"Bukankah dia gadis beruntung yang di angkat menjadi anak oleh ibumu?" Lucas mengalihkan bola matanya ke arah luar jendela, menatap gadis mungil yang tengah berjalan di koridor dengan tatapan sebeku gurun gobi. Seketika iris tajamnya menggelap dengan kedua tangan mengepal erat dan rahang mengeras hingga terdengar bunyi gigi bergemelatuk.
Kris yang menyadari perubahan pada raut wajah lucas berusaha mengusap bahunya perlahan, mengisyaratkan pada sang sahabat untuk menahan amarahnya meskipun ia tahu jika Lucas bukanlah seseorang yang mudah untuk meredam emosi semudah membalikkan telapak tangan.
Walaupun iris gelap itu memancarkan api kemarahan, tetapi entah kenapa Kris merasa begitu yakin jika kebencian Lucas pada Cerena hanya akan bersifat sementara. Bahkan ia sangat meyakini jika suatu saat nanti sahabatnya itu pasti akan menyadari bahwa Cerena bukanlah gadis yang patut untuk ia benci dengan alasan apapun. apalagi hanya karena gadis itu yang secara tiba-tiba hadir di tengah-tengah keluarganya sejak dua tahun yang lalu.
"Menurutku dia gadis yang cantik, dari pada kau menghabiskan waktumu hanya untuk membenci gadis itu, bukankah lebih baik kau pacari saja dia?" candaan yang meluncur dari bibir Samuel membuat seisi kelas meledakan tawa riuh, namun sedetik kemudian suara tawa itu menghilang di gantikan dengan gebrakan meja yang menggema, dan di susul dengan tersungkurnya tubuh samuel di atas lantai setelah lucas mendaratkan satu pukulan telak tepat di rahang kirinya.
"Jangan pernah sekalipun kau mengatakan hal bodoh itu padaku, sampai mati pun itu tidak akan pernah terjadi, gadis miskin itu sangatlah menjijikkan, bahkan lebih menjijikkan dari seorang pelacur"
"Astaga apa yang kau lakukan?" Zico yang terkejut segera melangkah mendekati Samuel yang sedang meringis kesakitan sembari mengusap rahangnya yang terlihat sedikit memar.
"Kita ini sudah berteman sejak lama cas, dan kau tahu kalau Sam hanya bercanda, seharusnya kau tidak perlu memukulnya seperti itu" lanjutnya sembari memapah samuel dan berusaha mendudukkannya di kursi. Samuel yang merasakan rahang nya ngilu hanya mampu mengumpat dalam hati, awalnya ia hanya ingin membuat lelucon, tetapi dia benar-benar tidak menyangka jika lucas akan semarah itu hingga memukulnya.
"Kau bisa bercanda denganku tentang apapun, tetapi jangan pernah sekalipun kau mengatakan hal yang menjijikkan seperti itu padaku, atau aku akan benar-benar membuatmu tidak bisa lagi untuk membuka mulut" tatapan dingin dari iris gelap Lucas membuat Samuel terdiam untuk beberapa saat, sahabatnya itu memanglah sangat menakutkan jika sedang dalam keadaan emosi, seakan ada sosok iblis yang bersemayam disana.
"Aku benar-benar minta maaf, aku hanya....." Tanpa mempedulikan Samuel yang belum sempat menyelesaikan ucapannya, Lucas lebih memilih melangkah pergi menuju pintu keluar. Namun langkahnya harus terhenti ketika melihat Cerena yang tengah berdiri mematung di ambang pintu dengan iris coklat keemasannya yang mulai berkaca-kaca.
"Apa kau puas sudah membuat hidupku menjadi kacau? Kau adalah orang paling tidak tau diri dan menjijikkan yang pernah ku temui" ucapan lucas berhasil membuat Cerena tertohok dengan keras, kerongkongan tercekat, bahkan ia tidak bisa hanya untuk menelan salivanya sendiri.
Ini bukanlah kali pertama lucas memperlakukannya seperti ini, tapi entah kenapa hari ini sangatlah berbeda, rasanya sangat sakit seakan ada ribuan ton batu yang berhasil menghantam tubuhnya. Masih terngiang dengan jelas saat lucas menyebutnya menjijikkan, sebenci itukah pria itu padanya?
