Drake POV
Terkesan jahat sekali aku menyuruh seorang perempuan untuk menginjak peremen karet bekasnya sendiri. Tapi itulah aku. Sejak remaja hingga saat ini sebuah kata 'kasar' sudah beberapa kali seseorang lontarkan untuk menilai diriku.
Dulu, aku tidak seperti ini. Walaupun tidak bisa dibilang baik, aku memperlakukan perempuan dengan lembut. Tapi itu dulu...jauh sebelum aku mengalami pengasingan beberapa tahun lamanya.
Kalian mungkin tidak akan paham makna pengasingan itu. Singkat ceritanya tuan Afdyson-ayahku mengirimkan aku sendirian ke negara paman sam untuk belajar mandiri...itu katanya. Tapi menurutku itu sebuah pengasingan. Aku merasa dibuang sengaja agar jauh dari orang tuaku sendiri.
Oke...lepas dari kehidupan kelamku, aku menatap perempuan didepan ini dengan wajah tanpa ekspresi. Mimik muka perempuan itu telihat sangat kesal dan menahan amarah...aku memakluminya.
"Kau gila? Datang-datang membuat aku emosi saja! Bahkan kita tidak saling kenal...jangankan kenal, bertemu saja tidak pernah!" ujarnya kesal.
Aku menoleh kebelakang sejenak mengamati para pengawalku yang berdiri beberapa meter dari tempat aku berpijak. "Aku butuh bantuanmu..."
"Cih...setelah apa yang kamu lakukan kepadaku, berkata kasar kepadaku, menyuruhku seenak hati, kau bilang butuh bantuanku? Persetan dengan itu semua!"
"Aku akan memberikanmu uang berapa pun asal kau mau membantuku..."
Tidak seperti apa yang aku ekspetasikan, perempuan itu malah meludah kesamping. "Kau pikir aku perempuan yang haus harta? Lebih baik kau berikan uang itu kepada orang yang lebih membutuhkan!"
Aku langsung mencekal tangannya ketika perempuan itu membalikan badan ingin pergi. Dengan berontak ia menyentak tanganku kuat. "Apa lagi? Kau ingin aku memakan permen karet itu kembali? Enyahlah!"
"Aku Drake Barafdyson bersumpah akan menuruti semua keinginanmu jika kau mau menolongku...aku akan memberikan apa saja yang kamu inginkan"
Perempuan itu langsung terdiam. Apakah ia tertarik dengan tawaranku? Baru saja ia berkata kalau bukan tipe perempuan yang haus harta, tapi....ah sudahlah.
"Kau...Drake Barafdyson?"
"Iya..."
Jari telunjuknya terarah didepanku. "Kau CEO Afdyson Company? Kau dari AC?"
Aku mengangguk...jujur sedikit bingung melihat wajah perempuan itu yang sedikit kaget disertai mimik bersalah. "Iya aku CEO dari AC...maka dari itu aku butuh bantuanmu"
"Begini, kamu mungkin akan bingung tapi aku minta maaf..."
Aku diam tak menjawab. Apa yang sedang perempuan itu katakan? Minta maaf? Untuk apa?
"Sebagai gantinya aku akan menolongmu...jadi kau butuh bantuan apa?" terusnya membuatku berdecak senang dalam hati.
"Bantu aku kabur dari sini"
"Ha?! Kabur? Kau ini!" dia memperlihatkan kartu namanya dengan bangga. Oh, jadi dia seorang letnan. "Kau meminta bantuan kabur kepada seorang polisi? Kau gila?"
Aku melirik alroji yang melingkar dilengan kanan. Sudah 5 menit aku menyia-nyiakan waktu. "Begini...dalam waktu sepuluh menit pengawalku dibelakang sana akan kesini...mereka akan memaksaku untuk pergi"
"Saat ini aku benar-benar harus lepas dari mereka. Aku harus menolong seseorang...aku tahu kau polisi, tapi untuk saat ini selama kau bersamaku tolong jadilah perempuan yang biasa saja...kau bukan seorang letnan. Aku meminta bantuanmu" sambungku panjang lebar.
Perempuan itu terlihat gusar. Aku tau dia bimbang antara menolongku atau tidak. Tapi saat ini aku benar-benar bergantung padanya. Jika ia tidak mau membantu..maka terpaksa aku akan menghadapi semua pengawalku sendiri agar bisa menyelamatkan seseorang yang berharga untukku.
