Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Story of Khlee

mairaaa832
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.7k
Views
Synopsis
Cerita ini tidak ada kaitannya dengan sebuah sejarah, kerajaan, bahkan kenyataan. Ini adalah murni sebuah fiksi. Jika ada unsur kemiripan pada suatu hal, mungkin itu tidak di sengaja. Semoga menyenangkan! "Baiklah yang mulia. Hamba siap menjaga Putri Alettha dengan seluruh kehidupan hamba" -DarrenKheean-

Table of contents

Latest Update1
volume14 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - volume1

•••Bab1•••

Raja Naphaa Neen Dravidha dengan segala kemuliaan hatinya, tidak ada yang tidak mengenalnya. Rakyat Khlee sangat memuliakan raja mereka. Tidak boleh ada yang membuat sebuah hinaan atas dirinya. Rakyat Khlee sangat menyayangi raja mereka.

Daerah Khlee sangat subur, penuh dengan limpahan juga suguhan alam mempesona. Kemajuan pesat di sektor produksi dan penjualan hasil pertanian. Khlee menjadi pusat hasil pertanian terbesar yang pernah ada di zamannya.

Raja Naphaa dan permai surinya, Ratu Bhell Gree Dravidha, sangat menyayangi Khlee. Mereka berharap semoga Khlee menjadi daerah impian semua orang, tanpa mengenal zaman. Khlee yang memberikan tenteram, cinta, dan keharmonisan.

Kebahagian Rakyat Khlee menjadi lengkap dengan kabar kelahiran seorang putri di kerajaan mereka. Putri cantik, beralis tebal, dan juga kulit mempesona. Alettha Teethan Dravidha, nama yang di umumkan pada Rakyat Khlee saat perayaan kelahiran putri kecil kerajaan.

"Darren, ikuti aku. Kau akan memiliki tugas mulia" Tegas Jenderal Kannin Kheean pada anaknya. Dia genggam tangan anaknya erat, membawanya menyusuri lorong Kerajaan Khlee.

Darren mengikuti arahan ayahnya. Menatap bangga lelaki berbadan besar di depannya. Baginya, ayahnya adalah seorang yang sungguh luar biasa. Tentang pengabdiannya pada kerajaan, kemampuan bela dirinya, juga kewibawaannya. Darren ingin menjadi seperti ayahnya.

Sampai di penghujung lorong kerajaan, ayahnya mengajak Darren memasuki sebuah kamar. Tangis kecil dari Putri Alettha menyambut kedatangan mereka. Jenderal Kannin berlutut yang di ikuti juga oleh Darren.

"Salam hormat yang mulia" Ucap Jenderal Kannin dan Darren bersamaan.

"Banngunlah!" Titah Ratu Bhell yang duduk menggendong putri kecil di pangkuannya.

"Maaf membuat yang mulia menunggu lama" Ujar sang jenderal yang kembali menundukkan kepalanya.

Ratu Bhell tersenyum dan mengangguk. Mengalihkan pandangan pada Darren.

"Inikah anakmu? Kau sangat tampan nak" Tanya sang ratu pada Jenderal Kannin

"Ya. Namanya Darren" Senyum bangga Jenderal Kannin.

"Berapa usiamu Darren?" Tanya sang ratu.

"Usiaku 8 tahun yang mulia" jawab Darren

Sang Ratu Bhell menghampiri Darren sambal menggendong Alettha yang menangis kecil.

"Bolehkah aku memanggilmu Darr?"

"Tentu yang mulia, kau bisa memanggilku apapun" Senyum kecil dengan gigi depan yang tanggal, sangat menggemaskan bagi sang ratu.

"Darr. Aku sudah meminta izin pada ayahmu untuk ini sebelumnya. Apa kau bisa membantuku menjaga Alettha, dengan nyawa dan keberanianmu. Aku dengar, anak Jenderal Kannin sangat hebat" Senyum tulus dan bangga sang ratu pada Darren.

Darren menatap ayahnya, tersenyum dan anggukan yang ia dapatkan. Darren pun menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baiklah yang mulia. Hamba siap menjaga Putri Alettha dengan seluruh kehidupan hamba"

Putri kecil pun berhenti dengan tangisannya. Duduk di pangkuan sang ratu dan menatap Darren lalu tersenyum.

