Sehabis ditampar aku mulai menghilangkan emosi tidak wajarku. Mencoba merealisasikan pemikiranku saat ini.
Dilihat dari keadaan saat ini, kami tidak tau apa-apa, hanya terjebak dan terkirim kesini.
Mencari informasi adalah hal yang paling kami utamakan, memahami keadaan mungkin akan membuat kami lebih baik. Lalu aku mengajak dia.
"Baiklah, bagaimana kalau kita mencoba bertanya ke penduduk sekitar?"
"Ya mungkin itu lebih baik begitu."
Hmm gadis ini sepertinya lumayan nurut.
Tapi dipikir-pikir lagi dia sepertinya sangat tenang, emosinya seperti sedang melewati pasar selagi pulang sekolah.
Tapi biarlah, mungkin dia ada keadaan tersendiri.
Sehabis itu kami mencoba menuruni bukit, mendekati rumah penduduk terdekat dari tempat kami tersadar.
Aku mempunyai perasaan gelisah yang tidak wajar ketika sampai didepan pintu, mungkin karena takut bahasa kami berbeda atau karena si pemilik rumah adalah seorang pembunuh maniak.
Yang jelas jika bukan pilihan kedua kami masih di zona aman.
Lalu aku coba mengetuk dan Lisa berada disampingku.
Tok tok tok..
"Sebentar"
Jawaban si pemilik rumah membuat aku sangat lega, suara seorang nenek yang kami dengar, ini menjelaskan bahwa bahasa kami sama, dan sepertinya si pemilik rumah bukanlah pembunuh maniak.
"Ada apa ?"
"Nama saya Hendi Afandi dan ini adik saya Lisa Ambara"
Mendengar pernyataanku Lisa tampaknya sedikit geram dan kami mulai menjelaskan ke si pemilik rumah tentang situasi kami.