Aldo pun akhirnya mengantarkan Zenata dan Zaki pulang ke rumah mereka.
Aldo lalu membukakan pintu mobilnya dan membantu Zenata untuk mengeluarkan ayahnya.
"Kamu bukain pintunya aja. Biar saya aja yang memapah ayah kamu," ucap Aldo.
Zenata pun mengangguk.
"Iya mas. Makasih banyak ya mas," ucap Zenata.
Aldo pun mengangguk. Zenata lalu melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya.
Zenata lalu membuka pintu rumahnya. Aldo dan Zaki pun lalu memasuki rumah.
"Bapak di kamar aja ya," ucap Zaki.
Aldo dan Zenata pun mengangguk. Zenata lalu menunjukkan di mana kamar Zaki dan Aldo pun membawa Zaki ke kamarnya.
"Ayah istirahat ya. Jangan memikirkan apa-apa. Ayah harus sehat," ucap Zenata.
Zaki pun mengangguk.
"Iya nak. Nak Aldo sekali lagi terima kasih ya nak," ucap Zaki.
Aldo pun mengangguk.
"Iya sama-sama pak. Mari," ucap Aldo lalu ke luar dari kamar Zaki.
Zenata meletakkan tas Zaki di atas meja kamar.
"Ayah, Zenata ke luar sebentar ya untuk bicara sama mas Aldo. Zenata ingin berterima kasih lagi dengan mas Aldo," ucap Zenata.
Zaki pun mengangguk.
"Iya nak. Kalian mungkin bisa mengobrol terlebih dahulu. Sepertinya Aldo adalah lelaki yang baik," ucap Zaki.
Zenata pun mengangguk.
"Iya yah. Zenata permisi ya," ucap Zenata lalu ke luar dari kamar Zaki.
Ia melihat Aldo yang sedang berdiri di pintu rumah.
"Hmm mas Aldo mau duduk dulu?" tanya Zenata pada Aldo.
Aldo pun mengangguk.
"Iya boleh ze," ucap Aldo.
Mereka lalu duduk di kursi yang terdapat di ruang tamu.
"Mas mau minum teh gak?" tanya Zenata pada Aldo.
Aldo pun menggeleng.
"Gak usah Ze. Saya gak lama kok," ucap Aldo.
Zenata pun mengangguk.
"Oh iya mas," ucap Zenata.
Suasana pun menjadi hening seketika. Tak ada obrolan di antara mereka.
Melihat situasi yang canggung seperti itu, Aldo pun akhirnya bersuara.
"Hmm kamu ini mahasiswi semester akhir yang baru akan magang?" tanya Aldo.
Zenata pun mengangguk.
"Iya mas," ucap Zenata.
"Bagaimana bisa?" tanya Aldo.
"Hmm jadi pada saat itu seharusnya saya sudah magang mas. Dan seharusnya tahun lalu saya juga sudah lulus kuliah namun dikarenakan magang saya gagal jadinya saya terpaksa harus mengulangnya lagi," ucap Zenata.
"Kenapa magang kamu bisa gagal? Apa yang terjadi?" tanya Aldo.
Zenata menunduk dengan lesu. Ia lalu menghela nafasnya.
"Ketika magang pada saat itu saya sering sekali tidak hadir sehingga pihak perusahaan mengeluarkan saya," ucap Zenata.
Aldo mengernyitkan keningnya.
"Apa yang membuat kamu menjadi sering tidak hadir? Kamu pasti punya alasan kan? Bukan karena malas kan?" tanya Aldo.
Zenata menggeleng.
"Enggak mas. Jadi saat itu ibu saya sedang sakit keras sehingga saya harus merawat ibu saya. Sedangkan ayah, ayah harus bekerja untuk mencari uang pengobatan untuk ibu. Jadi saya sering sekali tidak masuk magang," ucap Zenata.
Aldo terdiam selama beberapa saat. Ia mengingat isi dari note tersebut yang mana tertulis bahwa ayah Zenata menjadi seperti itu atau hilang arah karena kematian ibu Zenata.
'Ya Allah berat sekali hidup Zenata. Dia harus menanggung semua beban hidupnya sendiri. Ibunya bahkan telah meninggal. Dan sekarang ia hanya memiliki seorang ayah. Ayahnya pun saat ini kondisinya seperti itu. Ya Allah kasihan sekali dia. Betapa baiknya kamu Zenata.' ucap Aldo di dalam hatinya.
Aldo pun mengangguk.
"Kamu hebat bisa menjalani semua ini ze. Saya bangga sama kamu. Mungkin jika saya yang ada di posisi kamu maka saya tidak akan sekuat kamu. Kamu benar-benar perempuan yang hebat," ucap Aldo.
Zenata pun mengangguk.