Alettha putri kecil usia 2 tahun, dengan sang pelindung, anak Jenderal Kannin, Darren Kheean.

Tujuh belas tahun kemudian

Matahari terlihat bersemangat kali ini. Suara baku hantam memenuhi lapangan kerajaan.

"Menyerahlah untukku Darr!" Ujarnya sambil berusaha melumpuhkan serangan Darr

"Tapi jika hamba menyerah, bagaimana yang mulia akan bisa menghadapi musuh yang lebih mengerikan nanti?" Jawab Darren.

"Kau sungguh menyebalkan Darr!" Timpalnya sambal terus mengayunkan pukulan demi pukulan ke arah Darren

Baku hantam itu pun masih berlanjut. Berteman dengan matahari yang juga semakin bersemangat. Pukulan tangan di lengan Darren, ia balas dengan mengambilnya lalu di kunci ke bagian belakang tubuhnya. "Jika ini bukan Yang Mulia Putri Alettha, mungkin hamba sudah melakukan hal lebih" Bisik Darren di telinga sang putri.

Wajah Putri Alettha menegang. Ia juga memerah, mungkin karena matahari juga. Darren pun melepas kunciannya. Mengeluarkan sapu tangan dari saku pakaiannya, memberikannya pada sang putri.

"Kau terlalu hebat untukku Darr. Huh!" Ujar sang putri yang mengambil sapu tangan dari Darren.

Mereka pun beristirahat. Berjalan sedikit kearah timur lapangan, menuju taman kerajaan, tempat yang di sukai sang putri.

"Di sini indah bukan Darr?" Ujar sang putri sambal menghirup bunga yang baru saja ia petik.

"Ya. Di sini sangat indah yang mulia" Jawab Darren sambal menatap dalam pada sang ratu yang sibuk menghirup bunga kesukaannya.

Baginya taman kerajaan memanglah indah, sangat indah. Tapi ada yang jauh lebih indah dan berharga, yaitu sang putri. Sesuai janjinya pada mendiang Sang Ratu Bhell, ia akan menjaga sang putri dengan segenap nyawanya. Tidak membiarkan siapa pun untuk semata menggores kulit cantiknya.

Ia akan rela menjadi apa pun untuk sang putri. Menjadi penjaga pribadinya, teman mengasah kemampuan bela dirinya, teman curhatnya. Apa pun itu, ia bersedia.

"Darr. Aku sangat merindukan mereka" Ujar sang ratu sambal duduk di bangku taman.

"Aku juga merindukan Yang Mulia Raja Naphaa dan Ratu Bhell" Ucap Darren yang berdiri di belakang sang putri dengan tegap.

"Hmm. Darr, kau bisa duduk, di sini masih luas" Ujar sang putri sambil menepuk sisa bangku yang cukup luas di sampingnya.

"Terima kasih yang mulia. Maaf, tapi hamba lebih nyaman seperti ini." Balas Darren sambal menunudukkan kepala lalu tersenyum pada sang putri.

"Ini perintah Darr! Duduklah" Titah sang putri. Beginilah sifatnya, ia harus mendapat apa pun yang ia inginkan, tanpa terkecuali. Darren pun mengerti tentang sifat sang putrinya ini. Ia hanya bisa tersenyum jika sang putri seperti ini. Darren pun duduk di samping sang putri, dengan jarak yang cukup jauh.

"Kenapa Darr? Apakah aku bau, jadi kau harus duduk seperti itu?" Tanya sang putri sambil berusaha mencium bau tubuhnya sendiri.

Darren terkekeh melihat sang putri, lalu menggeleng. "Tidak seperti itu yang mulia. Hanya ku rasa tidak baik yang mulia dan aku duduk berdekatan" Jawabnya sambal tersenyum.

"Kau ini Darr. Sudah ku katakan, tidak perlu terlalu seperti ini jika hanya kita berdua." Ujar sang putri sambal menggelengkan kepalanya. "Mendekatlah, ini perintah!" Sambungnya sambal menatap Darren.

"Ahh. Baiklah" Ucap Darren sambil mendekatkan posisi duduknya pada sang putri. Mereka pun berbincang ringan hingga matahari menyusutkan dirinya ke arah barat.

