"Bisa tidak kau tenang sedikit?" tanya Ramon sambil menatap galak pada gadis disebelahnya ini.
Ini merupakan pengalaman pertama Ramon bersama seorang wanita, sejauh yang dapat dia ingat dan karena ingatannya mengenai kejadian empat tahun lalu yang hilang, dia sama sekali tidak ingat saat- saat dirinya bersama Giana ataupun bagaimana hubungan diantara mereka berdua selama dua tahun itu.
Satu hal lagi yang Ramon tidak bisa bayangkan dari dirinya adalah; bagaimana mungkin dia sampai terlibat affair dengan wanita yang telah bersuami seperti Giana? Itu terdengar seperti omong kosong.
"Aku bosan," rengek Hailee sambil memejamkan matanya dan memainkan ujung- ujung gaunnya yang berwarna putih. Dia mengepang sendiri rambutnya yang panjang, tapi memberi kesan berantakan di sisi- sisinya, sehingga secara keseluruhan, gadis ini tampak manis.
"Sebentar lagi kita sampai," ucap Ramon, yang lalu kembali kepada kesibukan awalnya, memeriksa dokumen- dokumen yang harus dia tanda tangani. Semua pekerjaan ini tertunda karena dia harus menjemput gadis keras kepala di sebelahnya.
"Kau sudah mengatakan hal yang sama sejak setengah jam lalu," gerutu Hailee.
Namun, kali ini, mereka benar- benar sampai ke tujuan, dimana Hailee dapat melihat sebuah gedung berlantai dua puluh menjulang tepat di hadapannya. Secara keseluruhan, gedung ini berwarna putih dengan dekorasi minimalis yang memukau.
Tapi, bisa dipastikan ini adalah pilihan Lis, karena dari sentuhan pilihan warnanya saja, Hailee merasa kalau warna putih sangat tidak mencerminkan karakter Ramon yang gelap.
Ya, pria tampan disebelahnya ini lebih cocok dengan warna hitam pekat! Pikir Hailee dengan kesal.
"Kita sampai," kata sang supir, yang menghentikan mobil tepat di depan lobi, dari kejauhan Hailee dapat melihat dua orang yang bergerak mendekat dengan sigap untuk membuka pintu mobil mereka.
Ramon bahkan tidak menunggu Hailee untuk turun dan segera melangkah masuk ke dalam gedung kantornya, tapi ketika dia menyadari gadis itu tidak ada di sampingnya, Ramon memperlambat langkahnya dan akhirnya berhenti untuk membalik tubuhnya dan mendapati Hailee yang berjalan sekitar dua langkah jauhnya dari dia.
Tapi, bukan hal itu yang membuat Ramon mengerutkan keningnya dengan heran, tapi kenyataan bahwa Hailee menggunakan masker untuk menutupi wajahnya lah yang membuat Ramon menghampiri gadis itu.
"Apa yang kau gunakan?" tanya Ramon dengan dahi berkerut sambil menggenggam tangan Hailee, setidaknya pria ini tidak benar- benar mengacuhkannya dan bersikap bossy sepanjang waktu.
"Apa kau tidak tahu? Ini masker," jawab Hailee dengan sengit.
Namun, hal ini justru menimbulkan kasak- kusuk di antara para staff yang berlalu- lalang di sana dan menyapa Ramon dengan sopan, tapi terlihat bingung ketika mereka hendak menyapa gadis yang mengenakan masker putih disebelahnya.
Siapa gadis itu?
Dari posture- nya mereka dapat menebak kalau dia adalah gadis yang masih muda, tapi kenapa dia harus menutupi wajahnya?
Rumor kedatangan Ramon dengan seorang gadis muda akan dengan cepat menyebar keseluruh penjuru gedung dan nanti, ketika waktu kerja telah berakhir, seluruh karyawan di sana akan telah mengetahui hal ini.
"Tentu saja aku tahu apa itu," geram Ramon dengan nada suara yang rendah. Entah kenapa kesabaran Ramon selalu diuji setiap kali dia bersama Hailee, seolah- olah gadis ini dapat membuat dirinya hilang kendali hanya dengan satu komentar sarkastik dari dirinya.
