"bukan urusan lo" sahut irgi acuh sembari berjalan menghampiri satu brankar yang kosong tepat disamping brankar aghatha, hingga irgi pun memutuskan untuk ikut berbaring di brankar yang kosong.
Hingga beberapa menit kemudian suasana di ruang UKS atau singkatan dari Unit Kesehatan Sekolah itu seketika kembali sunyi karena tak ada yang memulai pembicaraan lagi, namun beberapa saat kemudian semuanya mendadak bingung ketika irgi tiba-tiba melontarkan sebuah kalimat, yang sukses membuat sikembar dikta dan dita menatap horor kearah pria yang kini membaringkan tubuhnya dibrankar uks sembari memejamkan matanya, yang sebenarnya belum tertidur dengan benar.
"mendingan lu berdua pergi deh" kalimat yang tiba-tiba dilontarkan oleh irgi membuat dikta dan dita bingung serta terkejut diwaktu yang bersamaan.
apa katanya, mereka disuruh pergi? lalu siapa yang akan menunggu aghatha disini, masa iya mereka meninggalkan irgi dan aghatha berduaan, takutnya kan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. bagaimana? ah tidak, maksud dari terjadi sesuatu yang diinginkan disini bukan menyangkut paut soal sexual atau sebagainya, hanya saja kalian pasti tahu jika perempuan dan laki-laki dibiarkan berdua seperti ini pasti akan menyebar fitnah yang tidak diinginkan, ya walaupun nayatanya mereka tak melakukan apapun secara aghatha masih pingsan sekarang, tapi bagaimana jika aghatha sudah bangun dari tidurnya?.
Ah sudahlah daripada memikirkan yang membuat mereka pusing, toh ada baiknya juga bagi mereka berdua pergi dari sini. karena mereka tidak usah capek-capek harus menunggu aghatha sampai bangun dan menawarkan obat atau sebagainya.
"yaudah gue sama dita pergi ya, awas lo. anak orang tuh jangan lo apa-apain" ujar dikta sembari menarik pergelangan saudarinya yang masih memainkan jemarinya dilayar ritual berbentuk pipih tersebut, membuat dita tersentak kecil.
"terserah gue lah, mau ngapain juga" sahut irgi asal masih dengan posisi yang sama yaitu berbaring sembari memejamkan matanya.
Namun sahutan dari irgi, kali ini mampu membuat dikta dan dita mendelik kaget atas apa yang pria itu lontarkan.
"iyadah terserah lo, mending gue cabut" ujar dikta lagi sembari menggandeng saudari kembarnya pergi dari sana.
Hingga akhirnya keduanya pun pergi dari sana, entah kemana mereka akan pergi, yang pasti mereka tidak akan pergi ke kelas dan mengikuti pelajaran yang membuat mereka merasa bosan, karena harus mendengarkan celotehan dari guru yang sudah paruh baya yang tengah menjelaskan berbagai materi, yang tentunya membuat isi kepala seketika menjadi kacau.
Waktu di Seoul - Korea selatan menunjukan jam 13.00 KST yang berarti jika di Jakarta menunjukan waktu 11.00 WIB sebab waktu antara Korea dan Jakarta berbeda 2 sampai 3 jam.
Dan disinilah dia berada laki-laki remaja jangkung dengan paras tampan bak pangeran yang masih diam berdiri didepan hamparan air sungai yang luas jika kita berada di tengahnya, melihat air sungai yang jernih dan indah membuat obsidian seluas danau yang meneduhkan bak embun dipagi buta, tak bisa mengalihkan netranya dari objek sungai yang berada didepannya.
Kini yang ia lakukan hanya berdiam diri seraya memandang hamparan aliran sungai yang membentang luas dihadapannya, dan entah kenapa, pikirannya selalu tertuju pada pertemuan yang tak terduga antara dirinya dengan sosok freya tadi pagi. ya, fikri sudah berjam-jam berdiam diri disini dan tak melakukan apa pun selain memandang sungai yang berada dihadapannya seraya menghembuskan nafas panjangnya ke udara mengisyaratkan bahwa dia sudah lelah dan sudah berada diluar batasnya.
