"Kezia dimana kau Sekarang? sudah 2 hari aku tidak melihat mu, maafkan aku jika saja di hari itu aku mengatakan mu pulang terlebih dahulu mungkin kau tidak akan menghilang." kata Latif penuh sesal.
"Sudah lah nak jangan menyalahkan dirimu terus, kau bahkan tidak menyentuh makananmu sejak 2 hari yang lalu, kita akan menemukan nya nenek sangat yakin percayalah polisi akan segera mendapatkan informasi tentangnya." kata nenek Sia menasehati cucunya.
"Tapi nek bahkan detektif sewaan ku pun tidak bisa melacak keberadaan nya, dia kehilangan jejak setelah mengikuti mobil sang penculikan yang ternyata bukan." kata Latif frustasi, dia sangat merasa bersalah pada Zya sampai-sampai tidak ada waktu untuk makan selembar roti pun.
Di tempat lain dirumah orang tua Zya keduanya orang tuanya itu sangat panik dan ketakutan, mereka takut hal yang sama terulang kembali.
"Ayah... gimana dengan anak kita...hisk.. hisk..., kita bahkan tidak tau apakah dia dalam keadaan baik-baik saja atau tidak...." kata Sania , menangis dalam dekapan suaminya.
"Tenang lah Bunda sayang anak kita akan baik-baik saja...," kata Ayah Zya meyakinkan istrinya sembil bengusap pelan punggung istrinya untuk menenangkannya, yakin bocah itu tidak akan menyakiti Putri mereka, lanjut Andreas dalam hati nya.
"Bagaimana kamu begitu sangatlah yakin kalau putri kita dalam keadaan baik-baik saja, bagiama jika ingatannya pulih dan mungkin dia sangat membeci kita....hiks...hiks.. aku tidak mau kehilangan satu anak lagi." kata Sonia mencurahkan isi hati nya sambil menatap suaminya dengan rautmuka sedih.
"Jangan berpikir negatif terus, hal itu sangat tidak baik untuk kesehatanmu.... lagi pula anak kita itu terlahir menjadi perempuan kuat dan pengertian seperti dirimu....muach...," kata Andreas berusaha menengkan istrinya itu, dan mengecup kening dengan penuh kasih sayang.
Kemudian Sonia menenggelamkan mukanya di dada suami itu... dia masih saja malu jika pipinya memerah karna rayuan suaminya itu.
"Kenapa kau bersembunyi... aku merindukan pipimu yang bersemu merah itu." kata Andreas sambil mengeratkan pelukannya.
"Sebenarnya ada ingin ku ceritakan suamiku, tapi kau terlalu sibuk sampai tidak ada waktu untuk mendengarkan ceritaku." kata Sonia mengalihkan pembicaraan, sambil menyandarkan diri pada bahu suaminya.
"Apa yang ingin kau bicarakan istriku...." kata Andreas gemas sambil mencubit pipi gembul istrinya itu dengan kedua tangan.
"Aku... hemmmm, sebenarnya...., hemmm ibuku.... menjodohkan putri kita dengan cucu dari sahabatnya..., mereka telah bertunangan."
"Apa....?....bagaimana mungkin aku tidak dikasih tau akan hal itu sebelum?" kata Andreas memandang istrinya itu dengan kecewa. 'Pantas saja bocah itu bertindak sampai sejauh ini.' Andreas berbicara dalam hati.
"Aku.... bahkan tidak mengetahui jika ibuku akan menjodohkan putri kita...., dulu bahkan dia ingin menjodohkanku tapi sayangnya aku berusaha mengelak dan bertemu dengan mu kemudian mereka tidak bisa memaksa karna kau datang melamar ku bahkan ketika kita baru saling mengenal selama 3 hari di kampus." kata Sonia sambil mengenang masa lalu.
"Mereka tidak boleh melanjutkan pertunangan itu." kata Andreas tegas.
"Tapi kenapa tidak boleh, putri kita tidak pernah memiliki pacar bukah bagus jika mereka langsung bertunangan dan menikah." kata Sonia tidak kalah tegas.
"Tidak akan." kata Andreas dengan santai.
Begitu kehidupa kedua orang tua Zya kadang seperti Romeo dan Juliet jika akur, tapi jika berbeda pendapat akan seperti Tom dan Jerry.
"Pokoknya putri kita tetap akan menikah dengan pilihan ibuku itu, mereka sudah terlanjur tunangan, lagi pula laki-laki itu dari keluarga yang baik-baik." kata Sonia sedikit emosi.
