Markas Pusat Pembunuh memiliki cara tersendiri untuk mengukur kemampuan para pembunuhnya. Kemampuan mereka diukur berdasarkan tingkat lencana yang mereka dapat, bagi pembunuh yang belum mendapat lencana, mereka tidak boleh melaksanakan misi utama.
Lencana itu sendiri dibagi menjadi 4, C untuk pemula, B untuk tingkat sedang, A untuk tingkat hebat, dan AX untuk pembunuh tingkat tertinggi, kemampuannya tentu tidak bisa diragukan lagi. Untuk lencana AX, sangat jarang ada orang yang mendapatkannya. Bahkan Arian sekalipun harus menempuh waktu 4 tahun untuk mendapatkannya.
Dan hari ini Raina mendapatkan lencana itu, tapi sepertinya dia juga mendapatkan hadiah lain.
Mungkin hadiah itu adalah pertemuannya dengan Roy Sunjaya, rahasia masa lalunya yang tidak diketahui Arian.
"Wah,lihat dia sangat tampan..."
"Ah... dia menghampiri nona Raina, apa dia ucapan selamat pertamanya akan diberikan pada nona Raina, beruntung sekali..."
"Ya ampun...dia bahkan lebih tampan dari Tuan Arian."
"Aku ingin memegang wajahnya... Dia sangat tampan."
Roy berjalan ke arah Raina tanpa mempedulikan komentar orang orang. Kedua mata itu akhirnya bertemu, namun rupanya Raina malah mamalingkan wajahnya dari tatapan Roy. Dari mata Raina, jelas terlihat kesedihan tapi dia berusaha menutupinya agar orang lain tidak curiga.
Roy mengulurkan tangannya dengan senyum manis sambil berkata, "Selamat Nona Raina, pencapaian anda benar benar hebat. Tapi jangan malu malu begitu, saya tidak akan menggigit anda kok..."
Demi menjaga imagenya, Raina membalas uluran tangan Roy dengan dingin. Orang orang yang melihat mereka, tidak terlalu senang dengan reaksi Raina tapi mereka tidak berani berkata kata karena takut akan menyinggung perasaan Raina.
"Terima kasih atas ucapan selamat yang anda berikan..." ia menarik tangannya dengan cepat lalu berjalan pergi meninggalkan aula.
Ia berhenti di lorong utama dan bersandar di dinding lorong itu, matanya terasa hampa. Sejujurnya, dia tidak mengharapkan pertemuan itu, apalagi setelah mengingat hubungannya dengan Roy di masa lalu.
Dia menghancurkan kehidupan masa mudaku... Tapi bagaimana dia bisa tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun?
Klotak...klotak...klotak...
Suara sepatu hak tinggi itu membuat telinga Raina risih, ia heran melihat segerombolan orang mengejar seorang gadis muda. Segerombolan orang itu terlihat seperti penjaganya dan gadis muda itu terlihat seperti kabur dari mereka.
"Hentikan!!" perintah Raina dengan tatapan dingin, seketika orang orang itu berhenti di hadapannya. Tatapan mata itu mengingatkan mereka pada tuan mereka.
"Jika gadis ini tidak ingin ikut jangan paksa dia, biarkan dia di sini!! Kalian pergilah!!"
Orang orang itu ingin protes namun mereka tidak berani berhadapan dengan mata itu, mereka akhirnya pergi tapi mereka tetap mengawasi dari jauh. Mereka khawatir terjadi sesuatu dengan nona mereka.
"Terima kas-" belum selesai gadis itu menyelesaikan perkataannya, Raina sudah terlebih dahulu memotong pembicaraan, "Jangan berlarian di lorong dengan sepatu hak tinggi, itu sangat berisik..."
"Hah? Aku? Berisik? Apakah kamu menyuruh mereka pergi karena suara langkah kakiku yang berisik?" Gadis itu bertanya dengan nada kesal, Raina hanya bisa mengangguk dan kembali menyandarkan badannya ke dinding.
Huh....kenapa wanita ini sangat mirip dengan Kak Roy? Sikapnya itu benar benar....membosankan!!!!
"Baiklah Nona, karena kamu sudah menolongku maka aku akan memperkenalkan diri. Aku adalah Evelyn Sunjaya, kakakku sedang ada acara khusus di sini dan dia memerintahkan para penjaga itu untuk mengawasiku. Aku bosan jadi aku kabur dan mereka malah mengejar seperti pencuri..."
Hmm....Evelyn Sunjaya? Artinya dia adik Roy, tapi kenapa dulu aku tidak pernah melihatnya?
"Jadi begitu..."
Tap...tap...tap...
Roy tiba tiba muncul dan memarahi adiknya, "Evelyn, sedang apa kamu di sini? Bukankah kakak sudah menyuruhmu untuk menunggu di mobil. Sekarang, kembalilah ke mobil dan jangan kabur kabur lagi..." saat memarahi Evelyn, dia menatap Raina dengan tajam seakan Raina telah melukai adiknya.
