Chereads / Tim 5: off-duty investigation / Chapter 3 - Kasus 3: Mendapat surat ancaman dari seseorang (Bagian 1)

Chapter 3 - Kasus 3: Mendapat surat ancaman dari seseorang (Bagian 1)

"Semua karakter, lokasi, organisasi, dan kejadian dalam novel hanyalah fiksi."

Kasus misterius dibuka dengan data, mengusik mereka yang berdosa.

Membuka jalan agar keadilan tak kandas, asalkan hukum tak dipangkas. -Najwa shihab-

Mira POV

Sebuah mobil berwarna silver berhenti di apartemen besar. Mira keluar dari mobilnya dan menuju ke apartemen lantai 3.

Tok tok tok

"Assalamualaikum..." salamku sambil mengetuk pintu apartemennya

Kreeeek..

Seorang cewek berjilbab hijau keluar dari apartemennya "Kamu Mira ya?"

"Iya, maaf, ini apakah rumahnya Ardian?"

"Iya, masuk aja." Kata Alya mempersilahkanku masuk

Aku pun masuk ke dalam apartemennya. Aku kaget ketika melihat isi rumahnya. Ini bukan apartemen, melainkan rumah pribadi milik wali kota.

"Hei Mira!" seru Arkan sambil melambaikan tangannya

"Lho kok ada kamu?" tanyaku sambil duduk

"Iya, tadi aku suruh ke sini." Kata Ardian sambil menaruh cumi-cumi goreng ke atas meja

Aku hanya mengangguk pelan.

"Oh iya lupa, kenalin ini Alya." Kata Ardian sambil memperkenalkan ke kami berdua

"Mira, detektif di kota A"ujarku sambil mengasihkan kartu namaku ke dia

"Arkan, detektif swasta, pemilik bisnis kedai sampingan" Kata Arkan sambil megasihkan juga "Aku temanya Mira,"

"Alya, pengacara ternama."

"Ini apa?, kok kayak pesta makanan gini?"

"Berkat kalian, aku bisa menegakkan hukum dikejahatan." Kata Alya "Ini imbalan sedikit untuk kalian."

"Itu mah tugas polisi, ya kan Ar?"

Arkan hanya mengangguk, lalu terdiam cemberut dengan lesu. Aku memperhatikan Arkan .

"Arkan."

"Ya?" arkan membuyarkan lamunannya

"Ada apa?, kok lesu?"

"Oh itu.."Kata Arkan sambil mengubah posisi duduknya "Adekku sama sekali tidak bisa dihubungi dari kemarin."

"Dia bilang akan belajar bersama di rumah temannya dan menginap di sana." sambung perkataan Arkan

"Begitulah gadis seusianya," kata Ardian

"Lebih suka teman daripada kakaknya." Kataku

"Kamu benar,"

"Silahkan dimakan." Kata Alya

Kami pun memakan makanan yang disajikan oleh Alya. Tiba tiba ada suara berdering dai salah satu antara kami berempat.

Drrrt...

Suara hp Alya berbunyi. Alya langsung menerima teleponnya.

"Halo fi?"

Dia kaget mendengar jawaban teleponnya. "Apa?"

"Kenapa?" tanya Arkan

"Ada apa?" tanya Ardian

"Ada ibu-ibu mengatakan bahwa ada surat ancaman." Kata Alya

Semuanya kaget mendengar hal itu.

"Isinya apa?"tanyaku

"Jika anakmu diselamatkan, bawalah uang 50 juta. Kalau anda memanggil polisi, maka anakmu akan mati. Uangnya nanti kamu taruh di sini"

"Apa?!"

"Siapa ibu-ibunya, biar aku baca penglihatanku di kertas itu." Kataku

Semua orang menengokku seakan-akan lupa bahwa aku punya psychometri dalam hal benda.

"Itu ide yang bagus, Mir" Kata Arkan "Aku baru ingat sekarang,"

Rasanya aku pingin mukul ke Arkan jika dia melupakan aku lagi kalo mempunyai psychometri, tapi sekarang bukan waktunya untuk memukul dia. Sekarang waktunya darurat.

"Gimana kalo Alya sama Mira pergi menemui ibunya?, sedangkan kami berdua akan menunggumu di sini."