Darren mengantar sang putri kembali masuk ke kerajaan. Berjalan di belakangnya, sambil menatap tubuh itu dengan senyuman. Bayi kecil yang ia temui 17 tahun lalu, menangis di pangkuan ibundanya. Sekarang ia sudah tumbuh sangat cepat. Wanita berperawakan tinggi, walau hanya sebatas lehernya, alis tebal yang ada di wajah cantiknya, dan kulit yang sungguh menakjubkan. Tak lupa juga dengan sifat kemauan kerasnya, yang dia rasa darah Yang Mulia Raja Naphaa yang mengalir pada sang putri sangatlah mempengaruhinya.

Darren pernah merasa kurang ajar pada hatinya, perasaannya pada sang putri. Ia terus meyakinkan hati dan dirinya bahwa ia di sini untuk melindunginya dengan segenap nyawanya, apa pun itu. Seperti janji yang ia katakan pada mendiang Ratu Bhell dan ayahnya, Jenderal Kannin Kheean.

Sepeninggal Raja dan Ratu Bhell yang terbunuh dalam perjalanan menuju Wellin, beberapa pekan silam. Keduanya serta para prajurit di bantai habis habisan di daerah Vrinndav, selatan Wellin. Mereka sangat menyimpan dendam pada daerah Khlee, termasuk raja dan penduduknya. Tanah Vrinndav tidak sesubur daerah Khlee. Sedikit tandus dan gersang. Kebencian ini sudah menjadi turun temurun nenek moyang di Vrinndav. Raja dan ratu yang waktu itu harus ke daerah Wellin untuk pengobatan sang ratu, terpaksa melewati Vrinndav, karena jalur lainnya tertutup akibat bencana alam yang terjadi beberapa hari silam. Dan ternyata berita sang ratu yang sakit dan akan berobat ke Wellin terdengar di Vrinndav. Mereka pun menyiasati berbagai cara untuk membunuh sang raja juga ratu. Dan itu pun berhasil.

Sejak saat itu perang yang semakin dingin terjadi antara Khlee dan Vrinndav. Khlee yang sekarang ada di bawah pengaturan sementara Jenderal Kannin Kheean dan Vrinndav di pimpin Sang Putra Mahkota Zeen Kharr sepeninggal ayahnya, Raja Hutt Kharr yang menyusun rencana pembunuhan pemimpin Khlee dahulu.

Darren pun selesai mengantar sang putri hingga ke isatana. Ia kembali ke ruangannya. Sedikit ke selatan menuju gerbang isatna. Ia sendiri yang memilihnya. Padahal kerajaan masih ada banyak kamar untuk para pekerjanya. Bahkan sang putri pernah meminta Darren agar menempati kamar sebelahnya yang kosong. Tetapi Darren menolak dengan berbagai alasan. "Terima kasih yang mulia. Hamba rasa lebih baik hamba tidak di sini. Sedikit dekat dengan gerbang sangat memudahkan jika ada serangan mendadak. Jika itu terjadi hamba akan melawannya, memberi tahu pada seluruh kerajaan, lalu yang mulia bisa kabur menyelamatkan diri terlebih dahulu" Salah satu alasan Darren.

Darren teringat dengan dengan pesan ayahnya untuk menemuinya malam hari ini. Darren tidak mengerti, tetapi ia segera mungkin menemui sang ayah di ruangannya.

"Maaf Yang Mulia Jenderal Kannin Kheean, membuat yang mulia menunggu sedikit lama" Tunduk Darren.

"Hei Darren. Hentikan, aku tak suka itu, berdirilah!" Kesal sang jenderal.

"Hahaha, aku bercanda ayah. Maaf tadi aku baru saja mengantar Putri Alettha, lalu ke kamarku sebentar"Jawabnya sambal berdiri dan duduk di depan sang ayah.

Sang ayah menganggukkan kepalanya. Lalu menyerahkan surat kerajaan yang entah Darren tidak tahu apa isinya. Menyerahkannya di tangan sang anak.

"Apa ini ayah?" Heran Darren. Sambil menatap surat di tangannya.

"Kerajaan Vrinndav yang mengirimnya. Putra mahkota mengajukan perdamaian antara Khlee dan Vrinndav" Jawab ayah Darren.