"Kalian semua bawa Evelyn kembali ke mobil, ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Nona ini." para penjaga yang dari tadi mengawasi Evelyn dari jauh segera datang dan menyeret Evelyn ke mobil.
Kini hanya tersisa Roy dan Raina dalam lorong itu, mereka saling memalingkan wajah mereka dengan enggan, lorong itu menjadi sangat hening hingga akhirnya Roy memecah kesunyian.
"Jangan ganggu adikku, dia tidak mengerti dunia kita. Aku tidak ingin kamu membuat dia melihat betapa kejamnya kita, aku tidak mau dia membenciku."
Raina terdiam sejenak lalu menjawab, "Itu bukan urusanku...." ia berjalan pergi namun Roy kembali menahan langkahnya. Dia menggenggam tangan Raina dengan erat, ekspresi serius terlihat dengan jelas di wajahnya.
"Tunggu dulu Raina Muren..." mendengar nama itu, Raina segera menepis tangan Roy dengan kasar. Ia benci saat orang yang tidak ia harapkan menyentuhnya sesuka hati.
"Tuan Roy tolong jaga sopan santun anda, saya adalah Raina Zeto bukan Raina Muren. Saya harap anda bisa mengingat hal itu..."
"Baiklah, kamu Raina Zeto. Karena kamu adalah Raina Zeto maka bersiaplah untuk bermain denganku..."
Raina hanya tersenyum kecil lalu berjalan pergi meninggalkan Roy, saat menyusuri lorong ingatannya melayang pada masa 20 tahun lalu, saat itu adalah saat di mana dia bertemu Roy untuk pertama kali.
Ia masih mengingat dengan jelas jika hari itu dia sedang sibuk melukis di halaman rumahnya, tepatnya di bawah pohon rindang. Tiba tiba seorang anak lelaki yang terlihat berumur 9 tahun mendekatinya, anak lelaki itu sangat tampan dengan kulit putih bersih, mata coklat yang bercahaya di bawah sinar matahari dan bibir mungil yang semakin menambah keindahan anak lelaki itu.
Raina terpana, ia meletakkan kuasnya dan menatap anak itu dengan senyum manis. Anak itu mendekatinya dan mengulurkan tangannya sambil berkata dengan nada lembut, "Hai, aku Roy. Ibuku sedang berkunjung ke rumah ini. Saat melihatmu aku ingin berteman denganmu. Boleh kan?"
Tanpa pikir panjang Raina membalas uluran tangan itu, "Aku Raina, aku mau kok berteman dengan kamu. Tapi kenapa kamu memakai baju yang begitu tebal di cuaca panas seperti ini? Apa kamu sedang sakit?"
"Nggak kok, aku nggak sakit. Cuma...."
Roy ragu melanjutkan perkataannya dan hal itu membuat Raina semakin penasaran.
Tanpa banyak bicara, ia membuka lengan jaket Roy, saat melihat lengan Roy ia sangat terkejut.
Lengan Roy penuh dengan bekas luka, kini dia tahu alasan mengapa Roy memakai pakaian yang begitu tebal di siang hari, rupanya dia berusaha menutupi bekas lukanya.
Melihat hal itu, Roy kembali menutup lengan jaketnya. Dia yakin jika Raina akan merasa ketakutan begitu melihat bekas lukanya. Tapi sepertinya Roy salah menebak, Raina justru merasa bersalah sekaligus kasihan kepada Roy. Dia berpikir bagaimana bisa anak lelaki semuda itu memiliki begitu banyak bekas luka.
"Apa kamu merasa takut dengan bekas lukaku? Didikan ibuku sangat keras dan itu membuatku mendapat banyak bekas luka ini. Kamu akan tetap menjadi temanku kan?"
Tanpa disadari, Raina menitikkan air mata kemudian memeluk Roy dengan erat. Walaupun dia tidak memiliki bekas luka seperti Roy tapi dia tahu pasti akan sangat menyakitkan memiliki banyak bekas luka di tubuh.
"Pasti sakit sekali bukan?"
"Tenang saja aku pasti akan menjadi temanmu, siapa yang bisa menolak menjadi teman dari anak lelaki kuat sepertimu..." Katanya lagi sambil melepas pelukannya.
Sejak hari itu Roy dan Raina menjadi sangat dekat, mereka akan melukis bersama, bermain sepeda bersama, mengerjakan pr sekolah bersama, mereka selalu melakukan semua hal bersama hal itu membuat mereka semakin dekat.
Kedekatan mereka terus berlanjut hingga suatu hari mereka bertemu seorang anak lagi, saat itu usia Raina sudah 9 tahun dan usia Roy sudah menginjak 11 tahun.
