Chereads / (Un)forgettable / Chapter 3 - Chapter 2 - Misterious Boy

Chapter 3 - Chapter 2 - Misterious Boy

Arin masih bingung dengan Renald yang tiba-tiba bergabung dengannya. Ia begitu banyak bercerita tanpa rasa canggung seolah mereka teman dekat, bahkan meminta nomor ponsel Arin. Dan Arin akhirnya memberikannya karena ia sedikit memaksa.

Tapi sampai sekarang Renald belum menelepon atau meninggalkan pesan sekali pun. Arin terus memandangi ponselnya, entah kenapa ia terus memegangnya. Menunggu pesan bahkan panggilan dari Renald. Terdengar bunyi pesan whatsapp, langsung membukanya dan ternyata itu dari Tiara. Ia menyuruh Arin untuk mengembalikan novel miliknya besok. Arin tidak membalas pesan Tiara, langsung meletakkan poselnya di nakas. Jam digital menunjukkan pukul 20:50. Lalu terdengar nada panggilan, Arin langsung mengambil ponselnya dan ternyata itu Tiara. Ia menekan tombol hijau.

"Ada apa, Tiara?"

"Arin, besok bawa novel gue, ya! Mau dipinjem sepupu. Gue chat nggak lo bales, kenapa Rin?"

"Gue lagi males aja balesnya, ngantuk. Iya besok gue bawa." Tiara pun memutuskan panggilannya.

Pukul 20:55. Ia terus memandangi jam itu hingga menunjukkan angka 21:00.

Arin dikagetkan oleh suara panggilan telepon lalu melihat ponselnya, ternyata nomor baru. Renald, itu yang terlintas di pikiran Arin. Ia langsung mengangkatnya.

"Halo ini siapa ya?" ujar Arin to the point.

"Ini gue, Renald. Oh iya, lagi ngapain?"

"Lagi diem di kamar."

"Pasti dari tadi lo nungguin gue sms or nelepon, kan?"

"Hah, E-nggak. Geer banget sih, lo!"

"Hahaha iyadeh kalau lo nggak mau ngaku, udah dulu ya. Jangan lupa save nomor gue, bye cantik."

Belum sempat Arin menjawab, Renald sudah memutuskan panggilannya. Arin jengkel. Tapi yang dikatakan Renald memang benar, ia menunggunya. Tersenyum mengingat Renald mengatakannya cantik. Ia tersadar dan langsung merutuk, jangan sampai baper pada cowok tengil itu pikirnya. Teringat perintah Renald, ia pun langsung menyimpan nomor tersebut. Terdengar bunyi pesan masuk, Arin membuka pesannya.

Renald: Udah tidur belum?

Arin: Belum. Kenapa?

Renald: Tidur gih, udah malem juga.

Arin: Iya

Renald: Selamat tidur cantik, mimpi indah ya :)

Arin tersenyum membaca pesan Renald. Ia pun menarik selimut dan segera menutup matanya.

***

Cahaya mulai memasuki cela-cela jendela, membangunkan Arin. Ia menggeliat dan langsung memasuki kamar mandi. Lima belas menit berlalu pintu kamar mandi pun terbuka, Arin mempersiapkan dirinya untuk pergi ke sekolah. Menatap dirinya di cermin, rambutnya diikat kemudian memoleskan bedak tipis.

"Sayang, ayo cepet sarapan! Papa kamu ada meeting pagi ini."

"Iya, Ma. Ini juga udah beres kok." Arin mengambil tas sekolahnya. Lalu turun ke lantai bawah.

"Selamat pagi Pa, Ma." Mencium pipi mama dan papanya.

"Pagi sayang, ayo cepetan! Papa buru-buru hari ini."

"Iya, Pa." Arin melahap roti isi buatan mamanya dengan cepat kemudian meneguk susunya sampai habis.

Mama menegur Arin yang makan terburu-buru, takut anaknya tersedak. Selesai sarapan ia mengajak papanya untuk berangkat. Mereka berdua pun pamit. Papa mencium kening istrinya, Arin pun mencium tangan mama.

Sampai di sekolah, Arin mencium tangan papa, lalu keluar dari mobil. Ia memasuki gerbang sekolah, tapi ada pemandangan yang menarik baginya. Ia mengikuti seorang cowok. Cowok itu terlihat memasuki perpustakaan, tapi langkahnya terhenti merasa ada yang mengikuti. Arin langsung bersembunyi, setelah dirasa aman ia pun melanjutkan langkahnya lagi.

"Woi!" Arin dikagetkan seseorang. Ternyata Renald, ia mendengus sebal tapi Renald hanya cekikikan. "Ngapain lo di sini? Mencurigakan." Renald mengintimidasi.

"G-gue mau ke perpus. Ada yang salah gitu?" Arin gelagapan.

"Gue liat lo ngikutin Farel." Arin tampak pias. "Ngapain lo ngikutin Farel?" Renald tersenyum miring.

"Ngapain juga gue ngikutin dia, gue beneran mau ke perpus, kok. Lo juga ngapain ngikutin gue?" Arin balik bertanya, lebih garang.

"Terserah gue dong mau ngikutin siapa," jawab Renald acuh.

Arin berdecak kesal. Lalu Renald pergi ke kelas tanpa disuruh. Dasar aneh! Anak baru itu cepat beradaptasi meski baru dua minggu sekolah di sini, ia dengan santainya mengelilingi lingkungan sekolah, menyapa satpam, mengobrol dengan tukang sapu sekolah, tapi bagi Arin ia seorang cowok misterius di balik sikapnya yang menjengkelkan.

Farel yang telah selesai dengan urusannya segera keluar. Ia melihat Arin sedang berdiri di samping pintu perpustakaan. Melihat Arin, ia pun menyapa. Tidak membuang kesempatan, Arin pun menyampaikan maksudnya. Meminta Farel untuk mengajarinya Fisika, tentu saja itu hanya alasan untuk bisa berduaan dengannya. Tanpa diajari pun sebetulnya Arin sudah paham di luar kepala. Farel menyetujui permintaannya, mengajaknya bertemu di Green Caffe jam 4 sore.