"Tidak bisa." jawab Andreas dengan santai.
"Kenapa tidak bisa? apa yang salah dari pilihan Ibuku?" kata Sonia sewot.
"Putri kita telah menikah secara sirih 3 tahun yang lalu tepatnya dia koma selama 2 bulan waktu itu. dan pada saat itu, Ayah telah menikahkan Zya dengan cucu dari sahabatnya bisnisnya yang akan membantu membangun perusahaannya lagi asal cucunya itu dinikahkan dengan Zya." kata Andreas, dengan terus terang tidak bisa lagi merahasiakan hal itu pada istrinya.
"Kau merahasikannya dariku selama ini? kau juga bahkan mengorbankan putri kita." kata Sonia dengan nada sedih.
"Maafkan aku sayang, aku terpaksa karna pada saat itu kita tidak punya banyak uang untuk membiayai pengobatan kedua putri kita, dan bahkan kita telah kehilangan 1 putri, dan aku tidak mau kehilangan keduanya hanya karna kondisi kita pada saat itu." kata Andreas menjelaskan keadaan.
"Tapi kenapa kau tidak memberi tahu ku... setidaknya aku bisa mencegah ibuku untuk menjodohkan putri kita, dan kenapa putri kita dinikahkan secara sirih?" kata Sonia mulai bisa memahami, tapi tetap bertanya.
"Putri kita waktu itu masih 15 tahun dan bocah itu sudah cukup dewasa sayang, tidak akan mungkin aku membiarkan anak kita dewasa sebelum waktunya dan bocah itu mencintai putri kita dari sejak kecil, bahkan dia lah yang telah memaksa kakeknya untuk menikahkannya dengan Zya , dia bahkan yang telah menyelamat Zya pada insiden 10 tahun yang lalu." ucap Andres.
"Lalu kau sengaja memisahkan mereka setelah itu?" kata Sania penasaran.
"Iya aku terpaksa memisahkan mereka dengan alasan Zya masih terlalu kecil, bocah itu paham dia bahka pernah berkata bahwa mereka akan menikah secara resmi setelah Zya siap nanti." kata Andreas.
"Pria itu seperti sangat mencintai putri kita sampai rela menunggu selama itu." kata Sonia yang terharu.
"Tentu saja, aku juga selalu mencintaimu... muach." kata Andreas sambil membawa istri itu kedalam pelukannya dan mengecupi bibirnya.
"Kau... selalu saja mengambil kesempatan dalam kesempitan, ingat umur....gimana kalau ada yang liat kan malu....," kata Sonia kesal tapi suka.
"Aku belum terlalu tua, biarkan saja mereka melihat aku mencium istriku bukan istri orang." kata Andreas bijak.
"Jadi sekarang putri kita bersama suaminya?" kata Sonia penasaran.
"Mungkin....", kata Andreas agak ragu, tapi kemudian mengangguk.
"Tapi jika benar pria itu sungguh keterlaluan membiarkan ku menghawatirkan putriku... tanpa kabar 2 hari." kata Sonia mengungkapkan rasa rindunya pada putrinya itu.
"Kau tenang saja putri kita baik-baik saja, mungkin Sekarang mereka sedang sibuk bermesraan seperti kita. ayo kita kekamar membuat adik untuk putri kita itu....", kata Andreas jail.
"Dasar mesum.... lepaskan aku....." kata Sonia bersorak dan memukuli bokong suaminya itu, karna digendong oleh suaminya itu di bahu seperti karung beras .
"Hahhahaha...kau sangat menggemaskan istri ku... apakah kau sudah tidak sabar...."... kata Andreas, disertai tertawa lepas.
Di lain tempat, Zya sedang sibuk meminta pada Azka agar di izinkan keluar karna merasa bosan berada di dalam mision yang sepi itu, yang ada di tempat itu hanya beberapa bodyguard dan pelayan saja.
"Ka...., aku bosan.... izinin aku keluar ya cari angin." kata Zya menatap yang tengah mengerjakan tugas kantor di mision.
"Nanti ya sayang, setelah aku menyesakkan ini." kata Azka memegang setumpuk map yang harus di periksa dan di tanda tangani nya.
" Yah... lama donk... aku pergi sendiri aja." kata Zya berjalan ingin meninggalkan ruangan kerja Azka.
Belum ada dua langkah Zya langsung terduduk disopa karena Azka menariknya, bahkan posisinya Zya duduk di pangkuan Azka.
"Kau akan ku hukum...," kata Azka menyeringai denvil.