Happy Reading
Siang itu Imelda baru saja selesai melakukan operasi. Wanita itu keluar dari ruang operasi dengan wajah lelahnya yang terlihat sedikit pucat. Seolah tanpa tenaga, dia berusaha melepaskan baju kebesarannya saat bekerja di ruang operasi. Wanita itu seolah tak sanggup melangkah kakinya, dia berpegangan pada tembok di samping lorong. "Dokter Imelda. Apa ada baik-baik saja?" Dua orang perawat menghampirinya dengan wajah cukup cemas.
"Aku baik-baik saja," jawab Imelda sangat lirih. Wanita itu merasa sakit kepala tiba-tiba datang menyerangnya, dengan tubuhnya yang mendadak lemas tak berdaya. "Aku akan pulang, tolong alihkan jadwalku dengan dokter yang berjaga hari ini." Dengan segenap kekuatan yang masih tersimpan di dalam dirinya, Imelda berjalan keluar dan menaiki sebuah taksi di depan RS. Wanita itu langsung masuk ke dalam taksir dan menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang. "Ke Paradise Land, Pak," ucapnya pada sopir taksi.
"Baik, Nona," jawab pria yang duduk di kursi kemudi itu.
Dengan kecepatan sedang, taksi melaju membelah jalanan yang begitu ramai. Hingga tak sampai setengah jam, taksi itu berhenti di sebuah rumah yang berpagar tinggi dengan beberapa penjaga yang berjaga di gerbang. Setelah membayar, Imelda melangkah kaki untuk keluar dari taksi itu. Tubuhnya benar-benar lemas tanpa daya, wanita itu melangkahkan kakinya perlahan melewati beberapa penjaga di depan gerbang rumahnya. Seorang penjaga melihat wajah pucat Imelda yang begitu mencemaskan. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanya penjaga itu dengan wajah khawatir.
Belum juga menjawab pertanyaan itu, tubuh Imelda semakin lemah, pandangannya menjadi sangat gelap. Tanpa diduga oleh para penjaga di rumah itu, Imelda langsung pingsan dan tergeletak di halaman rumahnya. Para penjaga dengan sangat cepat menolong Imelda. "Nona! Buka matamu, Nona." Sayangnya wanita itu sama sekali tak merespon suara itu. Dengan sangat panik, mereka membawa Imelda masuk ke kamarnya dan salah satu dari mereka memanggil Davin Mahendra, ayah dari wanita yang tergeletak pingsan tadi.
"Lapor, Pak. Nona Imelda jatuh pingsan di depan rumah," ucap salah satu penjaga yang kebetulan tadi membantu membawa wanita itu ke kamarnya. Davin yang sangat terkejut, langsung berlari ke kamar anaknya dengan cukup panik. "Panggilkan Dokter Arman sekarang juga. Kalau perlu jemput saja ke rumahnya." Dengan wajah cukup panik pria itu duduk di samping anaknya. Wanita itu terlihat sangat pucat dan lemah. Davin menyentuh kening anaknya yang sedikit berkeringat.
Beberapa saat kemudian, dokter Arman datang dan langsung memeriksa Imelda. Pria itu menunjukkan ekspresi wajah yang cukup terkejut ketika memeriksa wanita yang terbaring lemah itu. Beberapa kali pria mengerutkan keningnya, dia merasa tidak yakin dengan hasil pemeriksaan itu. Tanpa mengatakan apapun, dokter Arman mengambil sampel darah Imelda dan menyimpannya dengan aman. Dokter Arman bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Davin. "Ada hal penting yang ingin ku katakan padamu," ucap dokter itu pada tuan rumah.
Davin mengajak dokter Arman ke ruang kerjanya dan menyuruhnya untuk masuk dan menutup rapat pintu ruangan itu. "Apa yang ingin kamu katakan, Arman?" Davin juga sudah tidak sabar ingin mengetahui kondisi dari anak perempuannya.
Dokter Arman sedikit gugup untuk mengatakan hasil pemeriksaan Imelda kepada sahabatnya itu. "Sepertinya anakmu sedang hamil 6 minggu. Aku akan memeriksa sample darah ini dan segera memberitahukan hasilnya kepadamu," jelas dokter Arman dengan sedikit takut. Karena Davin terkenal sebagai pria dingin yang cukup kejam. Di kantornya, Davin seperti seorang pria berdarah dingin yang tak mengenal ampun. Dokter Arman berniat untuk segera memeriksa sample darah yang sudah dibawanya itu.