"Oke, gak papa." Jawabku

"Ayo," ujarnya sambil berdiri, mengambil jaket beserta tasnya, dan menuju ke luar aprtemennya.

Aku mengikutinya dari belakang. Alya berhenti sebentar karena dia baru ingat dengan satu hal. Mobil yang dia bawa tidak bersamanya karenatadi pagi dia berangkat ke apartemennya Ardian menggunakan go-jek.

"Kamu bawa mobil?" tanya Alya sambil membalikkan badannya ke aku "Kamu yang nyetir."

Aku mengangguk pelan dan lari menuju ke mobilku. Aku pun masuk dan duduk di bangku supir, begitu juga Alya, dia duduk disampingku. Aku lanmgsung menyalakan mesin mobil dan menancapkan gasnya menuju ke rumah ibunya yang diancam oleh seseorang.

*****

Alya POV

Akhirnya mobilnya Mira masuk ke halaman rumahnya bu Tari. Orang yang mendapat surat ancaman anaknya dari orang yang tidak dikenal. Kami pun keluar dari mobil dan menuju kedalam rumahnya yang luas.

Ting tong.....

"Siapa ya?" tanya seorang ibu paruh baya "Oh kamu.."

"Saya Alya, pengacara yang tante telepon tadi." Kataku

"Silahkan masuk, nak" kata bu Tari sambil memersilahkan kami masuk ke rumahnya.

Kami pun masuk ke rumah bu Tari, rumah tingkat dan kaya membuatku terkesan bagus.

"Silahkan duduk, nak." Kata bu Tari

Akhirnya aku bisa menghangatkan di sini.

Kami pun duduk disofa yang empuk.  Kami berdua duduk bersampingan, sedangkan ibu Tari duduk didepan kami berdua. Datang bi Ina, pembantu ibu Tari dengan sopan.

"Kalian mau minum apa?"

"Air putih saja, Tante" Kataku lalu Mira menyetujuiku dengan mengangguk.

"Air putih 3 saja, bi" Kata ibu Tari

Bi Ina mengangguk pelan, lalu menjalankan tugasnya menyiapkan air putih untuk kami berdua.

"Apakah tante akan mengasihkan uangnya kepada orang yang memberi ancaman ke tante?" tanya ku

"Iya, saya akan mengasihkan."

"Apakah didalam suratnya memberi keterangan untuk kapan memeberikannya, tante?" tanya Mira

"Disuratnya mengatakan malam ini harus dikasihkan, jika tidak akan dibunuh."

"Boleh saya pinjam suratnya, tante?" tanya Mira

"Dia siapa--" tanya ibu Tari dengan heran

"Saya Mira, teman pengacaranya Alya."

"Ohh.."

Aku kaget mendengar jawabanku kalo aku adalah teman pengacaranya. Mira memberiku kode untuk berbohong. Aku tau, jika ada polisi di sini, maka Mira akan ditolak mentah-mentah oleh ibu Tari.

"Saya ambil suratnya dulu," ujjar ibu Tari sambil meninggalkan kami berdua

*****

Mira POV

"Apa-apaan loe ini." Kata Alya sambil menghadap ke aku setelah bu Tari meninggalkan kami

"Maaf, gue harus berbohong ke kamu."

"Iya-iya gue tau kok," ujar Alya "Ntar loe akan menggunakan psychmetri-mu kan?"

Aku hanya mengangguk tegas. Menemukan pelaku semacam ini hanyalah mudah bagiku untuk menangkapnya dengan menggunakan psychometri-ku.

"Ini suratnya." kata bu Tari sambil mengasihkan suratnya didepan kami.

"Anak anda, Ryan, saat ini sedang ada dipihak saya. Jika ingin anak anda selamat, maka anda harus memberi uang 50 juta pada malam jum'at jam 12 malam hari ini, di sini. Jika anda membawa polisi, maka anak anda akan saya bunuh."

"Gimana ceritanya kenapa tante dapat surat ancaman?"tanya Alya

"Jadi ceritanya...."

*****

Flashback on...

Jam 10 malam di  rumah sakit.

Malam yang dingin menyelimuti kota A. Hembusan angin malam menyapu dengan lembut. Bulan purnama muncul dengan sempurna dimalam ini. Orang-orang memakai jaket dan sweater berlalu lalang di jalan raya. Menikmati malam minggu dengan santai. Bulan ini adalah musim dingin.