"Baguslah ayah, lalu kenapa? Tapi aku rasa kita harus berhati hati karena bagaimana pun putra mahkota itu masih anak Raja Hutt Kharr. Aku takut darah kebencian ayahnya pada Khlee masih mengalir di dalamnya." Ucap Darren sambil mengembalikan surat itu pada ayahnya, menaruh di atas meja, di samping tangan sang ayah.

"Ya. Aku rasa ini juga kabar bagus. Dan untuk masalah putra mahkota, aku bisa jamin, ia tidak seperti ayahnya. Aku telah mengirim pengintai untuknya. Aku dengar ia juga sangat membenci tindakan ayahnya. Apa lagi setelah ia mendengar bahwa Raja Naphaa dan Ratu memiliki Putri Alettha. Ia semakin menyesali atas tindakan ayahnya. Beberapa kali aku juga mendengar bahwa Putra Mahkota Zeen membeli hasil pertanian kita dengan harga yang sangat tinggi. Ia juga membantu penyuplaian bahan pangan untuk daerah Khlee, memperbaiki jalur rusak karena bencana alam waktu silam." Jelas sang ayah pada Darren yang sekarang sudah mematung.

"Benarkah Ayah?" Konfirmasi Darren pada ayahnya.

"Ya. Dan ada satu lagi. Di dalam surat itu, juga ada lampiran mengenai lamaran Putra Mahkota Zeen Kharr atas Putri Alettha. Aku masih bingung, bagaimana kita menjelaskan pada Putri Alettha. Putra Mahkota Zeen juga mengatakan, jika dirinya menikah dengan Putri Alettha, ia tak akan mengambil alih Khlee. Khlee akan sepenuhnya hak milik Putri Alettha, dengan di bawah kepemimpinan sementaraku sekarang. Kecuali jika Alettha memintanya. Jujur saja, sebenarnya aku tidak ingin menggantikan posisi mendiang Raja Naphaa, bagiku Raja Naphaa adalah Raja Khlee selamanya. Aku hanya tak ingin jika Khlee kekosongan pemimpin. Aku jug tidak tega membiarkan Putri Alettha di usia mudanya memikirkan masalah runyam kerajaan ini. Aku hanya ingin menjaga hak anak Raja Naphaa, sampai putri Alettha sanggup nanti mempin Khlee." Jelas panjang sang ayah pada Darren.

Darren terlalu kaget untuk mendengar semuanya. Hatinya juga tidak sanggup menerima kenyataan ini. Walau masih tahap ingin melamar sang putri, tapi kemungkinan besar jawabannya adalah iya. Sang Putra Mahkota Zeen Kharr dan Sang Putri Alettha Teethan Dravidha, bukankah sebuah nama yang sangat serasi jika di sandingkan?

Sungguh otaknya sangat tidak sanggup memikirkan apa pun untuk sekarang. Ia semakin sadar bahwa dirinya bukanlah siapa siapa. Hanya penjaga pribadi sang putri dan tidak lebih.

"Ahh iya. Jadi apa semuanya ada hubungannya denganku?" Entah Darren mengucapkan kata yang benar atau tidak. Ia hanya terlalu kaget dan bingung untuk sekarang.

"Darren? Jelas semuanya ada hubungannya. Putri Alettha adalah tanggung jawab kita. Dan bisakah aku meminta bantuanmu?" Ujar sang ayah.

"Ahh iya, itu benar ayah. Hmm bantuan seperti apa yang bisa aku lakukan?" Jawab Darren.

"Bantu aku berbicara pada Putri Alettha tentang lamaran ini. Terserah kau akan mengatakannya bersama denganku atau tidak. Aku hanya bingung bagaimana menyampaikannya. Bantu aku." Ucap sang ayah. "Jika nanti putri ingin bertemu denganku bawalah ia kemari. Akan aku jelaskan semuanya." Lanjut sang ayah.

"Baik ayah. Akan aku coba. Bisa kah aku kembali sekarang ayah? Aku rasa sudah selesai sekarang." Pinta Darren.

"Ya kau bisa kembali. Maaf menyita istirahatmu anakku. Kembalilah dan terima kasih" Jawab sang ayah sambil tersenyum dan mengelus pelan kepala Darren.

•••Bab2•••

Darren kembali ke ruangannya. Menatap kosong pada langit langit yang entah sejak kapan di lakukan. Surat, sang putri, pernikahan, dan putra mahkota Vrinndav. Hal itu yang terus berlarian dalam pemikirannya sekarang.