"Pergilah dari kehidupanku dan keluargaku, atau aku yang akan membuatmu pergi menggunakan caraku? Dan akan ku pastikan, jika saat itu benar-benar terjadi maka jangan harap akan ada seorangpun yang bisa menolongmu, pelacur"
Tanpa merasa bersalah sedikitpun Lucas melangkah pergi setelah berhasil membuat buliran kristal bening meluncur dari kelopak mata cantik Cerena. Namun baru beberapa detik ia menghentikan langkahnya untuk kembali menatap Cerena kemudian meludah tepat di depan gadis mungil itu.
Pelacur? Apakah pantas Lucas mengatakan hal itu padanya? apakah semua yang ia lakukan selama ini bisa di sebut sebagai pelacur?. Tidak, dia bukan seorang pelacur, dia melakukan semua itu karena memiliki alasan yang sangat kuat yang semua orang bahkan tidak akan pernah mengerti ataupun mengetahuinya, begitupun dengan Lucas.
Cerena mencoba menerobos kerumunan siswa yang tengah berjalan di koridor tanpa mempedulikan lucas yang masih menatapnya dengan tatapan penuh kebencian, ia ingin segera pergi dari hadapan pria itu saat ini juga. Karena semakin bertahan maka akan semakin sakit juga yang ia rasakan, dan akan semakin membuat lucas mengerti begitu lemahnya ia yang tidak bisa berbuat apapun untuk menyangkal semuanya.
Ini semua bukanlah keinginannya untuk tinggal bersama dengan keluarga kaya raya, mendapatkan semua fasilitas mewah dan sekolah yang mahal, semua ini karena suatu keadaan yang tidak bisa ia tolak begitu saja. Jika bisa ia akan memilih tetap tinggal di desa dimana tempat ia lahir dan di besarkan, tempat dimana semua kenangan indah terukir, orang tua, keluarga dan sahabat yang selalu tertawa bersama.
Cerena terus berlari menaiki tangga untuk menuju ke roftoop yang berada di lantai 7 sekolahnya, beberapa kali kakinya harus terbentur anak tangga dan membuatnya terjatuh dengan luka lecet yang lumayan perih. Namun ia tak peduli, yang ia butuhkan saat ini hanyalah bersembunyi dan menangis tanpa di ketahui orang lain.
Meskipun sebenarnya itu tidak mungkin, karena ia tahu jika air matanya sudah sejak tadi meluncur bahkan saat ia berlarian di tengah koridor, dan sangat mustahil jika para siswa tidak melihat nya menangis saat itu, apakah ia terlihat begitu menyedihkan? bolehkah jika ia marah pada tuhan yang sudah menempatkannya dalam keadaan seperti ini?.
"Aku benar-benar tidak mengerti dengan gadis jaman sekarang, hanya karena seorang pria ia rela berlarian hingga terluka, dan sekarang menangis di tempat seperti ini seperti orang bodoh" Cerena yang masih menangis sesenggukan terlonjak kaget saat seorang pria tengah berdiri tepat di depannya dengan senyum menyeringai. Pria itu memiliki tubuh tinggi, wajah tampan dan surai biru dengan bola mata abu-abu yang menjadikannya terlihat sangat sempurna.
Namun yang menjadi pertanyaan, kenapa pria itu bisa ada di sana? apakah pria itu mengikutinya dari lantai 2 sekolah hingga ke roftoop? ah itu sangat tidak mungkin bukan, bener-bener tidak masuk akal. Bagaimana mungkin ia bisa mempunyai pikiran bodoh semacam itu? tetapi bagaimana bisa pria itu mengetahui jika ia menangis karena seorang pria? apakah itu berarti dia juga melihat dan mendengar semua ucapan lucas yang di tujukan padanya? ah sangat memalukan bukan.
"Seharusnya kau jelaskan saja semuanya pada kekasihmu, bukannya malah berlari dan menangis di tempat seperti ini, benar-benar gadis bodoh"
"Kekasih?" gumam cerena bingung, apakah pria itu berfikir jika Lucas adalah kekasihnya?