"Tunggu, Arman. Aku ingin kamu merahasiakan hal ini dari siapapun," cetus Davin tanpa ekspresi yang berarti.
"Baiklah. Aku pamit ke laboratorium." Dokter Arman meninggalkan ruangan itu dan langsung menuju laboratorium di klinik miliknya.
Dalam hati yang semakin gelisah menunggu hasil tes darah milik Imelda, pria itu hanya bisa mondar-mandir keluar masuk kamar dengan hati yang tak karuan. Bagaimana tidak? Imelda anak kebanggaannya sedang hamil tanpa memiliki suami. Davin terus terdiam sambil berpikir cukup keras, hingga ponselnya berdering. "Bagaimana hasilnya?" tanya pria itu sambil menempelkan ponselnya di telinga.
"Anakmu benar-benar telah mengandung, apa yang harus aku lakukan sekarang?" jawab seorang pria di dalam telepon.
"Tutup saja mulutmu, jangan sampai kabar ini keluar dari rumahku," sahut Davin dengan suara dingin saat berbicara di ponsel. Pria itu langsung membanting ponsel di tangannya hingga hancur tak bersisa. Masih dalam kemarahan yang masih memuncak, Davin keluar dari kamar Imelda. Pria itu mendatangi Alex, orang kepercayaannya yang juga seorang agen intelijen yang kebetulan sedang berkunjung ke rumahnya. "Alex. Tolong perintahkan Marco datang ke rumah ini sekarang juga," cetus Davin dengan wajah dinginnya.
Tanpa perlu diperintahkan lagi, Alex langsung menghubungi Marco yang kebetulan berada tak jauh dari rumah Davin. Tak berapa lama datanglah Alex, dengan ekspresi wajah yang sedikit takut. Karena di organisasi, Davin merupakan atasan mereka. Akhirnya Marco datang juga ke rumah itu. "Ada apa, Bos? Sepertinya keadaan sangat darurat," tanya Marco begitu melihat kecemasan pria yang menjadi atasannya itu.
Marco adalah seorang hacker yang direkrut khusus oleh badan intelijen. Berkat kemampuannya meretas berbagai sistem, pria itu menjadi anak buah Davin beberapa tahun yang lalu. "Kamu retas seluruh CCTV di sekitar rumah sakit 6 minggu yang lalu. Aku ingin mengetahui apa yang dilakukan Imelda 6 minggu yang lalu. Tunjukkan pria mana yang berani membawa anakku," ucapnya pada Marco yang mulai sibuk meretas seluruh CCTV di sekitar RS. Dengan perasaan yang sangat cemas, Davin mulai tidak sabar untuk melihat pria seperti apa yang telah menghamili anaknya. Pria itu membiarkan Marco mengerahkan segala kemampuannya untuk menemukan jejak Imelda 6 minggu yang lalu.
Satu jam kemudian, Marco menghentikan pencariannya. "Aku sudah menemukannya, Bos." Marco memandang Davin yang terlihat sudah sedikit lelah karena menunggu.
Davin langsung menatap layar di depan Marco. "Imelda pergi ke club malam dengan penyamaran?" Pria itu masih tidak percaya dengan yang dilihatnya.
"Ada yang lebih mengejutkan dari ini, Bos." Marco mempercepat video itu, terlihat sangat jelas Imelda yang sedang mabuk dibawa oleh seorang pria keluar dari club malam itu. "Siapa pria itu?" tanya Davin dengan aura dingin yang membekukan.
"Pria itu anak tunggal dari target operasi kita, Adi Prayoga. Aku sudah melakukan berbagai pindai wajah dan ternyata benar pria yang membawa Imelda adalah Brian Prayoga," jelas Marco dengan wajah yang juga sangat tegang.
Mendadak Davin lemas seketika, dia tak pernah membayangkan jika Imelda hamil dari anak musuhnya sendiri. Bahkan Adi Prayoga adalah bos mafia yang diincar oleh badan intelijen sejak lama. Jaringan mafia itu melakukan transaksi jual-beli senjata ilegal dan banyak kejahatan lain dengan begitu rapi hingga sangat sulit ditangkap.