Chereads / SuperMarket / Chapter 3 - Bad Fortune

Chapter 3 - Bad Fortune

Dalam keadaan setengah sadar Celine mengerjap, melihat sekeliling dengan kabur. Celine mengusap kedua matanya pelan dan membiarkan kesadaran mulai merasuki dirinya.

Ini ranjangnya, sejak kapan Celine ada di sini? Apa kejadian buruk itu hanya mimpinya?

Mimpi yang seakan terjadi dengan nyata. Celine memijat pelipisnya merasa pusing jika mengingat kejadian buruk yang dianggapnya mimpi. Kenapa mimpi itu terlihat sangat nyata dan menakutkan, saat ini bahkan jantungnya tidak bersedia untuk berdetaj normal.

Diraihnya benda pipih menyala di atas nakas dekat ranjang. Sebuah notif pesan dari Gilang.

Celine menekan notif itu, berniat untuk membaca apa yang Gilang kirim hingga ada 20 pesan masuk dan 50 panggilan terabaikan.

Celine membelalakkan matanya ketika melihat sebuah foto yang menangkap sahabat terbaiknya bersimbah darah.

Celine menutup mulutnya erat-erat, ponselnya dibiarkan jatuh begitu saja, kali ini jantung benar-benar berdetak keras, lebih keras daei sebelumnya. Seakan detak ini bis keluar dari tubuh Celine, sangat meronta-ronta dan menyakitkan.

Sebuah pintu terketuk, Celine masih mematung. Pikirannya kosong, isi kepalanya seakan terbang meninggalakan raga Celine yang semakin lama semakin melemah.

Tangan dan kakinya terguncang hebat. Apa mimpi itu menjadi sebuah pertanda? Tapi kenapa Reyna bisa mati semengenaskan itu?

Seseorang yang sedari tadi mengetuk pintu tiba-tiba dengan cepat memutar knop pintu dan melihat Celine dengan mata yang telah sembab karena tangis.

Tamu itu berjalan mendekat dan memeluk Celine begitu saja. Celine semakin menangis menjadi-jadi ketika sebuah tangan lembut menepuk punggungnya.

Gilang, orang pertama yang memberitahu tentang kabar buruk Reyna. Selama seharian Gilang hanya duduk diam di samping Celine yang masih menatap bingkai foto tanpa berkedip. Ia bahkan melewatkan pemakaman sahabatnya sendiri, Celine masih tidak percaya bahwa sahabatnya akan pergi secepat ini.

Gilang saat ini merasa gelisah, pasalnya Celine belum makan sejak kabar kematian Reyna. Sudah ratusan kali Gilang membujuknya, namun hasilnya tetap saja nihil. Celine bersikukuh untuk mempertahankan posisi diamnya.

"Celine aku tahu kalau hatimu pasti hancur, tapi kumohon ini semua demi Reyna. Tidak baik untuk terus menangisinya, jika kamu seperti Reyna juga tidak akan tenang 'kan?" Gilang menepuk salah satu bahu Celine.

Celine memutar kepalanya menghadap Gilang, mungkin benar jika ia terus seperti Reyna tidak akan tenang. Setidaknya hanya ini yang bisa ia lakukan untuk sahabatnya.

Namun entah darimana wajah laki-laki bernama Geo itu tiba-tiba muncul. Celine melihat Geo dalam tubuh Gilang, dengan cepat Celine mendorong Gilang. Ia juga menjatuhkan diri dan berjalan mundur dengan bokong menyeret lantai.

Celine terus menggelengkan kepalanya, apa sebenarnya yang ia lihat? Kenapa laki-laki aneh itu terus muncul? Apa sekarang ia sudah gila?

"Celine, ada apa?" Gilang berjalan mendekat mengguncang bahu Celine dengan keras, sikap Celine sangat aneh bagi Gilang. Ia tidak pernah melihat ekspresi ini selama berteman dengan Celine.

"Gilang, dia-dia menakutkan." Celine terus bergumam tidak jelas, ia merayau dan linglung. Kini otaknya seperti tidak bisa ia kendalikan, baru kemarin ia mendapat teror aneh tapi kenapa sepertinya bencana akan terus mendatanginya?