"Ya, aku melihat semuanya, dimana kekasihmu yang sedang marah padamu dan kau malah hanya diam saja, apakah kau bisu hah? aku sangat benci melihat gadis seperti mu yang bisanya hanya menangis tanpa mau memberikan perlawanan sedikitpun" entah kenapa ucapan pria bersurai biru itu malah membuat Cerena geli setengah mati, bagaimana bisa dia beranggapan sesuatu yang sangat mustahil? benar-benar konyol.
"Kau salah" Cerena beranjak dari tempat duduknya kemudian melangkah mendekati dinding pembatas yang tingginya hanya sebatas lutut, dan dari sana dia bisa melihat semua pemandangan kota tanpa terhalang apapun, termasuk jalan raya yang berada di bawah sana. Dia yakin jika tempat ini adalah tempat yang sangat cocok untuk melakukan aksi bunuh diri, karena dapat di pastikan dia akan langsung mendarat di bawah sana dan seketika mati tanpa bisa merasakan apapun.
"Hey, aku tidak pernah salah" sela pria bersurai biru itu tak terima kemudian ikut melangkah bersama Cerena ke tepi dinding pembatas.
"Kenapa kau begitu yakin jika dia itu adalah kekasihku?"
"Tentu saja, aku memang siswa baru disini, tetapi aku memiliki mata alien yang sangat hebat. dan aku sangat pandai membaca sesuatu hal bahkan saat baru pertama kali melihatnya" Cerena hanya mengangguk anggukkan kepalanya seolah mengerti, padahal pada kenyataannya tidak sama sekali.
"Kau bisa memanggilku Mark" ujar pria itu lagi sembari mengulurkan tangannya, untuk beberapa saat Cerena menatap Mark dengan ragu, namun akhirnya ia ikut membalas uluran tangan pria itu kemudian tersenyum lembut.
"Cerena"
"Nama yang cantik" gumam Mark pelan namun masih bisa di dengar dengan jelas oleh Cerena yang hanya berjarak beberapa jengkal dari tempatnya berdiri.
Mark adalah orang yang humble dan sangat menyenangkan, bahkan baru beberapa menit bertemu kini mereka sudah saling mangenal dan akrab satu sama lain. Bergurau, bahkan tertawa bersama tanpa menyadarai jika saat ini jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, yang artinya sudah waktunya jam pulang sekolah.
.
Cerena terlonjak kaget ketika pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba dan melihat lucas berjalan memasuki kamar dengan wajah memerah menahan amarah, gadis itu berusaha mengabaikan keberadaan lucas, ia lebih memilih membalikkan tubuh untuk menuju ke arah kamar mandi. Ia ingin segera membersihkan tubuhnya yang lelah setelah seharian penuh berkutat dengan berbagai pelajaran sekolah yang memenuhi otaknya.
Namun baru beberapa langkah, Lucas sudah lebih dulu menarik pergelangan tangannya dengan kasar kemudian mendorong tubuh gadis mungil itu hingga membentur dinding dengan menekan tangannya ke belakang.
Cerena yang merasa kesakitan, sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dari cengkeraman itu. Namun semakin ia memberontak maka akan semakin kuat pria itu menekan tangannya hingga terasa ngilu, lagipula ia juga sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun untuk melawan Lucas.
"Siapa pria itu?" suara yang terdengar dingin namun penuh penekanan itu membuat cerena tertegun, ini sangatlah berbeda dari Lucas yang biasanya.
Jika pria itu berbicara dengan suara lantang dan nada penuh penghinaan bukanlah sesuatu yang baru untuknya, namun entah kenapa nada suara Lucas kali ini benar-benar membuat gadis mungil itu ketakutan setengah mati. Bahkan ia harus menelan salivanya dengan susah payah dan berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan ketakutannya. Walaupun sebenarnya ia tahu jika lucas bukanlah orang yang mudah untuk di kelabuhi, apalagi mengingat sifat pria itu yang seperti iblis.
"Ap... Apa maksudmu?"
"Jangan berpura-pura bodoh! kau pikir aku tidak tahu jika kau pulang dengan seorang pria" gadis mungil itu tidak tahu harus menjawab apa, lagipula dia dan Mark baru saja bertemu, apakah mereka bisa di katakan sebagai seorang teman? Tapi bukankah akan terdengar aneh jika dia mengatakan tidak mengenalnya.
