"Hai, bisa kita ngobrol sebentar?"
"Cecil?"
Setelah itu bertepatan tidak ada pelanggan yang datang lagi, Arka mulai memungut semua gelas, piring, dan hal lainnya di meja yang kosong, lalu mencucinya. Dan kembali ke tempat Cecil.
"Maaf membuatmu menunggu."
"Tidak, lagi pula aku lah yang mengajakmu."
"Hmm ... jika kau sudah bisa berkeliaran seperti ini, berarti masa hukumanmu sudah selesai kan," ucap Arka dengan senyum mengejek.
"Mou~ Arka." Cecil pun mencubit tubuh Arka karena kesal.
"Aduh sakit, kenapa kau mencubitku?"
"Hmph ...." Cecil dengan kesal memalingkan wajahnya.
"Ayolah, aku hanya bercanda," ucap Arka, ia lalu mengambil posisi duduk di salah satu kursi. "Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Mm ... anu ... yah ... jujur aku hanya ingin berbicara biasa denganmu, kita juga sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"
"Yah ... normal-normal saja, tidak ada yang baik ataupun buruk. lalu kau bagaimana dengamu selama di rumah? Ayahmu bilang kau dilarang keluar selama 1 bulan."
"Bosan, tidak ada yang bisa kulakukan. Tapi untungnya ada game itu, jadi aku punya sesuatu untuk menghabiskan waktu."
"Adventure World?"
"Yah wajar saja jika dia memainkannya, toh ayahnya pemilik cabang perusahaan itu di negara ini," batin Arka.
"Ya, bukankah kamu juga? Ayah bilang kalau dia memberimu alat dan gamenya."
"Itu memang benar, aku sangat berterima kasih terhadap beliau."
"Tidak, tidak, itu tidak perlu. Lagi pula kamu juga sudah menyelamatkanku."
"Tapi tetap saja aku masih merasa tidak enak menerima barang semahal itu."
"Sudah aku bilang itu tidak masalah."
"Walaupun kau bilang begitu aku masih merasa tidak enak. Apa lagi yang diberi om Raka itu bukan Viviam (Virtua Dive Game) biasa, melainkan versi PRO, yang dimana bisa digunakan untuk mengakses internet secara langsung dari dalam game. Dan kalau tidak salah harganya hampir tiga kali lipat Viviam biasa," ucap Arka dalam hatinya.
"Oke oke ... begini saja, bagaimana kalau aku akan membiarkanmu meminta apa pun dariku. Asalkan masih berada di batas kemampuanku akan aku kabulkan."
"Huh ... baiklah, aku memberanikan diri. Tapi memangnya apa yang tidak dipunyai oleh gadis sepertinya? Pasti tidak ada," batin Arka.
Seketika mata Cecil berbinar-binar penuh dengan semangat.
"Be-benarkah?"
"Yup, asalkan masih dalam jangkauan kemampuanku."
"Ka-kalau begitu ... minggu depan, saat kamu punya waktu luang, keluarlah denganku."
"Ya?"
"Keluarlah denganku!"
"Maksudmu jalan-jalan?"
"Hem," jawab Cecil dengan anggukan dan wajah yang malu-malu.
"Baiklah."
"Janji?" Cecil pun menyodorkan jari kelingkingnya.
"Hei ini sangat kekanak-kanakan. Baiklah, aku janji." Arka pun membalasnya.
"Ternyata hanya jalan-jalan, yah meluangkan waktu bukanlah masalah." Itulah yang dipirkan Arka.
"Kencan dengan Arka ... Uwaaaaa ... aku tidak menyangka kalau akan dapat kesempatan. Kira-kira baju seperti apa yang harus kupakai?" Dan seperti inilah hal yang dipirkan Cecil.
Arka benar-benar tidak akan menyangka apa yang dipikirkan Cecil saat ini, tapi yang pasti Cecil sangat bersemangat. Itu cukup bagus karena bisa membuatnya senang.
Lalu setelah itu mereka melanjutkan obrolan cukup lama, sampai waktu dimana dua orang bodyguard tiba-tiba muncul dan mengatakan waktunya pulang untuk Cecil. Arka dan Cecil pun juga sempat bertukar nomor.
Dan beberapa saat sebelumnya, dua orang yang berada cukup jauh sedang membicarakan sesuatu bersamaan dengan obrolan Arka dan Cecil.
"Bos, dimana Arka? Aku tidak melihatnya sama sekali."
"Oh, dia di sana," ujarnya sambil menunjuk posisi Arka. "Sedang berbicara dengan gadis."
"Uwah, yang benar saja. Kukira dia hanya bocah yang gila kerja, tapi sekali berbicara dengan wanita, langsung top tier yang dia bawa."
"Huh, lebih baik kau juga cepat cari wanita sana. Mumpung kau masih cukup muda, atau kau tidak akan tau rasanya disambut saat lelahnya pulang dari kerja."