Seperti biasa, ibu Tari, seorang direktur rumah sakit sekaligus dokter spesialis bedah sedang memeluangkan waktunya di malam minggu untuk menjenguk anak temannya yang sakit di rumah sakit yang ia sering bekerja. Setelah basa-basi sebentar dengan temannya, ia izin ke kamar mandi untuk membasuh muka dan tangannya yang menutnya kotor. Selesai ke kamar mandi, ia melewati tempat registrasi pasien yang berada disebelah kanannya.

"Bu Tari!" teriak seorang laki-laki remaja dengan berpakaian dokter menghampiri ibu Tari

"Ya, ada apa?" tanya bu Tari menghadapa ke dokter laki-laki tersebut

"Tadi ada yang nyariin ibu, tapi sayangnya pas waktu itu anda lagi tidak ada di sini. Jadinya orang itu nitip ini ke saya." Penjelasan dokter sambil megasihkan sebuah ampolop putih ke ibu Tari

"Ini apa?"

"Saya tidak tau kalo itu." Jawabnya sambil menggeleng kepalanya "Orangnya cuma ngasih itu doang."

"Oke, makasih ya." kata ibu Tari sambil meninggalkan dokter laki-laki tersebut

Ibu Tari meninggalkan rumah sakit dan mengendarai mobilnya menuju ke rumahnya setelah melihat isi dari suratnya yang berisi ancaman anaknya yang sudah hilang sekitar seminggu. Awalnya ibu Tari mengira bahwa anaknya pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis perusahaan yang anaknya punya. Tapi ibu Tari semakin curiga bahwa anaknya tidak pernah membalas teleponnya dan karyawannya berkata bahwa anaknya tidak ke luar negeri. Dan firast buruk datang menyelimuti ibu Tari.

Surat yang dikasihkan oleh dokternya tadi adalah....

"Anda harap membaca surat saya yang saya kirimkan ke pak satpam rumah anda, ibu Tari. -Someone-"

Setelah ibu Tari sampai di halaman rumahnya. Ia bergegas ke tempat pos satpam yang terdapat disebelah kanan jalan, tepatnya di belakang pagar rumahnya.

"Selamat malam nyonya," ujar pak Yoti. Karyawan satpam yang biasanya jaga shift malam

"Tadi ada kiriman surat gak dari seseorang?"

"Iya." Kata pak Yoti sambil masuk ke ruangannya dan mengambil suratnya tadi yang diserahkan oleh seorang laki-laki. Lalu menyerahkannya ke ibu Tari.

Ibu Tari membuka dan membacanya. Spontan ibu Tari kaget serta teriak. tidak percaya dengan surat tersebut. Dan isinya ada lah...

"Anak anda, Ryan, saat ini sedang ada dipihak saya. Jika ingin anak anda selamat, maka anda harus memberi uang 50 juta pada malam jum'at jam 12 malam hari ini, di sini. Jika anda membawa polisi, maka anak anda akan saya bunuh."

*****

Alya POV

Flashback off

"Sejak saat itu, saya selalu diselimuti oleh ketakutan yang lebih." Kata ibu Tari

"Ketika tante habis membaca suratnya, apakah ada kejadian aneh selama ini?" tanya Mira sa

"Ada." Jawab ibu Tari dengan singkat "Pernah sering kali bel setiap jam 12 malam, padahal saat itu satpam tidak tidur atau pun jalan-jalan. Pernah juga saya merasa diikuti oleh seseorang setelah saya bertugas di rumah sakit. Dan yang terakhir, saya pernah dikasih foto anak saya dilumuti darah dengan tulis "DEATH"."

Ngeri juga ya pembunuhnya...

"Itu setapi hari kah, tante?" tanyaku

"Iya, selalu begitu."

"Apakah tante sudah mengecek CCTV yang ada di rumah ini?" tanya Mira

"Sudah, kemarin saya sudah mengeceknya."

"Hasilnya bagaimana, tante?" tanya Mira sambil minum air putih yang disediakan oleh bibinya

Ibu Tari hanya menggeleng pelan "Nihil."

Apa?!, itu tidak mungkin.

"Kenapa tante beranggapan bahwa itu "Nihil"?" tanyaku

"Karena ketika itu CCTV eror setiap kejadian itu."

