Aku dan Satria telat sarapan pagi. Jelas, hampir pukul setengah sepuluh pagi kami baru keluar dari kamar. Kami berpapasan dengan Kakek yang sepertinya hendak pergi. Di belakangnya Melli mengiringi. Apa wanita itu tidak menuruti perintahku?
Aku merasakan Satria menggenggam erat tanganku. Seolah memintaku untuk tetap tenang. Bagaimana aku bisa tenang? Omonganku rasanya nggak dianggap sama perempuan itu.
"Selamat pagi, Kek," sapaku.
"Selamat Pagi, Nak."
"Kakek mau kemana?"
"Kakek mau ke kantor."
"Kakek, sayang nggak sama Rea?" Aku melepas genggaman tangan Satria dan bergeser ke sebelah Kakek. Aku melingkari lengan Kakek.
"Tentu dong. Ada apa, apa kamu menginginkan sesuatu dari Kakek?"
Aku melirik Satria dan Melli bergantian. "Ada Kek. Aku ingin Kakek melakukan sesuatu kepada orang yang sudah menyakiti menantumu ini."
Kakek menaikan alis. "Siapa yang berani menyakitimu, Nak?"