"Lalu apa maksudmu?" tanya Hailee lagi dengan suara yang sedikit teredam. Tapi, sepertinya Ramon sudah melihat apa niat dibalik pertanyaan bodoh Hailee tersebut, sehingga dia memilih untuk tidak memperpanjang masalah ini dan bersikap tidak peduli.
Bukannya Hailee tidak mengerti apa yang Ramon maksudkan, dia hanya suka membuat pria itu kesal. Lagipula, dia telah membuatnya kesal lebih dulu, jadi wajar saja kalau Hailee ingin 'membalas dendam', bukan masalah besar, kan?
Seorang wanita tersenyum dengan manis ketika dia menekan tombol lift untuk mereka dan menatap Ramon, seolah menunggu ucapan 'terimakasih' dari bos nya itu, tapi Ramon tampaknya tidak mengindahkan karyawan tersebut sama sekali, bahkan sampai pintu lift terbuka.
"Terimakasih," ucap Hailee pada karyawan wanita itu dan melangkah masuk ke dalam.
Ketika di dalam, Ramon melepaskan tangan Hailee dan melipat tangannya di depan dada, menunggu hingga lift tersebut membawa mereka ke lantai delapan belas, tempat dimana kantor Ramon berada.
Begitu mereka keluar dari sana, Ramon kembali menggenggam tangan Hailee dan menariknya keluar dari lift.
Entah hal itu dia lakukan karena takut Hailee akan tersesat di tempat yang masih asing baginya, atau karena dia berpikir kalau Hailee bisa saja melakukan tindakan nekat dan justru malah melarikan diri dari tempat ini.
Apapun alasannya, Hailee sepertinya sama sekali tidak keberatan ketika Ramon memperlakukannya seperti ini.
Dia justru menikmati tatapan penuh tanya dan keterkejutan di wajah para karyawan yang mereka lewati.
Sepertinya akan sangat menyenangkan untuk menjadi wanita Ramon Tordoff. Sayang sekali, situasi Hailee kali ini begitu rumit dan dia tidak bisa menikmati semua kebohongan ini lebih lama lagi.
Ruang kerja Ramon berada di ujung koridor dengan pintu berwarna hitam mengilat dan handle kayu berwarna emas. Terlihat mewah dan berkelas.
Dan ketika Hailee memasuki ruang kantor tersebut, dia dapat melihat betapa manakjubkannya ruang kerja Ramon.
Ruangan ini bisa dikatakan seukuran dengan ruang keluarga di rumah Ramon dan memiliki penerangan yang bagus dengan sebuah kaca besar, yang menunjukkan pemandangan kota A, tepat berada di belakang meja Ramon.
Hailee kemudian melepas masker yang dia kenakan dan lalu duduk di sofa empuk berwarna putih yang berada dekat dengan pintu masuk.
Di luar sana, semburat warna senja mulai terlihat, menampilkan pemandangan matahari yang hampir terbenam. Terlihat indah ketika bola cahaya itu perlahan menghilang di balik gedung- gedung tinggi kota.
"Ruan kerjamu bagus sekali," komentar Hailee sambil menatap setiap sudut ruangan dengan rasa tertarik. Ada beberapa lukisan abstrak yang tergantung di sana, memberi sedikit warna pada ruangan yang di dominasi warna putih ini.
"Kau ingin berada di sini setiap hari?" tanya Ramon, yang sama sekali sudah kehilangan rasa kagum pada pemandangan dari ruang kerjanya. Dia melihat hal yang sama setiap hari, sehingga tidak ada lagi yang istimewa di sini.
"Untuk apa?" tanya Hailee sambil meletakkan tas putih kecilnya di atas meja dan menyandarkan punggungnya. "Kau akan mempekerjakanku di sini?"
"Aku tidak menerima nepotisme," jawab Ramon yang kemudian menelepon seseorang untuk menanyakan mengenai meeting nanti.
Hailee menggeram dengan kesal ketika mendengar kata- kata Ramon, tapi kemudian dia bersikap acuh tak acuh ketika membalasnya. "Kalau rasa sabarku dalam menghadapimu bisa diuangkan, maka aku akan jauh lebih kaya darimu sekarang."