-Keesokan paginya-
Aku terbangun dari tidurku, dan reflek langsung mencari ponselku. Benda itu masih tergeletak di sudut kamarku, sama persis seperti terakhir kali aku meninggalkannya. Semalam, sesampainya aku dirumah, waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi dan kondisi tubuhkupun sudah terlalu lelah untuk men-cek apakah ada notification baru yang masuk, jadi aku langsung men-charge nya lalu meletakkannya di pojokkan kamar sebelum aku terkapar diatas kasur.
Sekarang adalah hari kamis, hari yang sejujurnya kusukai, tapi bisa jadi yang paling kubenci juga.
Aku turun dari ranjangku, beranjak ke lantai bawah dan melakukan rutinitasku. Selesai dengan semua urusanku, aku kembali lagi ke kamar untuk merapikan diri dan mengenakan seragamku.
'School is boring, and no one likes it' terpampang jelas di cerminku. Aku tersenyum sendiri melihatnya. Ku ambil ponselku yang terabaikan, menghidupkan data nya lalu membuka Instagram-ku. Banyak post-post baru dan juga stories baru. Kulihat satu persatu, tertawa-tertawa kecil disaat aku menemukan hal-hal lucu.
Ku tutup Instagram-ku dan beralih ke WhatsApp. Pesan-pesan baru bermunculan satu persatu, dan salah satu diantaranya adalah dari Ernesta.
Ernesta : Samwan.
Ashley : Ernesta has a crush, Ernesta has a crush. Wuhuuu
Ashley : Tell me who, the me whoo
Jujur, bahkan aku tidak ada semangat-semangatnya sama sekali. Tapi, biar terlihat seperti 'kakak' yang baik, aku berpura-pura senang dan menggodanya dengan cara mempalsukan rasa penasaranku.
"Tuhan, jika yang ia maksud bukan diriku, lebih baik tak usah di jawab. Aku hanya punya satu hati, dan aku sangat menyayanginya jadi aku tak mau dia patah. Lebih baik kau pataskan tulang-tulangku karena aku punya 200 lebih daripada kau mematahgkan hatiku." Do'a ku singkat.
Lagi-lagi ia mengabaikan pesanku. Yasudahlah ya, bisa apa aku memangnya? Lagipula aku bukan 'dia' yang ia inginkan. Mood-ku saat disekolah berhasil ku manipulasi dengan sangat baik. Aku tetap ceria, tertawa sana-sini, bahkan ngereceh sekalipun seakan-akan taka da yang menganggu pikiranku. Pelajaran terakhir pun dimulai dan sumpah-serapah dari mulutku mengikuti berbunyi bel tersebut.
Agama. Ya tuhan, aku sudah benar-benar mengantuk, bisakah aku tidur saja? Kuharap Mr. Hadid sedang tidak menyebalkan hari ini. Ia selalu saja membuat darahku memuncak diujung kepala, entah karena ucapannya yang membuatku jengkel atau karena tugas aneh-aneh yang ia berikan.
Ia masuk ke dalam kelasku, dengan senyum menyebalkannya kemudian menaruh tasnya di atas meja.
"Keluarin HP kalian masing-masing, langsung log-in ke 'simak' ya, kita Pre-test hari ini!" Ucapnya tanpa merasa berdosa.
Pre-test?
Ha? Pre-test apaan coba?
Datang-datang bukannya salam, malah bikin orang kesal.
"Pre-test? Pre-test apa lagi dah, Pak? Dijelasin aja belum." Tanyaku kesal.
"Tentang khutbah, saya kan sudah bilang kemarin." Jawabnya sesantai di pantai. Sudah bilang apaan, ada ngomong aja ngga. Dasar, manusia!
Dengan terpaksa, kamipun mengerjakan 25 soal essay yang semua jawabannya kelewat panjang dan sudah pastinya kami co-pas dari Google (Mr. Hadid sendiri yang memberikan kami izin tersebut)
Untuk siapapun itu yang menciptakan Google, kau diberkati tuhan.
