Ensnare Your Feelings
∞
Tiga minggu yang lalu, Fraggie Club & Bar.
Gemuruh suara musik yang memekakkan telinga serta teriakan dan sorak-sorai bersahutan memenuhi tempat tersebut. Orang-orang di lantai dansa mulai menggila, menari heboh seolah lupa akan urusan dunia. Sean hanya menatap datar kemeriahan itu. Ia sama sekali tak tertarik untuk bergabung dengan beberapa temannya yang telah mengelilingi seorang wanita penghibur berpakaian gembel.
[a/n: Maksudnya compang-camping, bolong sana-sini, dan minim kurang bahan.]
Tatapan datar ia layangkan juga pada teman-temannya yang lain, yang sudah di ambang batas kewarasan karena terlalu banyak minum.
Di depan meja yang Sean tempati terdapat lebih dari 10 botol Vodka, 5 Whisky, Wine dan beberapa minuman keras lainnya. Dia sendiri telah meneguk lebih dari 3 botol vodka, tetapi ia masih dalam keadaan baik-baik saja. Pandangannya mengarah ke sekeliling tanpa minat, lalu tatapannya tanpa sengaja bertemu dengan mata tajam seorang lelaki yang tengah dikelilingi beberapa wanita penghibur.
Sean mendecih 'Tsk!' sebelum akhirnya mengalihkan perhatiannya dari sosok yang tak dikenalnya itu.
Melihat teman-temannya yang sudah tidak berdaya ia pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Aku tidak pulang malam ini, aku akan menginap di rumah temanku," ucapnya. Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana, Sean menutup panggilan tersebut.
"Mengabari istrimu?"
Suara seseorang yang berasal dari samping, membuat ia terkejut. Sejak kapan orang ini ada di sini? pikirnya. Sean diam. Ia sepenuhnya mengabaikan orang tak dikenal yang tiba-tiba datang menyapanya sok akrab itu.
"Wow! Kau menghabiskan tiga botol vodka itu seorang diri? Hebat juga."
Pujian meluncur dari bibir Leo, ia berusaha mencari perhatian lelaki tersebut. Namun, lagi-lagi ia tak mendapatkan respons apa pun. Seringai pun seketika tersemat di sudut bibirnya. Menarik! Batinnya.
"Mau bertanding denganku?" Leo menaikkan sebelah alisnya, "Aku ingin tahu sekuat apa juga seberapa banyak kau bisa menghabiskan minuman-minuman ini?"
Ekor mata Sean bergerak, melirik sekilas lelaki di sisinya itu tanpa berminat untuk menanggapi tantangannya.
"Begini saja. Jika kau sanggup menghabiskan minuman lebih banyak dariku, aku akan memberikan jam tangan ini padamu, bagaimana?" Leo menunjukkan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Taktik mencoba mengundang yang terlampau sering dilakukan kebanyakan orang, tetapi jarang gagal.
Manik kelam Sean menangkap jam bermerek terkenal di tangan lelaki tersebut. Hmmm ... boleh juga. Setidaknya, harga jam tangan itu bisa untuk membeli sebuah mobil audi, pikirnya. Lalu, dengan tarikan tipis di sudut bibirnya Sean mengalihkan tatapannya pada lelaki tersebut dan mengangguk mantap.
Aku juga ingin tahu apa bocah ini mampu menandingiku? Batin Sean. Selama ini Sean memang belum pernah terkalahkan dalam hal minum minuman keras. Jadi, ia sangat percaya diri akan memenangkan tantangan ini.
---
Dua jam berlalu.
Pertandingan gila antara dua lelaki yang parasnya memanjakan mata itu belum juga berakhir. Leo yang merasa kegerahan pun melepas jaketnya, menyisakan kaus dalaman putih tipis tanpa lengan yang terlihat sangat pas di tubuhnya. Ekor matanya terus melirik ke arah Sean, berharap laki-laki manis di sampingnya itu segera tumbang.
Meskipun kini, keadaan mereka sama-sama mengenaskan setidaknya Leo jauh lebih unggul dari Sean. Leo masih bisa menenggak sebotol Vodka di tangannya; sedangkan Sean kini terkulai, bahkan tangannya sudah tak mampu untuk mengangkat sebuah sloki.
