Chereads / Angkasa dan Lily / Chapter 43 - 43. Bola Kerusuhan

Chapter 43 - 43. Bola Kerusuhan

Lily sudah rapi dengan seragam sekolahnya, namun saat ini Lily masih berada di dalam kamarnya. Tidak berani menampakkan diri pada mamanya, karena takut dimarahi akibat anak gadisnya ini tidak pulang kerumah satu malam.

Lily sedikit lega, semenjak Lily pulang kerumah kemarin pagi, mamanya tidak ada dirumah. Hingga pagi ini Lily menemukan mamanya sedang berada di dapur, saat Lily pergi untuk mandi. Anehnya Lily tidak menemukan tanda-tanda mamanya akan marah.

Jika biasanya jam segini mamanya sudah pergi, maka sekarang mamanya masih berada dirumah sambil bersenandung riang menggoreng makanan untuk sarapan.

Lily takut, diamnya Desi merupakan kemarahan yang terpendam. Aster bilang, mamanya sangat marah saat tahu Lily tidak ada dirumah malam itu dan pergi mencarinya seharian kemarin.

Lily tersadar dari lamunannya ketika pintu kamarnya diketuk. Tangan Lily bergetar menyentuh knop pintu kamarnya, apa yang harus dikatakan Lily, jika mamanya yang berdiri dibalik pintu ini?

Lily menghela nafas lega ketika melihat adiknya yang berdiri di luar kamarnya dengan membawa kardus paket.

"Makan kak." Singkat Aster, kemudian beranjak pergi.

"Paket apaan tuh?" Lily menahan tangan Aster untuk tetap disana. Lily merebut paket yang dibawa Aster dan membawanya masuk.

"Kak! Paket aku itu." Ujar Aster kesal karena paketnya direbut oleh kakaknya.

"Ssst!" Lily membaca alamat itu dengan seksama, jika Lily ingat alamat ini adalah alamat rumah papanya yang baru.

"Ter, ini dari papa." Aster mendekat dan ikut duduk diatas kasur Lily, penasaran dengan apa yang Lily ucapkan, bahwa papanya yang mengirimkan paket itu.

"Dari papa? Kok kakak tahu? Gak ada nama pengirimnya loh." Ucap Aster tidak yakin, di pucuk hati Aster muncul sedikit harapan, jika papanya ternyata masih menyayanginya bahkan setelah papanya menyakitinya.

"Alamat ini, alamat baru ayah." Aster mendekatkan paket itu ke pandangannya. Lily cemas jika mamanya tahu, mungkin mamanya akan marah.

"Kamu terima ini kapan?" Tanya Lily khawatir.

"Semalem kak." Semalam Aster menerimanya, sengaja Aster tinggal di ruang tamu dan berniat membukanya pagi ini sebelum berangkat sekolah.

"Bukan mama kan yang nerima?" Tanya Lily memastikan.

"Aku yang terima. Tapi kok kakak tahu ini alamat baru papa?" Ucap Aster lebih penasaran bagaimana kakaknya tahu bahwa alamat pengirim itu adalah alamat papanya?

"Adalah, kamu gak perlu tahu."

Dengan rasa penasaran, Lily mengambil cuter yang ada dimejanya dan segera membuka dus yang ukurannya lumayan besar itu.

"Wah, bola basket." Ujar Aster kegirangan sambil memeluk bola basket itu, bukannya mendriblenya. Tapi lebih baik begitu, jika bola itu memantul kesana kemari di dalam kamar maka barang-barang Lily bisa jadi korban.

"Dek, kamu jangan bilang kalau itu dari papa ya? Nanti mama sedih."

"Iya." Dengan senyuman yang lebar Aster berlari keluar kamar Lily dengan membawa bola basket itu dan meninggalkan sampah pembungkus paket di kamar Lily. Kurang ajar emang.

Lily segera berlari menyusul adiknya yang setelah menyimpan bola kedalam tasnya, Aster hendak pergi ke dapur.

"Aster, tunggu."

"Kenapa?"

"Mama beneran marah sama kakak?" Aster melirik mamanya yang sibuk menyajikan makanan. Aster memiliki ide brilian.

"Kemaren malem sih iya, gak tau kalau sekarang." Ucap Aster sambil pura-pura mengingat.

"Duh, gimana nih? Apa kakak langsung minta maaf aja ya?" Ucap Lily gelisah.

"Entah." Aster berlalu meninggalkan Lily sendirian di pintu dapur.

"Aster." Sial. Lily harus bagaimana? Lily terlalu takut menghadapi kemarahan mamanya.

