar suara Handphone yang di pinjami oleh Mia, masih dengan sedikit terisak aku mengangkat telephone, "Astaga Alifah lu enggak kenapa-napa kan? soalnya tadi orang yang menawarkan pekerjaan ke kamu tiba-tiba bilang kamu gila tau tidak. Sebenarnya lu kenapa sih,"

aku yang mendengar suara khawatir dari Mia pun segera menceritakan semua yang aku alami, sedikit lega memang setelah aku melakukan hal itu,

"KURANG AJAR TUH ORANG, BISA-BISANYA DIA BILANG KEK GITU. UDAH LU TENANG AJA BIAR GW NTAR YANG NGASIH TUH ORANG PELAJARAN,"

Aku yang mendengar Mia berbicara seperti itu hanya membuatku tersenyum, setidaknya itu sudah cukup menenangkanku dan membuatku terhibur, "sudahlah Mia, aku sudah jauh lebih baik sekarang terima kasih ya. Sepertinya kamu tidak ada yang berubah sama sekali. Selain wajah dan postur tubuhmu,"

"jadi dia itu siapa?" tanyaku penasaran karena ingin memastikan kalau itu tidak seperti yang aku pikirkan, "oh yang mana? maksud lu perempuan yang baru saja nelpon lu tadi, dia itu bukan siapa-siapa gw , hanya orang yang mengaku-ngaku saja,"

"oh begitu," kataku walau aku masih penasaran. Karena tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. namun sepertinya jauh lebih baik untuk tidak membahas soal itu, dan kulihat-lihat sepertinya ada yang di sembunyikan oleh dia. Kalau sudah seperti itu artinya privasi dia, aku pun kembali memikirkan jalan untuk mendapat pekerjaan,

"emmm Mi, kamu tau di mana lagi aku bisa dapat pekerjaan?" tanyaku semoga saja ada setitik harapan, karena aku memerlukan itu untuk membuatku merasa ringan, dan bisa hidup mandiri.

"kayaknya sudah enggak ada, Cuma aku punya saran? Tapi sepertinya kamu akan menolak," katanya menduga-duga, yah memang tidak diragukan lagi kalau dia adalah orang yang paling tahu tentangku, karena kami berteman mulai dari SD.

"apa?" tanyaku penasaran dan mulai tertarik arah pembicaraan ini,

"gimana kalau lu jadi selebgram atau youtuber?" katanya dengan penuh semangat, aku yang mendengar sarannya hanya berdiam diri, bingung apakah aku harus melakukannya, kalau di pikir-pikir itu bukan hal yang buruk. Hanya saja aku merasa ragu,

"sudah gw duga, lu enggak bakalan mau," aku yang mendengar suaranya sepertinya dia sedang memasang wajah kecewa.

"aku mau, hanya saja sebaiknya aku tidak memasang foto bagaimana? Aku akan mengikuti les menjahit untuk belajar membuat  baju terus akan aku jual bajunya, tapi aku butuh waktu buat mengumpulkan modal. Kamu ada saran? sebaiknya untuk sementara aku harus melakukan apa menurut dirimu?" tanyaku kepadanya untuk meminta saran, dan kemudian aku menduduki meja belajar yang ada di kamarku sambil memandangi pernak –pernikku yang ada di dalam toples.

"bagaimana kalau lu jualan makanan kaki lima terlebih dulu, tapi lu yakin gak mau pasang foto pribadi?"

"kalau soal itu sepertinya aku harus memiliki teman yang mau di ajak foto berdua, aku takut kalau aku di santet,"

"lu itu gila banget ya, lagian siapa juga yang mau nyantet lu,"

"namanya juga aku harus waspada, tapi sepertinya aku perlu turun tangan. soalnya aku mau mempromosikan baju yang aku buat, tapi siapa yang mau ya? apa sekalian saja aku ajak temanku jadi kami berdua kerja sama, sepertinya aku punya harapan baru soal pekerjaan, tunggulah aku wahai Kafe impian. Mungkin hanya beberapa waktu lagi aku bakal punya pekerjaan dan bisa buat panti asuhan. Semoga impianku terkabul.

"oke mi makasih sarannya," kataku kemudian aku pun mengakhiri pembicaraan yang ada di telepon dan kemudian mematikannya.