"Terima kasih mas. Semua ini karena faktor keadaan mas. Kalau bukan saya, siapa lagi? Di keluarga ini hanya ada saya dan ayah saya. Jadi ini adalah hal yang sudah seharusnya saya lakukan sebagai seorang anak," ucap Zenata.
Aldo dibuat semakin kagum oleh Zenata. Aldo pun mengangguk.
"Iya ze. Hmm kamu sudah mendapatkan tempat magangnya?" tanya Aldo.
Zenata pun mengangguk.
"Alhamdulillah udah mas. Tadi dosen saya yang membantu," ucap Zenata.
Aldo pun mengangguk.
"Syukurlah kalau begitu. Hmm ya sudah saya permisi ya ze. Saya harus pulang sekarang," ucap Aldo.
Aldo pun bangkit dari posisi duduknya. Zenata pun begitu.
"Hmm iya mas. Sekali lagi terima kasih atas kebaikan mas pada saya dan ayah saya. Saya benar-benar gak tahu harus dengan apa membalas kebaikan mas," ucap Zenata.
Aldo tersenyum.
"Saya senang bisa membantu kamu. Kalau begitu saya permisi ya. Assalamualaikum," ucap Aldo.
"Waalaikumsalam. Hati-hati ya mas," ucap Zenata.
Aldo pun mengangguk. Aldo lalu beranjak dari rumah Zenata.
'Aku tidak pernah menemukan lelaki sebaik mas Aldo sebelumnya. Dia benar-benar sangat baik.' ucap Zenata di dalam hatinya.
........
Keesokkan harinya,
Zenata kini sedang bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan yang akan menjadi tempat magangnya mulai hari ini hingga tiga bulan ke depan.
Saat Zenata sedang bersiap-siap di kamarnya, ayahnya mengetuk pintu kamar Zenata.
Tok Tok Tok
"Iya yah? Masuk aja gak aku kunci kok," ucap Zenata.
Ceklek!
Ayah Zenata lalu membuka pintu kamar Zenata. Zenata lalu menghampiri ayahnya.
"Ada apa yah? Ayah mau makan? Zenata tinggal ceplok telur aja kok. Nasinya udah matang," ucap Zenata.
"Anak ayah cantik sekali," ucap Zaki tersenyum menatap Zenata.
Zenata pun ikut tersenyum.
"Ayah bisa aja. Heheh. Ayah ada apa ke kamar Zenata?" tanya Zenata.
"Ayah sudah ceplokin telur untuk sarapan kita hari ini. Kita sarapan sama-sama ya di ruang tamu," ucap Zaki.
Zenata membelalakkan matanya terkejut.
"Ayah masak?" tanya Zenata tak percaya.
"Hanya goreng telur kok nak. Ayo kita makan sama-sama," ucap Zaki.
"Ya Allah yah. Seharusnya gak usah. Zenata jadinya ngerepotin ayah dong," ucap Zenata.
"Enggak nak. Udah ayo kita sarapan dulu. Kamu sudah selesai siap-siapnya kan?" tata Zaki.
Zenata pun mengangguk.
"Iya yah. Ayo kita sarapan," ucap Zenata tersenyum.
Mereka lalu melangkahkan kaki mereka ke ruang tamu dan duduk. Di sana Zaki telah mempersiapkan nasi, telur ceplok dan juga kecap untuk mereka makan.
"Ayah siapin semua ini?" tanya Zenata.
Zaki pun mengangguk.
"Iya nak. Ayah ingin menjadi ayah yang berguna untuk kamu supaya ayah tidak merepotkan kamu terus," ucap Zaki.
"Ya Allah yah. Zenata sama sekali gak pernah merasa direpotkan oleh ayah kok. Ayah jangan berpikir seperti itu dong yah," ucap Zenata.
"Makasih ya nak selama ini kamu sudah sabar merawat ayah," ucap Zaki.
Zenata lalu memeluk ayahnya.
"Sudah kewajiban Zenata ya. Ketika kecil ayah dan ibu merawat Zenata. Maka sudah seharusnya ketika Zenata telah dewasa maka Zenata lah yang harus merawat kalian," ucap Zenata.
"Ayah benar-benar sangat beruntung memiliki anak seperti kamu nak," ucap Zaki.
"Terima kasih yah. Zenata juga beruntung bisa terlahir di keluarga yang penuh cinta ini," ucap Zenata.
'Maafin ayah ze karena sampai saat ini ayah belum bisa membahagiakan kamu. Bahkan ayah justru merepotkan kamu. Maafkan ayah nak. Semoga kamu bisa menjadi orang yang sukses, kamu bisa hidup bahagia dan Allah memberkahi hidup kamu. Aamiin.' ucap Zaki di dalam hatinya.
.......