Mumpung mamanya terlihat sedang bahagia, Lily harus meminta maaf sekarang.

Lily berlari memeluk mamanya dari belakang.

"Maaa, maafin Lily. Lily salah. Lily pantes dihukum." Rengek Lily.

"Eh, ada apanih? Mama lagi masak." Mama Lily melepaskan pelukan Lily dan melanjutkan aktivitasnya menyajikan makanan.

"Ma, maafin Lily." Ucap Lily masih mengikuti mamanya kesana kemari menyajikan makanan.

"Apasih Ly? Emang kamu habis ngapain?" Lily merasa habis ditampar, ternyata mamanya sama sekali tidak tahu tentang masalah Lily menginap diluar satu malam.

Lily melirik Aster yang tersenyum mengejek kearahnya. Berani-beraninya bocah itu mengerjai kakaknya. Lily mengambil tempat disamping Aster masih dengan tatapan tajam.

"Awas ya lo. Gue bikin patah tuh kaki biar gak bisa lari di lapangan basket." Aster tertawa terbahak-bahak, mendengar ancaman kakaknya.

"Idiiih, sadis." Ujar Aster pura-pura ketakutan.

"Kurang ajar emang adek gue. Ya Allah punya adek gini amat."

"Salah sendiri, nyuruh Yuli pulang." Lily membelalakkan matanya, apa-apaan adiknya ini? Lebih mementingkan teman kakaknya dibanding kakaknya sendiri?

"Eh lo ya. Jangan-jangan lo beneran ada sesuatu sama Yuli ya?"

Aster tergagap, namun dengan lantang mengatakan."Kalau iya kenapa?"

Dasar Aster! Lily geleng-geleng sendiri dibuatnya. Punya adik satu, tapi kelakuannya abnormal banget.

"Ma! Aster suka sama tante-tante."

"Ma! Kakak pergi nginep diluar semaleman pas mama dinas!"

Teriak mereka bersamaan.

"Dinas?" Cicit Lily.

Lily mendelik, begitu juga Aster membalas tatapan tajam Lily. Lily tidak tahu bahwa mamanya pergi dinas saat dirinya menginap diluar.

"Loh mama udah bilang kan kalau mama dinas dari jumat sore, baru aja pulang tadi malem jam sebelas, makanya mama jam kantornya di mundurin dikit, jadi mama bisa masak banyak buat kalian." Ucap sang mama duduk dihadapan anak perempuannya.

"Mama gak bilang." Protes Lily.

"Yang penting mama udah dirumah."

"Tapi kakak nginep semaleman loh ma."

"Tapi Aster suka sama tante-tante loh ma."

Ujar Aster dan Lily bebarengan, sekali lagi. Mereka sama-sama tidak terima dikala mamanya tidak memedulikan masalah mereka.

Desi tersenyum, melihat wajah anak-anaknya yang memerah akibat bertengkar. "Mama sih bebas, selama kalian bahagia itu cukup."

"Mama gak marah?" Tanya Lily.

"Marah kenapa?" Desi balik bertanya.

"Lily pergi nginep di rumah Yuli gak izin." Sudut hati Lily perih, ketika harys berbohong pada mamanya.

"Kan udah biasa. Kayak kamu gak pernah nginep aja."

"Hehehe."

Dalam hati Lily bersyukur, mamanya tidak marah. Setelah itu, mereka makan dengan tenang, tidak ada lagi keributan antara kakak dan adik.

Lily bukannya tidak peduli dengan hubungan Aster dan Yuli, hanya saja Lily merasa tidak perlu ikut campur. Lebih tepatnya Lily hanya terkejut mengetahui Yuli yang selama ini terpikat oleh Sean malah berpaling pada adik ingusan ini.

Sama seperti Aster yang tetap menjaga Lily dengan mengamatinya dari jauh, saat Lily bersama Angkasa, Lily juga akan berbuat seperti itu.

Sesekali Lily menatap mata mamanya. Bersyukur bahwa mamanya adalah salah satu dari sosok wanita hebat yang bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Lily tidak ingin menyakiti mamanya, mungkin Lily akan menolak untuk ikut papanya saat sidang akhir nanti.

Lily menyukai momen dimana dirinya makan bersama mamanya dan Aster seperti ini. Bagi Lily ini sudah cukup.

Masalah Angkasa? Lily sudah mantapkan hati untuk menghadapi trauma yang mungkin muncul kembali. Lily ingin berada disamping Angkasa, sesulit apapun jalan itu.

*