Kenapa situasi seperti ini lebih sulit di banding menghadapi ribuan musuh? Hanya membunuh mereka dan selesai. Tapi hal ini lain. Terlalu mengacaukan pikiran dan hati.

"Maaf mengganggu waktumu, Putri Alettha sedang mencarimu." Ucap salah satu pembantu kerajaan.

"Ahh iya, terima kasih" Jawab Darren yang telah selesai memandikan Phonn, kuda kesayangannya.

"Kau bisa menemui putri di ruang makan" Lanjut salah satu pembantu kerajaan tersebut.

Darren menganggukan kepalanya, dan segera membereskan semuanya. Berlari menuju ruang makan, untuk sang putri.

"Salam hormat yang mulia, yang mulia sedang mencariku?" Tunduk Darren.

"Bangunlah Darr" Titah Putri Alettha."Sudah ku katakan, tidak perlu terlalu seperti ini jika hanya ada kita berdua, apa kau tak paham?" Sambung sang putri.

Darren pun bangun dan menegakkan tubuhnya. Menatap manik sang putri lalu menundukkan sedikit kepala, "Maaf yang mulia, tapi memang semestinya seperti ini. Aku takut orang lain mengaggap aku tidak pantas dalam memperlakukan yang mulia." Sanggah Darren.

"Hmm, terserah kau saja. Darr, bisa aku tanya sesuatu padamu?" Ujar sang putri.

"Apa pun yang mulia, hanya tanyakan saja" Jawab Darren.

"Aku dengar ada utusan dari Vrinndav yang datang, benarkah?" Tanya sang putri.

"Ya benar yang mulia." Darren menjawab.

"Lalu kenapa ayahmu, Jenderal Kannin tidak memberi tahuku waktu itu? Aku tak yakin jika dia lupa, dia bukan orang seperti itu, iya kan?" Bingung sang putri.

Deg.

'Apa harus sekarang aku memberi tahunya? Aku masih belum siap. Belum benar benar siap' Batin Darren.

Hening sekian detik terjadi. Darren masih berperang dengan pikiran dan hatinya. Dan akhirnya,

"Hmm, aku akan menceritakan beberapa hal, tetapi maaf yang mulia, bisa kita pergi ke taman? Menurut hamba di sana lebih nyaman" Pinta Darren.

"Ya baiklah. Jadi apa sekarang Jenderal Kannin dan anaknya menyembunyikan sesuatu hah??" Ejek sang putri sambil berjalan di depan menuju taman kerajaan. Darren hanya menggeleng dengan senyuman manis di bibirnya.

Suasana pagi di taman kerajaan memang teramat indah untuk di lewati. Aroma khas berbagai macam bunga tercium di mana mana.

"Jadi kemarin utusan Vrinndav datang kemari" Ujar Darren. Terjeda dengan riuh kicauan burung yang sibuk hinggap dan terbang bebas di sekitaran taman kerajaan.

"Mereka membawa sebuah surat dari Putra Mahkota" Sambung Darren.

"Putra Mahkota Zeen Kharr?" Konfirmasi sang putri.

"Betul yang mulia. Dan Jenderal Kannin yang menerima surat itu langsung. Tidak ada hal yang membahayakan atau mengecam. Hanya sebuah surat perdamaian. Dan..."

Entahlah, Darren sudah lelah betengkar untuk menguatkan hatinya. Tapi ia rasa ini memang sudah saatnya. Merelakan.

"Dan apa Darr?" Tanya sang putri.

"Dalam surat itu ia juga menyatakan permintaan untuk melamar dan menikahimu" Ucap Darren yang entah sejak kapan ia menutup matanya. Terpejam. Juga entah mengapa ia mengubah panggilan pada sang putri.

"Hah?" Kejut sang putri. "Aku?" Sambungnya.

"Iya. Dan aku minta maaf atas nama ayah. Ayah ingin memberi tahu padamu langsung, tetapi ia bingung bagaimana. Lalu meminta bantuanku untuk menyampaikan padamu. Maaf sekali lagi. Yang Mulia" Tunduk Daren.