Tak berselang lama kemudian, Sean ambruk dan kepalanya membentur meja cukup keras, sepertinya ia sudah tak sadarkan diri. Leo mendekatinya, menundukkan wajah dan mencolek pipi lelaki manis itu. Melihat tak ada respons, tawa menggelegar akhirnya keluar dari mulutnya, membuat orang-orang di sekitarnya menatapnya aneh.
"Akhirnya kegilaan kalian berakhir juga," ujar Lian selaku manajer Fraggie Bar. Ia juga mengenal mereka berdua sebagai langganan VIP di tempat ini.
"Aku menang!" Leo berseru senang.
"Hei! Leo, kau pulang saja sana! Keadaanmu sudah seperti orang gila," Lian berujar sinis dengan nada mengusir.
"Kau mengusirku? Lian, bicara saja dengan kakiku, apa mereka mau diajak pulang, hahahaaha!" sahuatan Leo itu sungguh membuat Lian geram, ingin rasanya ia melempar Leo dengan sebotol vodka hingga lelaki itu terkapar. Sadis memang.
"Kau terlalu mabuk bodoh, kau menghabiskan banyak sekali minuman kali ini. Untung saja kau membayar kalau tidak, sudah kuseret kalian keluar dari tempatku," omel Lay, sang pemilik Fraggie Bar.
"Lian, bawa Sean ke mobilku. Biar aku yang mengantarnya pulang," perintah Lay.
Baru saja Lian ingin mengangkat tubuh Sean, tetapi Leo sudah menghentikannya aksinya. "Biar aku saja yang mengantarnya pulang."
"Tapi kau sedang mabuk bodoh!" sembur Lian.
"No," Leo mengacungkan jari telunjuknya, menggerakkan ke kanan dan kiri bak jarum speedometer, "tenang saja. Aku Leo Huang. Meskipun aku menyetir saat mabuk, aku tidak akan mati dengan mudah."
Lian hanya mendecih setelah mendengar ucapan arogan yang terlontar dari bibir Leo; sedangkan Lay hanya dapat menggelengkan kepala ringan. Ia sebenarnya ragu membiarkan Leo menyetir sendiri, tetapi melawan lelaki keras kepala itu sama saja tidak berguna.
Dengan susah payah Leo mengangkat tubuh Sean ke pundaknya, membawa lelaki itu seperti membopong karung beras. Langkahnya terlihat sempoyongan, tetapi ia begitu percaya diri. Leo menghentikan gerakannya sejenak, membalik badan lalu menatap Lay dan Lian bergantian. "Ngomong-ngomong siapa namanya?" tanyanya sembari menunjuk orang yang ia pikul.
"Sean Lu," jawab Lay.
"Kau bahkan tidak tahu namanya! Berarti kau juga tidak tahu alamat rumahnya, 'kan, lalu kau mau membawanya ke mana bodoh?" Lian menghardiknya dengan seruan kesal pada teman sekaligus pelanggannya ini.
Leo menarik salah satu sudut bibirnya, menampilkan seringai setan yang tampak picik. "Aku tidak butuh alamatnya, aku akan membawanya ke apartemenku saja," sahutnya santai. Kemudian melenggang angkuh membawa beban di pundaknya.
"Tsk! Kau ringan sekali, kau sebenarnya makan apa? Kapas, atau makan angin?" monolognya.
Leo berjalan menuju mobil Lamborgini berwarna kuning mencolok yang terparkir rapi di depan Bar tersebut. Dengan lembut ia lemparkan tubuh Sean di kursi penumpang. Tanpa membenarkan posisi lelaki itu terlebih dulu, Leo bergerak memutari mobilnya dan masuk ke posisi pengemudi. Ia melirik lelaki manis di sisinya, tangannya terulur menarik dasi yang dikenakan lelaki itu dan membuangnya ke bagian belakang mobilnya. Dengan berani ia melepas tiga kancing teratas kemeja yang Sean dan membuka baju tersebut.
Dada putih nan mulus langsung terpampang di hadapannya. Seksi! Pikirnya, Leo pun tergoda untuk sedikit bermain-main dengan tubuh mulus itu. Tangannya mulai nakal, mengelus dan meraba-raba kulit tanpa cacat itu dengan gerakan sensual. Jarinya terus menelusup, merasakan setiap jengkal kehalusan kulit Sean.