Hari itu adalah hari yang cerah, tapi saat itu Roy tidak datang ke rumah Raina dan hanya ibunya yang berkunjung. Hal itu membuat Raina cemas. Dia mencari Roy di taman tempat mereka biasa bermain, di sana dia melihat seorang anak lelaki yang sedang memanjat pohon.
"Hei, apa kamu melihat seorang anak lelaki seusiamu? Dia sangat tampan dan dia juga memakai pakaian yang tebal..." Teriak Raina pada anak itu, dia terkejut saat anak itu tiba tiba melompat dari atas pohon.
Anak itu tidak kalah tampan dari Roy, dia tersenyum kecil dan segera menjawab pertanyaan Raina, "Ya, tadi aku melihat beberapa orang membawanya ke gudang bekas..."
Mendengar itu, Raina sangat panik hingga hampir menangis. Dia tidak ingin percaya tapi dia juga tidak bisa tidak percaya pada perkataan anak lelaki itu. Ia menggenggam tangan anak itu sambil menangis, "Tolong bawa dia padaku...dia temanku, aku mohon..."
"Baiklah, tapi kamu juga harus menjadikanku temanmu, bagaimana?"
"Baiklah..."
Anak lelaki itu tersenyum senang dan berlari pergi hingga sampai ke sebuah gudang bekas yang lusuh. Dia melihat beberapa orang menyekap Roy dan memukuli Roy.
"Hei, karena ibumu itu berani melawan kami maka kamu yang harus menerima akibatnya..."
Melihat hal itu, dia mendekati mereka dan berbicara, "Paman, aku menjual teh manis di sana. Apakah Paman ingin membelinya? Pasti sangat enak minum teh manis di cuaca panas begini..." awalnya orang orang itu curiga tapi akhirnya mereka tergiur juga.
Mereka berjalan pergi dan meninggalkan Roy sendirian, saat mereka akan berjalan keluar. Anak itu menendang mereka dengan tendangan jitu, walaupun badannya terbilang tidak terlalu besar tapi tenaganya cukup besar untuk ukuran anak sekecil itu.
Dia melepaskan tali yang mengikat Roy dan membawa Roy lari dari tempat itu. Saat mereka sudah agak jauh, Roy menghentikan langkahnya dan tersenyum, "Terima kasih..."
"Tidak perlu berterima kasih, teman wanitamu yang memintaku menyelamatkanmu jadi berterima kasihlah pada dia dan jadikan aku teman kalian." katanya sambil menarik tangan Roy untuk berlari kembali, sementara itu Roy hanya bisa mengangguk mendengar permintaan anak itu.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di taman tempat Raina berada. Saat melihat Roy, Raina sangat senang dan berterima kasih pada anak lelaki itu.
"Terima kasih ya, ngomong ngomong siapa namamu?"
"Iya siapa namamu? Aku belum sempat menanyakan hal ini tadi..."
"UMM, aku Noah...kalau kalian?"
"Aku Raina..."
"Dan aku Roy, mulai sekarang kita akan menjadi teman. Aku sangat senang karena bisa berteman dengan anak pemberani seperti kamu."
"Terima kasih, kalian sangat baik."
Sejak hari itu, mereka bertiga berteman dekat. Jika dulu hanya Roy dan Raina maka sekarang sudah ada Noah yang menambah kelengkapan persahabatan mereka.
Persahabatan itu berjalan selama bertahun tahun, suatu hari saat hari ulang tahun Raina. Noah dan Roy memberi sebuah hadiah berupa kalung berinsial "RNR".
"Raina kita semua akan memakai kalung ini, insial RNR ini artinya Raina, Noah, Roy. Bagus bukan? Ini akan mengingatkan kita kalau kita bersahabat." kata Noah sambil memakaikan kalung itu di leher Raina, rupanya dia dan Roy sudah memakai kalung itu terlebih dahulu.
"Terima kasih, kalung ini bagus banget."
Setelah selesai memberikan hadiah, mereka bertiga berfoto bersama.
Ya, itulah yang akan mereka lakukan ketika salah satu dari mereka berulang tahun. Mereka akan menyiapkan kejutan, memberi hadiah, dan berfoto bersama. Saat saat itu akan menjadi saat terindah dalam hidup mereka.
.....
Puuukkk....
Raina tersadar dari lamunannya dan menatap Arian yang dari tadi sudah menepuk beluk bahunya.
"Ada apa? Apakah ada masalah? Kenapa kamu terlihat sedih?"
"Tidak ada....aku akan beristirahat sebentar" jawabnya dengan singkat lalu berjalan pergi menuju ke ruang istirahat.
Ada masalah apa dengan anak itu? Sepertinya dia terlihat sedih sejak melihat Roy Sunjaya? Apa mungkin mereka memiliki hubungan khusus di masa lalu?
~ BERSAMBUNG ~