Kini mereka entah mengapa terdiam. Entah mengapa juga, langit seperti memberi dukungan. Tetesan air kini memenuhi seluruh penjuru kerajaan. Hujan.

"Maaf yang mulia hujan akan lebih deras jika yang mulia masih di sini. Mari masuk ke dalam." Ajak Darren.

"Aku ingin di sini. Mau temani aku Darr?" Ujar sang putri.

"Tapi yang mulia, kau akan sakit. Ku mohon masuklah. Yang mulia masih bisa menikmati hujan dari balik tirai bukan?" Bujuk Darren.

"Hanya tinggalkan aku sendiri jika kau tak mau." Ucap sang putri. Kemudian berjalan mennyusuri jalan setapak. Dan duduk di bangku tengah taman kerajaan.

Darren tersenyum. 'Masih sama seperti sebelumnya, keras kepala' Batinnya. Darren hanya mengikuti arah sang putri. Berdiri di belakang bangku menghadap sosok yang sedang terduduk. Membuka setelan jubah yang di pakai, mencoba memayungkan di atas kepala sang putri.

"Jauhkan itu dariku Darr. Aku hanya ingin mersakan air hujan. Tidak bisakah kau mengerti?!"

"Tapi jika terlalu lama seperti ini, yang mulia akan sakit. Ku mohon masuklah ke dalam." Darren membujuknya yang kedua kalinya.

"Hiks..."

"Yang mulia..." Panggil Darren sambil mengitari bangku dan berjongkok, mensejajarkan dengan sang putri.

Isakan tertahan itu semakin menjadi. Entah apa sebabnya. Darren pun hanya bingung untuk bagaimana. Apakah perlu mengusap bahunya untuk menenangkan Putri Alettha? Atau harus bagaimana?

"Yang mulia bisa nangis sekarang. Tidak perlu menahannya. Hanya ada hujan dan aku. Menangislah. Tidak mengapa." Ujar Darren sambil mengusap ringan bahu sang putri yang entah dari kapan ia memutuskan untuk itu. Hanya sebuah naluri. Menurutnya.

"Darr... Bisakah aku....memelukmu" Ujar pelan sang putri. Yang entah terdengar atau tidak

"Hah?" Darren tak mendengar terlalu jelas. Suara guyuran hujan yang beradu dengan tanah terlalu mendominasi pendengarannya.

"Maaf yang mulia bisa bicara lebih keras, suara hujan sedikit mengganggu pendengaranku" Ujar Darren sambil berusaha menatap sang putri.

"Maaf. Bolehkah seperti ini, hanya sebentar. Aku janji"

Entah peruntungan apa yang Darren alami. Sekarang bahunya menjadi sandaran kepala sang putri. Ia bahkan hampir terjatuh jika salah satu tangannya tidak sigap menyeimbangkan diri ke tanah. Darren mengangguk. Terlalu bingung untuk menjawab. Terutama menolak.

"Bagaimana bisa aku menerima permintaan putra mahkota Vrinndav itu. Mereka yang menyebabkan kematian ayah dan ibu. Apa mereka sudah gila Darr?" Ucap sang putri pelan, tetapi tepat di samping telinga Darren.

"Lalu apakah kau dan Jenderal Kannin tidak mengerti perasaanku. Kenapa tidak menolaknya?" Sekarang sang putri memukul pelan bahu Darr dengan tangannya.

"Tetapi..." Darren mencoba berbicara kali ini.

"Apa kalian tidak takut, bagaimana ini hanya rencana mereka untuk menjarah tanah Khlee?" Sela sang putri.

"Tidak sepe..." Daren mencoba lagi.

"Bagaimana jika mereka akan melakukan hal yang sama seperti pada ayah dan ibu. Bagaimana jika...." Lanjut sang putri, menyela ucapan Darren. Kedua kalinya. Tetapi sekarang sang putri terhenti berbicara. Ia bingung harus pendapat apa lagi yang ia keluarkan.

"Hiks...." Dan sekarang isakan itu keluar lagi.

"Bisakah aku berbicara sebentar yang mulia..." Pinta Darren.

"Hmm" Gumam sang putri.

"Tetapi, apa yang mulia tidak letih dengan seperti ini." Sambung Darren.

"Ahh iya, maaf Darr" Sang putri pun menarik diri dari Darren. Kembali duduk dengan tenang di bangku. Sekilas juga membersihkan bekas air mata di wajahnya.