"Itu bukan urusanmu!" mendengar jawaban yang tidak sesuai dengan keinginannya, membuat Lucas mengeram dan semakin menekan pergelangan tangan Cerena hingga suara desisan kesakitan meluncur dari bibir tipis gadis mungil itu.
Dengan kasar pria itu membalikkan tubuh Cerena dan menghadapkan padanya, untuk beberapa saat ia tertegun melihat keberanian gadis itu yang manatap matanya dengan rahang mengeras seakan memberikan perlawanan. Namun tak di pungkiri jika ia bisa melihat ketakutan yang luar biasa di dalam iris coklat keemasan itu.
"Kutanya padamu, SIAPA PRIA ITU" Cerena terjengkit saat lucas menaikkan nada suaranya, bahkan kini jemari pria itu menekan rahangnya dengan kuat.
"Dia temanku" dengan susah payah akhirnya suara itu meluncur dari bibir cerena
"Teman kau bilang? Memangnya kau pikir ada orang yang mau berteman denganmu, hah? kau mimpi" Yah, selama ia berada di kota ini memang tidak ada seorangpun yang mau berteman dengannya, jangankan berteman, bahkan hanya untuk sekedar menyapa saja tidak ada. Tapi Mark berbeda, pria itu bahkan mau berteman dengannya meskipun baru pertama kali bertemu.
"Kenapa tidak? dia orang yang sangat baik, dia adalah orang yang bisa menghargai keberadaanku, tak peduli bagaimanapun keadaanku"
"You're stupid, lalu apa kau pikir dia masih ingin menjadi temanmu setelah tahu siapa kau yang sebenarnya"
"Apa maksudmu?" melihat wajah Cerena yang sedikit memerah membuat Lucas tak bisa untuk tidak menyeringai, seringaian yang kejam dan menakutkan.
"Bagaimana jika aku membuka mulutku dan mangatakan semua tentangmu padanya? Aku yakin dia akan langsung membuangmu dan tidak akan pernah sudi lagi mengenalmu, bahkan dia akan jijik melihatmu, pelacur"
Entah kenapa setiap kata-kata pelacur yang keluar dari bibir lucas mampu menohoknya dengan keras, hal itu membuat dadanya sesak seakan di timpa ribuan ton batu yang menghentikan jalannya udara ke dalam rongga paru-parunya.
"Jika aku pelacur lalu bagaimana denganmu? Bukankah hanya pria brengsek yang mau menghabiskan waktunya bersama dengan seorang pelacur?"
"Ya, aku memang pria brengsek yang akan selalu menghancurkan kehidupanmu"
"Jika memang itu yang kau inginkan maka kau sudah sangat berhasil, hidupku sudah hancur sehancur-hancurnya karena dirimu, dan kau dengan tidak punya hatinya masih bisa bangga dengan semua yang kau lakukan padaku"
"Tentu saja aku sangat bangga, aku tidak akan pernah berhenti untuk membuatmu menderita, sampai kau benar-benar menyingkir dari kehidupan keluargaku"
"Kau menginginkan aku pergi bukan? baiklah aku akan pergi sekarang juga, dan terimakasih atas semua perlakuanmu padaku selama ini" entah mendapat keberanian dari mana Cerena mendorong tubuh Lucas untuk menjauh dari hadapannya, kemudian dia berjalan ke arah lemari pakaian dengan membawa sebuah koper yang sebelumnya sudah ia isi dengan beberapa baju dan perlengkapan sekolahnya.
Lucas yang sedang mencerna kata-kata Cerena masih setia berdiri mematung di tempatnya, tanpa bergeming sedikitpun. apakah ia tidak salah? apakah gadis itu benar-benar akan pergi dari kehidupannya? lalu kenapa ada perasaan sesak di bagian dalam dadanya hingga terasa nyeri.
Bukankah seharusnya ia lega dan puas karena berhasil membuat gadis itu menjauh dari kehidupannya? ah itu pasti hanya perasaan tidak rela dan kecewa saja karena mulai saat ini ia tidak akan bisa lagi menyiksa gadis itu untuk melampiaskan kemarahannya.