Semua yang telah terjadi benar-benar tak masuk di akal sehatnya. pertama kematian freya yang menjadi hari berkabung untuk semua orang, kedua sosok asing yang hampir atau selalu tak sengaja ia temui dimana pun ia berada, ketiga mengapa penyesalan yang ia rasakan begitu besar? dan keempat ia tak sengaja bertemu dengan sosok sahabatnya dengan wujud yang berbeda, serta semua kalimat yang tak mampu ia cerna sedikitpun diotaknya.
Semuanya benar-benar membuatnya lelah, apa yang sebenarnya telah terjadi disini? kenapa masalah selalu hadir dikehidupannya, tak bisakah Tuhan memberikan kebahagiaan sedikit untuknya, tak bisakah dunia memberikan secercah kebahagian untuk hidupnya, walaupun sedikit tak apa asal dia bisa merasakan kebahagiaan itu sendiri.
Sebelum sosok Freya menghilang dari hadapannya dia sempat mengatakan sesuatu pesan terakhir untuknya, kalimat sangat singkat dan jelas tapi sialnya fikri tak bisa mencernanya secara gamblang, maksud dari apa yang coba ingin disampaikan oleh sosok Freya padanya. kalimat itu seperti ini " suatu saat nanti kamu akan mengetahui semuanya fikri, bahkan sampai tragedi kecelakaan itu terjadi" seperti itulah kalimat terakhir yang sosok Freya katakan padanya sampai akhirnya dia benar-benar hilang dihadapannya.
"AKHHHH SIALAN!!!" pekik fikri sembari melempar batu kerikil kedalam sungai dihadapannya.
"GUE BENCI HIDUP GUE, SIALAN!!!" jerit fikri untuk kedua kalinya namun kali ini ia mengusak kasar rambutnya membuat anak-anak rambut itu terlihat acak-acakan tak teratur.
"APA SALAH GUE?!!! KENAPA GUE NGGAK BISA NGERASAIN BAHAGIA?!!! GUE MUAK SAMA SEMUANYA!!!" orang-orang yang tengah berlalu lalang di Sungai Han sempat memfokuskan pandangan mereka kearah laki-laki yang menjerit dengan keras sehingga mampu mengubah atensi mereka yang berjalan-jalan disana.
"KENAPA CUMA GUE YANG MENDERITA, TUHAN!!!" fikri yang menjerit dengan keras mendapat berbagai macam tatapan yang orang-orang berikan padanya, ada yang menatap iba sampai tatapan yang menganggapnya seperti orang gila.
"TUHAN HATI GUE HANCUR!!!" dibalik jeritan yang menggelegar bak guntur yang beradu dengan awan ada fisik dan hati yang menjerit kesakitan, atas semua yang terjadi diluar akal sehatnya.
Kejadian-kejadian dua tahun silam yang telah terjadi tiba-tiba saja berputar diotaknya seperti film dokumenter hitam putih yang tengah diputar, bahkan ingatan itu seolah-olah ingin mengambil alih semuanya dari otak fikri agar pria tampan yang baru menginjak remaja itu teringat akan masa-masa dimana dia pernah berada di situasi yang sulit untuk kedua kalinya.
"TUHAN, TOLONG FIKRI hiks tolong, fikri nggak sanggup buat ngelewatin semuanya sendiri, tolong Tuhan, jangan biarin fikri ngerasain lebih dari ini hiks hiks jangan" kalimat putus asa yang lolos dari bibir laki-laki bersurai hitam legam yang terkibas oleh angin, terdengar sangat menyedihkan. membuat beberapa pasang mata melihat kearahnya dengan iba namun sayangnya fikri tak menghiraukannya, sebab sekarang fisik dan batinnya benar-benar hancur seperti dicambuk beberapa kali rasanya benar-benar sakit.
Menangis pun sepertinya sudah tak bisa, air matanya sudah kering karena setiap kali mengingat malam dimana tragedi itu terjadi fisik dan hatinya menjerit kesakitan dan air matanya pun turun begitu saja tanpa ia minta bahkan jika bisa diukur oleh benda atau semacamnya rasa sakitnya tak cukup untuk di ekspresikan lewat tangisan dan jeritan yang mampu menguras tenaga jiwa dan raganya.
Setiap hari yang fikri rasakan setelah tragedi itu terjadi hanyalah penyesalan yang tak pernah ada ujungnya, sehingga membuatnya hanya terpaku pada sebuah lingkaran yang sama yaitu tentang penebusan dosa, yang tak pernah ia mengerti.