"Apa kau terangsang?" bisik Leo disertai embusan napas hangat di telinga Sean.
Aksi pelecehan yang dilakukannya semakin menggila. Leo mendekatkan wajahnya, meniup lembut dada Sean sembari cekikikan. Dengan kabut gairah yang hampir menguasai otaknya, Leo segera memberikan jilatan-jilatan lembut, menghisap, dan mengigit kecil kulit Sean yang selembut sutra. Sudut bibirnya tertarik kala melihat ruam kemerahan hasil perbuatannya.
Di tengah ketidaksadarannya Sean melenguh. Sepertinya ia mulai merasa ada yang mengganggu ketenangan tubuhnya. Leo menghentikan kegiatan nakalnya, tubuhnya kembali ke posisi semula setelah sebelumnya menggigit lembut bibir bawah Sean yang masih tak sadar telah dilecehkan.
"Ahhh, padahal aku masih belum ingin berhenti." Mendesah kecewa.
Leo melirik Sean lagi sekilas, sebelum mengembangkan seringai di wajahnya. "Tidak masalah, aku akan segera menjadikan kau milikku malam ini, lelaki manis."
Mobil kuning itu kemudian melaju, memecah belah kesemrawutan jalanan malam yang tak pernah lengang. Leo mencoba berkonsentrasi pada kemudi yang dikendalika, ia tak mau mati konyol di jalan hanya karena kecelakaan. Lagi pula masih ada yang harus ia kerjakan malam ini.
Ekor matanya kembali melirik Sean yang tak terganggu dengan kecepatan kendaraan. "Akan kubuat kau kecanduan dan terus menginginkanku sayang," gumam Leo ringan.
Ponsel di saku Sean berbunyi. Awalnya, Leo tidak peduli, tetapi karena tak berhenti berbunyi sama sekali dan itu mengganggu konsentrasinya berkendara ia pun menepikan mobilnya. Tanpa permisi, tangannya merogoh saku celana Sean, mengambil ponsel yang ingin sekali Leo lempar ke jalanan. 'My Baby Eva' itulah nama si pemanggil yang tertulis di layar tersebut. Selain nama, layar itu juga menampilkan foto seorang wanita cantik dan bertubuh seksi dengan pakaian minim.
Siapa dia? Kekasihnya?
Selintas ide gila tiba-tiba hadir dalam otak cerdas Leo. Dengan cepat ia pun mengangkat telepon tersebut ketika berdering kembali dengan nada dingin khas seorang Leo Huang.
"Hallo!"
"Siapa ini?" suara wanita menyahut lantang dari seberang sambungan tersebut. Sepertinya wanita itu mengenali jika penerima panggilan ini bukanlah sang pemilik ponsel.
"Ada apa menelponnya? Jangan mengganggu, Sean sedang mendesah nikmat di bawah tubuhku. Jadi, jangan menghubunginya lagi, kau mengerti?" intonasi dingin dan nada peringatan terselip dalam kalimat yang Leo ucapkan barusan.
Panggilan itu ditutup secara sepihak. Leo menggerutu setelahnya, "Jadi, kau sudah punya kekasih, hmm? Sayang sekali, mungkin besok kekasihmu akan segera meminta untuk memutuskan hubungan." Kata-kata itu Leo bisikkan di telinga Sean dengan nada rendah, diiringi dengan kekehan yang meluncur ringan
---
Di sisi lain. Seorang gadis cantik tengah menggerutu kesal, melempar ponselnya asal setelah menatap nanar dan tercengang. "Apa-apaan itu?!!"
Siapa lelaki tadi? Apa maksudnya Sean sedang mendesah di bawah tubuhnya, apa jangan-jangan Sean ... ah! Tidak. Itu tidak mungkin.
Berbagai pertanyaan dan pemikiran buruk tidak berkecamuk di otak gadis tersebut, tetapi ia berusaha menyangkal dan menampiknya mentah-mentah. Eva tahu betul kakaknya itu seperti apa, mantan kekasihnya saja cantik-cantik. Sesuatu yang tidak mungkin jika kakaknya berubah dan menyukai seorang laki-laki? Apalagi takhluk dan mendesah di bawah tubuh seorang laki-laki, itu sangat tidak mungkin.
"Hmm ... sepertinya teman-teman Sean hanya ingin mengerjaiku saja."