Aya melirik pintu kamarnya yang terbuka. Tian masuk dengan sangat berhati-hati, namun melihat Aya yang masih membuka matanya. Membuat Tian tidak menjaga suaranya lagi. Tian melangkah dengan langkah besarnya menghampiri Aya.
"Kenapa belum tidur?" Tanya Tian. Aya hanya menggelengkan kepalanya.
"Jangan di pikirin yang akan terjadi besok. Semua itu sudah ada jalannya. Kamu enggak udah menyesal. Itu hanya buang-buang waktu. Mending kamu berpikir bagaimana caranya memanfaatkan waktu yang tersisa dengan baik. Lakukan sesuatu untuk Rara." Ucap Tian sembari duduk di tepi ranjang dan mengelus pucuk kepala Aya dengan lembut.
Dahi Aya berkerut dalam, menahan tangisan. "Aku mencoba yang terbaik supaya enggak mikirin itu Yan. Tapi aku enggak bisa. Susah."
Ujar Aya membalikkan badannya, membelakangi Tian untuk menyembunyikan tangisannya. Namun siapa sangka, Tian justru ikut berbaring di belakang Aya dan melingkarkan tangannya di perut Aya.