Berarti kemungkinan yang membuat CCTV eror adalah salah satu pegawai di sini. Mereka kerjasama untuk kejadian ini. Tapi siapa?

Mira menyenggol tanganya ke aku. Seakan-akan memberi kode untuk membuat ibu Tari pergi dan memulai aksi Psychometri-nya dikertasnya. Aku langsung menjawabnya dengan cepat.

"Boleh lihat kamar anaknya tante gak?" tanyaku

Ibu Tari menjawabnya dengan senyuman manis dibibirnya. Lalu mempersilahkanku untuk mengikutinya. Sempat aku memberi kode lagi untuk tidak lama-lama menggunakan Psychometri-nya.Takut ibu Mira curiga ke kita berdua . Mira menjawabnya dengan mengangguk.

*****

Mira POV

Setelah Alya dan ibu Mira meninggalkanku di sini, aku lansung membuka sarung tangan hitamku dan langsung fokus keahlianku, Pschometry-ku. Dan aku melihat semua kejadian sebelum ditulisnya surat tersebut.

Ada sebuah ruangan kosong yang gelap. Sepertinya aku pernah mengenalnya, tapi dimana?. Aku melihat anaknya ibu Tari diikat dengan tali putih duduk dikursi dengan mulut yang membungkam dengan kain. Para penculik sedang makan-makan bersama seperti mengadakan pesta kebahagiaan.

Lalu aku beranjak keluar dari ruangan tersebut. Melewati lorong gelap, mengikuti cahaya yang berada di depan sana dan sampailah aku kaget ketika cahaya tersebut adalah saungai yang sudah mengering. Diatasnya jempatan yang dulu terdapat kasus bunuh diri seorang perempuan ynag diduga karena putus dengan kekasihnya.

Aku langsung membuka mata dan menaruh lagi surat tadi ke ata meja. Memakainya lagi sarung tangan hitamku yang tadi aku masukkan ke kantong bajuku.

Tapi sayangnya adalah, banyak kasus seperti itu disetiap sungai.  Sepertinya aku pernah menangani kasus itu dan beruntung hanya beberapa yang kutangani. Salah satunya sungai tidak ada tempat tersembunyi di dasar sungai. Dan kasus yang kutangani adalah tempat yang ada lorong seperti Goa.

Apakah sungai yang menjadi tempat penculikan anaknya ibu Tari itu ada di situ?.

Alya kembali lagi ke ruang tamu bersama ibu Tari. Alya duduk disampingku.

"Gimana? sudah menggunakan psychometry-mu? " bisik Alya

"Sudah lah." Jawabku dengan bangga

"Tante, nanti saya yang mencebloskan pelaku anak tante ke pengadilan." Kataku

"Makasih ya, Alya." Kata ibu Tari mengeluarkan senyuman manisnya "Maaf kalo menganggu,"

"Itu sudah menjadi tugas kami pengacara, tante." Kata Alya

"Kami pamit dulu ya, tante." Kataku sambil berdiri dan salim ke ibu Tari

Kami pun meninggalkan rumah ibu Tari dan menuju ke mobilku.

"Kelihatannya pelaku bekerja sama dengan salah satu karyawan di sini." Kata Alya sambil membuka pintu mobil dan duduk disamping ku.

"Aku juga berfikir kayak gitu,  Al." Kataku sambil menyalakan mesin mobilku dan menjalankannya. "Kita mau kemana lagi? "

"Kembali lagi ke apartemennya Arka." Jawab Alya

Aku mengangguk lelan. Menambah kecepatan mesin mobil dan menuju ke apartemen Arka.

*****

Mira POV

Ting tong...

Suara bel apartemennya Arka. Kami pun sampai di apartemennya.  Menempuh perjalanan hanya memakan waktu 30 menit.

Klek...

"Masuk lah.." Kata Ardian membuka pintunya

Kami berdua masuk. Berjalan menuju sofa yang berada di ruang tamu dan duduk. Arka datang dari dapur dengan tubuhnya yang penuh dengan tepung. Sepertinya Arka habis bikin kue. Arka dan Ardian duduk disofa depan kami

"Gimana hasilnya, Mir?" tanya Arka

"Gue tau tempatnya." Jawabku "Di dasar sungai."

