Hari yang ditunggu-tunggu semua orang telah tiba dimana hari wisuda Melisa digelar. Senyum cerah dan raut bahagia terpancar jelas dari setiap mahasiswa disana yang telah menyelesaikan tugas dan kewajibannya di bangku perkuliahan. Sayang itu tidak dirasakan oleh Melisa saat itu.
Di hari bahagianya itu, hatinya jugstu merasa sedih. Bukan karena hasil belajarnya selama kuliah yang buruk, justru dirinya terbilang salah satu mahasiswi berprestasi dengan hasil yang memuaskan, tapi karena bayang-bayang pengkhianatan terus melintas di kepalanya. Raganya seperti patung tanpa jiwa menyertainya hari itu.
"Melisa, ayo kita foto. Kamu ini kenapa dari tadi melamun terus. Seharusnya kamu bahagia di hari spesialmu ini, bukannya sedih kayak begini." Amira menegur Melisa yang terlihat melamun tidak semangat di hari bahagianya itu.
"Kamu kenapa Nak?"
Melisa terkejut bahunya ditepuk pelan sang ayah,"Hmm. Nggak papa pah." Melisa mengukir senyum tipis yang ia paksakan tentunya.