Lagi-lagi Gilang memeluk Celine dengan erat.

~~~

Sudah tiga hari Celine terus saja di kamar. Ia terkena demam, dalam tiga hari berturut-turut tidak pernah sekalipun kakinya menginjak tempat lain selain kamarnya.

Untuk makan, Gilang selalu datang membawakannya. Tapi hanya satu atau dua suap Celine akan menyudahinya, rasanya makan pun ia tak kuasa. Ia bisa mutah kapan saja jika mengingat Reyna.

Mimpi tiga hari yang lalu terus saja berputar. Setiap kali mata Celine terpejam kejadian itu selalu muncul. Namun, sepertinya itu bukan hanya mimpi, melainkan seperti benar-benar terjadi.

Laki-laki bernama Geo itu selalu menghantui pikiran Celine, seringainya benar-benar mengerikan jika dipikirkan kembali. Apa ini ada hubungannya dengan ia yang melemparkan jepit rambutnya?

Memang itu kurang sopan, tapi melihat perlakuan Geo yang memasangkan sebuah jepit ke telinga Celine bukankah tindakan yang sama tidak sopannya?

Celine memeluk lututnya, ia mencoba merangkai kembali setial realita dan mimpinya. Perasaan ganjil ini sangat mengganggu pasti ada sesuatu yang telah terjadi dan Celine yakin ini ada hubungannya dengan mimpi dan Geo.

Sebuah ingatan diputar kembali. Satu-persatu Celine menuliskan apa saja yang ia ingat.

Hingga sebuah petunjuk ia temukan. Kejadian yang sepertinya terlewati. Bukankah di siang hari ia keluar bersama Reyna ke Swalayan itu? Lali bagaimana bisa ia berbaring di ranjang ini dan bangun ketima pagi?

Dimana ia waktu sore hingga malam? Tidak mungkin Celine tidur dengan nyenyak selama itu, karena ia punya penyakit bernama insomnia.

Celine masih memutar otaknya untuk mengingat secuil dari kejadian lalu.

Ia merutuki ingatannya yang lemah. Lagi-lagi hanya nol besar yang ia dapat, tapi setidaknya ada sebuah kejanggalan yang terungkap, mungkin jika ia menyelidiki lagi pertanyaan besar di kepalanya akan terjawab.

"Apa mungkin aku harus bekerja di sana?" Celine bergumama sendiri dan lantas melangkahkan kakinya keluar. Tidak ada gunanya menangis, ia harus menarik jiwa beraninya kembali. Demi Reyna ia akan mengungkap ingatannya yang hilang.

~~~

Klang ...

Lonceng telah berbunyi, menampilkan seorang wanita feminim berambut panjang tengah berjalan masuk mendekati seorang laki-laki yang berdiri di meja kasir dengan senyumannya, bukan senyuman lebih tepatnya seringai.

"Ada yang bisa saya bantu?" Kata laki-laki kasir itu bijak.

"Apa lamaran pekerjaan itu masih tersedia? Aku ingin melamarkan diriku, tapi sayangnya seluruh identitasku hilang karena tercopet." Kata wanita itu dengan wajah merunduk.

"Tidak apa-apa kau diterima. Tapi apa anda sial melakukan apapun untuk bekerja di sini?" Kata laki-laki itu yang langsung mendapat anggukkan dari si wanita.

"Kenalkan namaku Geo, namamu?" Laki-laki itu menyodorkan tangannya dan dibalas cepat oleh si wanita. "Namaku, Reyna."

Bola mata laki-laki itu membulat, seperti terkejut ketika nama itu dipanggil.

Wanita itu tersenyum lembut dan melepaskan salamannya pada Geo.

Celine telah menjalankan misinya, dengan wig dan setelan ini orang aneh di depannya pasti tidak akan mengenalnya.

Dan rencana pertamanya telah berhasil, mata itu telah membuktikan bahwa Geo begitu gugup ketika nama Reyna disebut.

"Nama yang bagus." Sahutnya sembari berjalan melewati Celine untuk menunjukkan pekerjaan Celine.

"Terima kasih." Kata Celine lirih.

Geo menjelaskan setiap detail yang harus dilakukan, mulai dari menata minuman atau makanan, kemudian menggunakan mesin kasir, dan bagaimana caranya berkata yang ramah kepada pelanggan.

Ini benar-benar melelahkan ketika banyak sekali pelanggan yang berdatangan. Kalau terus begini bagaimana caranya Celine mendekati Geo?

"Ini kembalian Anda, terima kasih." Kata Celine ramah pada seorang pelanggan. Pelanggan terakhir dari sekian banyaknya pelanggan hari ini.

Celine membanting bokongnya langsung ke lantai, napasnya benar-benar naik turun. Kenapa di toko sebesar ini dia hanya mempekerjakan satu karyawan?

Dimana semua pengangguran di kota ini? Apa mereka tidak melihat tulisan besar bahwa toko ini membuka lowongan pekerjaan? Ini sangat aneh sekali. Celine kemudian meringkuk ia membuka ponselnya yang sudah ratusan deret chat dari Gilang berbaris rapi.

Celine membulatkan matanya ketika membaca setiap kata dari Gilang. Ia mengepalkan tangannya dan bergumam 'bagus'.