"Tidak mengapa yang mulia" Ucap Darren kemudian bangun dan membersihkan sedikit tangannya.

"Hmm, duduklah Darr" Ujar sang putri.

Darren pun terduduk di bangku. Bersama sang putri, dengan jarak yang cukup wajar menurutnya.

"Untuk masalah penyerangan Vrinndav pada mendiang Raja dan Ratu aku mengerti yang mulia. Aku paham bagaimana kehilangan yang kau rasakan. Bahkan seluruh Khlee pun paham. Tapi untuk kali ini percayalah, ku mohon. Putra Mahkota Zeen Kharr tidak seperti ayahnya. Ayahku, Jenderal Kannin telah mengirim mata mata ke Vrinndav. Bahkan salah satu mata mata ayah bilang berhasil masuk pada sistem pemerintahan, dan juga pengawal pribadi putra mahkota mereka. Mereka berkata, bahwa putra mahkota sangat menyesali perlakuan ayahnya, Raja Hutt Kharr yang menyerang mendiang Raja Naphaa dan ratu. Ia juga mengajukan perdamaian tanpa syarat apa pun. Seperti itu yang di katakan ayah padaku. Dan yang terakhir masalah pengajuan lamaran putra mahkota. Jika nanti, ehm..." Darren terhenti sejenak, mencoba menatap pada sang putri. Yang terduduk di sebelahnya.

"Yang mulia setuju atas lamaran itu, dan menikah. Putra mahkota tidak akan menjadikan Khlee di bawah kuasanya. Dia akan memberikan Khlee sepenuhnya di bawah kekuasaan yang mulia, kecuali yang mulia memintanya." Jelas Darren yang di akhiri dengan senyuman.

"Seperti itu rupanya. Maaf telah berburuk sangka" Balas sang putri dengan menatap kembali Darren.

"Tidak mengapa, aku mengerti. Ayah juga bilang, jika yang mulia ingin lebih jelas, bisa tanyakan apa pun pada ayah, temui saja di ruangannya" Tambah Darren.

"Darr...Mengapa gelar Zeen Kharr masih putra mahkota, bukankah ia pewaris tunggal kerajaan? Seharusnya ia raja bukan?" Bingung sang putri.

"Untuk itu maaf, aku masih kurang paham. Mungkin ada sistem kerajaan mereka yang tidak kita mengerti yang mulia. Seperti yang mulia, seharusnya menjadi penguasa tunggal Khlee bukan? Tetapi usia yang mulia belum memenuhi syarat di sistem kerajaan kita, jadilah ayahku pengganti sementara. Bukan karena kami tidak mempercayai kemampuan yang mulia, hanya saja begitulah sistem kerajaan ini sejak dahulu. Jika sudah saatnya kami akan menyerahkan Khlee di bawah kekuasaanmu yang mulia, Ratu Alettha Teethan Dravidha" Jelas Darren yang di akhiri dengan berlutut di tanah sambil menunduk.

"Hei Darr, berdirilah aku tak suka itu!" Titah sang putri.

"Yang mulia, mari kita masuk kedalam. Yang mulia harus membersihkan diri agar tidak sakit. Dan satu lagi, aku takut dengan tatapan ayah sperti ingin membunuhku, seakan aku membiarkanmu kehujanan" Jelas Darren sambil berdiri juga sedikit tertawa.

"Hahahaha.... Di mana Jenderal Kannin?" Ujar sang putri sambil menoleh mencari keberadaan ayah Darren.

"Tadi dia ada di jendela sana, tetapi sudah pergi" Jawab Darren.

"Baiklah, ayo kita masuk!!" Ajak sang putri sambil menarik tangan Darren dan berlari melawan gemericik hujan yang turun melemah.

•••Bab3•••

Langit Khlee hari ini sangat menawan. Terlalu sia-sia untuk di tinggalkan begitu saja. Semilir angin juga sangat bersababat kali ini. Takdir sungguh bekerja secara sempurna. Sungguh sempurna.

"Bibi bantu aku menanam bunga ini ya" Pinta sang putri pada salah satu pembantu kerajaan tertua di Khlee. Sang putri lebih menyukainya memanggil bibi. Dia menganggap bibi sebagai sosok ibu baginya. Bibi sangatlah baik padanya.