Selanjutnya dia berdecak sembari mengotak-atik handphonenya. Beberapa menit kemudian ia memandangku tajam. "Lima menit lagi temanku datang...dia datang mengendarai mobil. Saat dia sampai, kita langsung masuk dan kabur dari pengawalmu itu"
***************
Acara kabur bersama itu berjalan dengan lancar. Aku bisa memprediksi kalau setelah kejadian ini, kejadian yang lebih mengancam akan datang. Tapi...aku tidak peduli. Aku akan menghadapi itu semua dan kembali menjadi boneka tuan Afdyson-ayahku sendiri.
Aku bersama dua orang asing ini sampai disebuah bandara. Terlihat raut penasaran mereka yang mencuat ketika aku mengarahkan mobil ini ke bandar udara ini. Namun, inilah alasanku kabur dari pengawal suruhan ayah.
"Apakah kau ingin pergi ke luar negeri? Bagaimana jika pengawal-pengawalmu sempat melihat wajahku dan mereka mencariku?" tanya perempuan tersebut cemas.
Aku terkekeh kecil seraya menepuk bahunya beberapa kali. "Mereka tidak akan mencarimu...malam ini aku akan kembali ke rumah"
"Lalu, apa yang akan kau lakukan disini?" tanya teman perempuan itu yang masih duduk diatas mobil.
"Aku harus membawa pulang seseorang yang berharga dalam hidupku...tugas kalian selesai. Terima kasih atas bantuannya" ujarku menghargai waktu mereka.
"Eh! Kau benar-benar bukan ingin kabur dari masalah kan? Ayolah! Aku seorang polisi...aku akan merasa bersalah jika membiarkan penjahat kabur begitu saja"
Aku tersenyum tipis. Harus kuakui bahwa dia seorang letnan yang penuh tanggung jawab. "Mau aku kabur kemana pun, berapa kali pun, mereka akan tetap menemukanku"
Setelah itu aku langsung beranjak memasuki area bandara mencari seseorang yang menjadi tujuanku bertindak nekat seperti ini. Sembari berlari, aku terus berdoa dalam hati. Berharap nasib yang kualami tidak terulang pada adik kecilku ini.
Setelah beberapa menit mengitari bandara, akhirnya aku melihat anak kecil dengan rambut yang terkepang dua. Ditangannya terdapat boneka panda yang aku berikan ketika ia ulang tahun dua bulan lalu. Raut wajahnya terlihat ketakutan.
Aku menelan ludah seraya mempersiapkan fisik untuk beradu otot dengan para pengawal disana. Hidup keluargaku memang tidak jauh dari pengkawalan. Siapapun itu jika masih bersangkutan dengan keluarga Afdyson maka tersedia pengawal dibelakangnya.
"Ayah...bagaimana bisa kau akan mengirimkan gadis kecil yang belum tahu apa-apa ke luar negeri. Jika dulu aku dibiarkan saja untuk pergi, tapi tidak untuk sekarang. Aku akan menolong nasib Dissa walaupun dia adalah adik tiriku" gumamku berusaha tenang.
"Pengasingan itu...tidak akan kembali terjadi"
Saat itu juga aku berlari memukul beberapa pengawal mendekati Dissa yang mulai menangis. Setelah sampai, aku langsung menggendongnya dan mengkerahkan seluruh tenagaku untuk kabur.
"Kakak..Dissa takut" ujar Dissa disela-sela perlarian ini.
Aku mengangguk sembari mengusap pucuk kepalanya. "Kakak disini...Dissa tidak perlu takut"
"Apakah tadi Dissa akan dikirim pergi? Apakah iya, Kak?"
"Tidak Dissa...pengawal hanya ingin memperlihatkan kepada Dissa kalau pesawat itu bisa terbang tanpa sayap yang harus dikepakan"
"Kalau begitu kenapa kakak memukul mereka semua?"
Aku memilih untuk tidak menjawab. Jika terus meladeni perbincangan ini maka tenagaku akan terkuras. Terlebih lagi para pengawal berlari semakin mendakat.
"DRAKE! KEMARI!"
Aku menoleh memandang Camella dan temannya yang melambaikan tangan dari mobil. Aku sempat melihat kartu identitasnya jadi aku tahu nama perempuan itu.
Dengan cepat aku memasuki mobil mereka. Disaat itu pula mobil itu mulai melaju meninggalkan bandara. Dua kali keberuntungan menyertaiku.