Aku menyelesaikan tugas laknat ini terlebih dahulu dibandingkan yang lain. Ernesta mengirimkanku pesan.
Ernesta : Uhhhhh
Ernesta : I wonder who-
Ashley : I am indeed curious as f#$k, lmao
Ernesta : Aren't you supposed to be in class, lol
Ashley : I AM in class rn. Just finished my pre-test, and now I'm freeeee
Ernesta : Oh
Ashley : So, who who whoooo
Ashley : Damn, Would I get killed bcs I'm a curious cat?
Ernesta : Certainly.
Ashley : But I'm curious
Ashley : but wait wait, whatcha doin? you're out already?
Dan… tak ada balasan. Dasar manusia!
Waktu pulang sekolah tiba, dan aku sibuk sumpah serapah karena dua hal ; Yang pertama, aku sangat-sangat haus dan satu-satunya temoat untuk memperoleh air adalah kantin yang mana merupakan tempat ia biasanya berada karena ia sedang menunggu ekskul di mulai. Yang kedua, cuaca siang ini benar-benar panas dan aku harus menempuh perjalanan jauh. Betapa mengagumkannya hidupku.
"Ash, kau jadi ke kantin?" Tanya salah satu sahabatku, Dani. Nama aslinya Danielle, tapi itu terlalu panjang dan menyusahkan.
"Terpaksa, sejujurnya aku malas."
"Eh? Tak biasanya kau malas ke kantin. Kantin kan tempat kau nongkrong."
"Halah, ghibah aja kau sebut nongkrong. Ghibah mah ghibah aja udah" Ia tertawa atas sarkasme ku, sebelum akhirnya menggeret ku menuju kantin.
"Sabar, ya tuhan! Kantinnya gak bakal kemana-mana." Ucapku kesal. Aku segera merapatkan diri ke kanan sesampainya kami di kantin. Dani menatapku bingung, sebelum sebuah seringaian menemui jalannya kewajah Dani.
"Kau sedang menghindari sesuatu ya?" Godanya seraya memainkan alisnya. Aku memutar bola mataku kesal, lalu berdecak sebal.
"Back off, Dan"
"Ah, ayo mengaku…" Godanya lagi. Aku hanya mendiamkannya, memesan segelas teh pada ibu kantin.
"Biar kutebak, pasti Ernesta?"
"Bisakah kau diam dan berhenti membahas Ernesta? Aku sedang tak ingin bertemu dengannya atau bahkan mendengar apapun tentangnya."
"Ohhh… apakah ini gara-gara statusnya itu?"
Sialan!
Seketika aku menyesal telah memberitahunya tentang status sialan itu. Ah, kenapa juga aku harus memberitahunya? Oh iya, dia kan sahabatku dan itu sudah menjadi sifat dasarku dimana aku memberitahu segala hal yang terjadi di hidup ku pada sahabatku.
"Diamlah, sudah kubilang jangan bahas tentang itu manusia"
"Dia ada di belakangmu loh, sedang makan bersama 4 orang cewe lainnya."
"Ya, aku tahu. Sudah melihatnya duluan tadi, tapi aku langsung buang muka sebelum ia melihatku. I bet, it's one of them" Gumamku di kalimat terakhir.
"Menurutmu, orang yang 'si adek' maksud itu salah satu anak PMR itu?" Tanya Dani yang kebetulan mendengar gumamanku.
"Liat aja, mereka kemana-mana bareng mulu. Besar kemungkinan emang salah satu dari mereka kan?" Ucapku seraya menghentakkan kakiku seperti anak kecil. Dani tertawa melihatku, membuat si adek
–Ernesta- melirik kearah kami. Jujur saja, walau aku membelakangi nya, aku bisa merasakan sorotan matanya kearah kami.
"Ah, sudahlah. Ayo! Aku malas disini, masih banyak urusan lain yang lebih penting."
"Seperti apa? Memikirkan segala kemungkinan tentang siapa orang yang dia maksud?"
"Fuck off, just shut up already." Sentakku membuat Dani tertawa lagi.