"Baik, baik, lagi pula masa mudaku masih panjang."
"Bilang saja kalau tidak ada yang mau denganmu."
"Ugh ... itu sungguh menyakitkan."
Dan pada akhirnya kedua orang itu menghabiskan waktu dengan mengoceh tidak jelas, sampai Arka selesai berbincang dengan Cecil.
....
"Oh ... jadi ini jembatan penghubung antar pulau."
Setelah Zen melewati hutan dan hamparan padang rumput, akhirnya ia bisa mencapai jembatang yang menghubungkan kerajaan Clover dan pulau Mesaia.
"Ini aman kan?"
Jembatan itu cukup panjang dan juga tinggi, bagian bawahnya langsung mengarah ke laut.
Zen mencoba menapakkan kakinya dan mulai berjalan. Tidak ada hambatan dan perjalanannya cukup lancar.
"Uwah... kalau dilihat secara langsung kebawah memang sangat menyeramkan, bagaimana kalau tiba-tiba penyangga jembatannya runtuh."
Selain Zen ada beberapa player yang lewat di sana, juga ada beberapa karavan yang sepertinya milik pedagang.
Pulau Mesaia dikelilingi oleh sebuah tembok pelindung, dan jika dilihat dari jumlah kerajaan yang terhubung, ada 4 jalur untuk masuk ke sana.
Bisa di bilang kota ini cukup bebas karena tidak ada penjaga di pintu masuk, berbeda dengan kota lain. Jadi player bisa lalu lalang di tempat ini.
»Mesaia Island«
Setelah Zen masuk, suasana kota yang ramai mulai terasa. Banyak player dan NPC yang lalu lalang dan sedang bertransaksi dimana-mana.
Zen tidak menyangka kalau banyak player yang sudah datang ke kota ini. Dan yang paling membuatnya tertarik adalah, menara yang ada di pusat kota, Pyrallos ro Theos.
"Jika dilihat dari dekat, menara ini memang lebih besar dari kelihatannya. Baiklah, untuk sekarang aku akan mengisi ulang perbekalan."
Zen pun pergi ke beberapa kedai untuk membeli makanan dan mencari tempat untuk mengisi air.
....
Suara notifikasi Zen terdengar, itu berasal dari website A-World. Mungkin ada yang mengiriminya pesan.
Seperti yang diketahui kalau Viviam milik Zen bisa digunakan untuk mengakses internet, karena itu dia juga menyeting agar notifikasi dari website agar dikirim langsung jika dia bermain.
"Pesan kah ... kira-kira siapa kali ini."
Zen lebih memilih menggunakan fitur chat dari website dari pada yang ada di dalam game, karena disana namanya bisa disamarkan.
Sigurd: Tuan Z apa benar anda sekarang berada di pulau Mesaia?
Anda: Yah, bisa dibilang begitu.
Agar pelanggan Zen bisa menemuinya, Zen selalu mengupdate lokasinya di akun website itu. Dia tidak khawatir akan dibuntuti, toh tidak ada player yang tau penampilan aslinya.
Sigurd: Saya ingin membeli beberapa potion, apa masih tersedia?
Anda: Berapa banyak yang kau butuhkan?
Sigurd: Sekitar 2000 HP potion II, 3000 MP potion II, dan 1500 Vigor Potion I.
"Huwah ... apa dia ingin melakukan serangan besar-besaran? Potion yang ingin dia beli cukup banyak."
Anda: Oke, temui aku di dekat quest center pulau Mesaia.
Sigurd: Baiklah, saya akan log in secepatnya.
Anda: Akan kutunggu.
"Uang, uang, aku dapat uang lagi," gumam Zen dengan wajah gembira.
"Baiklah sambil menunggu aku akan membuat potion lagi, bisa-bisa aku tidak kebagian jatah untuk kugunakan saat di menara."
....
Saat ini Zen telah menggunakan penyamaran, topeng berwarna putih dan kain hitam yang menutupi sekujur tubuhnya.
Saat Zen tengah menunggu, ia mendengar beberapa player tiba-tiba menjadi ricuh. Memang di sekitarnya cukup ramai karena tempat itu adalah quest center.
Dan penyebab kericuhan adalah kedatangan seseorang, player pria manusia dengan armor perak berkilau yang memiliki ornamen kristal biru, berjubah merah, dan di pinggangnya tergantung sebuah pedang.
Rambut perak dengan mata seperti layaknya lautan, penampilannya benar-benar di atas rata-rata. Mungkin dia adalah player yang cukup kaya.
Player itu pun menghampiri Zen dan mulai menyapanya.
"Apa benar anda tuan Z? Penampilan anda sesuai sekali dengan rumor yang beredar," sapa player itu pada Zen.
"Huh ...?"