Tian menatap Aya dengan tajam. Menatap wanita yang tadi menangis tersedu-sedu sambil memeluknya dan kini tidak mau menjelaskan apa yang sedang terjadi. Aya menunduk dan terdiam bagai batu. Seluruh wajahnya yang sembab tak membuat Tian mengurungkan niatnya untuk tahu apa yang terjadi tadi.
"Masih enggak mau bilang?" Tanya Tian lagi, yang entah mungkin sudah ke berapa kalinya sejak Aya berhenti menangis.
"Jangan tanya, bisa kan?" Jawab Aya yang justru membalikkan pertanyaan Tian.
"Kamu itu aneh Ya. Tiba-tiba nangis dan meluk aku. Aku khawatir tahu."
"Iya maaf."
"Maaf kenapa? Kamu kenapa?" Tian masih tidak menyerah untuk terus bertanya. Pasalnya Tian tahu, Aya tidak akan menangis seperti itu sampai dia benar-benar memiliki beban pikiran yang menumpuk. Sekarang, Tian ingin tahu beban apa yang sedang Aya pikirkan.
"Oke, kalau kamu enggak mau bicara. Tapi ingat, jangan bicara juga sama aku untuk beberapa waktu ini." Aya membulatkan matanya saat mendengar apa yang Tian katakan.