"Maksudnya?" tanya Ardian

"Gini lho, tempatnya itu ada di bawah jembatan. Sungainya itu mengering. Di dasar jembatannya itu ada lorong rahasia dan itu dipakai buat para penculik menculik anak-anak." Penjelasanku ke mereka

"Owalah...gitu tho." Kata mereka bertiga

"Nah, kalau gak salah si pelaku bekerja sama dengan pelayan yang ada di rumah ibu Tari." Kata Alya

"Kok bisa?" tanya Ardian

"Nanti gue jelasin ke kalian."

"Kalo gue ngajak Heri ke sini, boleh gak?" tanyaku ke mereka

"Heri? Siapa tuh?" tanya Alya

"Itu lho, temannya Mira. Dia juga polisi."

"Oh... Ok gak papa." Jawab Ardian

Sepertinya aku harus telepon Heri deh.

Aku memgambil hpku dijaket hitamku. Mencari kontak Heri untuk meneleponnya.

"Aku ijin ke luar ya." Kataku sambil menekan nomer Heri.

Ayo jawab...

"Halo Mir,"

"Loe lagi kosong gak?" tanyaku sambil mondar-mandir di depan pintu apartemen

"Gak sih... Emang kenapa? "

"Ke sini dong, ada yang harus kita diskusiin."

"Pasti tentang kasus lagi ya?"

"Iya Heri.  Nanti kukirimin GPS tempatnya."

"Apa yang harus kubawa nih? "

"Semua berkas kasus bunuh diri yang kita tangani 2 bulan yang lalu."

"Ok siaap."

Tut...

Aku memutuskan teleponnya, mengirimi sherlocknya, dan masuk lagi ke apartemen.

"Si Heri nerima ajakan loe gak?" tanya Arkan

"Mau." Jawabku sambil meletakkan sepatuku ke rak. Lalu duduk di sofa

"Bagus lah." Kata Arka "Kamu sama Heri kayak sepasang kekasih."

"Apa? Serius?" tanya Alya

Wajah Ardian langsung berubah menjadi cemberut.

"Ulangi kata-katamu!" seruku hampir melemparkan  gelas yang berada di depanku. Si Arkan dan Heri sama aja. Sama-sama nyebelin kalo lagi canda.

"Bercanda doang. Ya soalnya kalian seumuran."

"Seumuran? Benarkah?" tanya Ardian

"Seumuran katamu? Dia udah nikah sebulan yang lalu kalii." kataku dengan nada tinggi

"Ya gak tau juga Mira." jawab Arkan dengan wajah tanpa dosa. "Kenapa kamu marah?"

Rasanya aku ingin mengambil sesuatu dan langsung ku pukul pake benda ke Arkan.

"Mira." Bisik Alya mendekatiku

"Apa?" tanyaku

"Kelihatannya Ardian--"

Ting tong..

"Mungkin Heri." Kata Ardian sambil berjan ke pintu depan dan membuka pintunya.

Klek..

"Masuk aja, Her." Kata Heri sambil membukakan pintunya. Dan mempersilahkan Heri masuk ke dalam. Membantu membawa kerdus kecil diangkat berdua.

Heri pun masuk ke dalam. Dia kaget ketika ada Arkan. Ia langsung duduk di sofa sampingnya Arkan. Menaruh kerdusnya disamping sofa.

"Loe ngapain di sini?" tanya heri dengan heran.

"Aku ngundang dia." Jawab Ardian sambil duduk di samping Mira.

"Kenalin, Gue Alya. Temannya Ardian." Sambil mengeluarkan tangannya untuk berjabat tangan dengannya.

"Gue Heri. Se-tim sama Mira."  Jawab Heri memnerima jabatanya "Sepertinya gue pernah lihat loe deh."

Lho, kayak gue sama Ardian pas di rumah sakit?.

Alya menjawabnya dengan bingung. Alya gak merasa ketemu si Heri dimana pun.

"Kamu pengacara gak sih?" tanya Heri. "Soalnya aku pernah lihat loe di pengadilan."

"Iya, Kamu benar. Aku pengacara."

"Biarkan Mira untuk berbicara." Kata Ardian memotong pembicaraan Heri dan Alya

"Jangan bilang kalau Ardian..." Batin Alya sambil menatapi Ardian dengan misterius