"Bang, bukannya kamu sibuk mengurusi proyek reklamasi?" tanyaku masih mencoba mencari alasan agar Satria mengurungkan niatnya.
"Sayangnya sudah enggak, aku sudah memperoleh kesepakatan dengan Gubernur soal itu."
Aku menggigit bibir. Gagal lagi.
"Kalau urusan sengketa tanah kota mandiri itu sih Bang?"
"Kebetulan itu juga sudah ada yang mengurusnya."
Haduh! Apa lagi, apa lagi. Ayo berpikir Rea. Aku terus mengikuti langkah cepat Satria di depanku.
"Kakek nggak akan suka kalau kamu pergi bukan soal urusan kerjaan, Bang. Lagi pula aku di sana itu cuma bentar, nggak perlu lah ditemani. Aku biasa apa-apa sendi-- Aww!"
Aku terjengkang dan bokongku sukses menghantam lantai.
Si Dugong ini kenapa berhenti mendadak sih? Mana badannya sekeras baja lagi. Sial banget sih gue!
"Bang, kalau mau berhenti bilang-bilang dong!"
"Sakit?"
"Menurutmu?!"
"Makanya jadi istri yang nurut. Ayo bangun." Satria mengulurkan tangan. Aku hanya melihatnya sekilas tanpa mau menyambut.