"Dengan senang hati tuan putri" Jawab bibi dengan senyum tulusnya.

Mereka berdua terlihat sangat sibuk di taman. Terutama sang putri yang sangat antusias dengan bunga barunya. Sang putri bahkan tidak menyadari keadaan mentari yang kian terik. Sinarnya kali ini bahkan hampir menusuk ke kulit.

"Tuan putri, mataharinya sudah sangat tinggi. Aku takut itu akan merusak kulit tuan putri" Ujar bibi sambil merapikan tanah tanaman yg baru saja selesai.

"Hmm... Bibi apa yang kau bicarakan?" Ucap sang putri yang sudah berdiri dan membersihkan tangannya.

Sang putri dan bibi pun menyudahi kegiatan mereka. Jalan beriringan memasuki kerajaan. Mereka berbincang ringan selama perjalanan.

"Bibi aku sungguh tidak sabar melihatnya akan tumbuh menjadi bunga yang sangat cantik" Ujar sang putri penuh semangat.

"Ya tuan putri, aku juga. Aku yakin bunganya pasti akan tumbuh secantik pemiliknya ini" Jawab sang bibi.

"Hahaha... Bibi, kau membuatku malu" Mereka berdua tertawa ringan. Tak disadari mereka pun sampai. Bertepatan dengan jam makan siang.

"Tuan putri bisa membersihkan diri dulu. Lalu pergilah makan. Bibi akan menaruh ini di belakang" Jelas sang sang bibi.

Putri Alettha pun bergegas membersihkan dirinya, mengganti pakaiaannya. Dan menuju ruang makan.

Ternyata kedatangannya bertepatan denga Jenderal Kannin dan Darren yang juga menuju ruang makan.

"Jenderal Kannin mari kita makan" Ujar sang putri.

"Ya mari tuan putri kita makan bersama" Balas sang jenderal.

Mereka memang biasa makan di satu meja. Ini permintaan sang tuan putri mereka, Putri Aletta. Dia bilang meja ini terlalu besar jika hanya unutknya sendiri. Bahkan terkadang bibi juga ikut bersama jika tidak sibuk.

"Darr, aku tidak melihat Phonn di kandangnya tadi. Apa kau baru saja pergi bersamanya?" Tanya sang putri.

"Ahh iya. Hamba mengajak Phonn mengelilingi sekitar kerajaan tadi" Jawab Darren.

Setelahnya mereka melanjutkan makan siang. Tenang dan cukup damai, seperti biasanya.

"Jenderal Kannin, bagaimana dengan pembicaraan yang kemarin. Dan kapan jenderal ada waktu mengantarku?" Tanya sang putri setelah ia menenggak minuman penutupnya.

"Yang mulia hanya katakan saja kapan ingin diantar. Saya bersedia kapanpun itu" Ucap sang jenderal dengan senyumnya.

Sang putri hanya menganggukkan kepalanya.

~Flashback~

Hari itu sang putri dan jenderal berbincang mengenai surat dari Vrinndav. Tentang pengajuan perdamaiaan juga lamaran dari sang putra mahkota, Zeen Kharr.

Untuk pengajuan perdamaiaan kedua belah pihak, tentu sang putri menyambutnya dengan senang hati. Memang siapa di dunia ini yang menginginkan sebuah permusuhan?

Dan tentang pengajuan lamaran atas dirinya, sang putri masih terheran, 'Kenapa putra mahkota Vrinndav begitu cepat mengambil keputusan?' batinnya.

Sejujurnya sang putri masih takut, jika pengajuan lamaran itu hanyalah salah satu cara jahat menjatuhkan Khlee.

Sang putri menyampaikan semua prasangka dirinya pada sang jenderal. Tanpa terkecuali. Baginya sang jenderal seperti ayahnya.

"Apakah sebaiknya aku mendatangi putra mahkota dan membicarakan semuanya jenderal? Entahlah, aku sangat ragu, aku merasa seperti ada yang sedikit janggal" Tanya sang putri.

"Mungkin iya. Tuan putri bisa membicarakannya baik baik dengan putra mahkota secara langsung. Hanya katakan kapan tuan putri ingin pergi, saya akan menyiapkan pasukan kesana, bersama tuan putri"

"Jenderal Kannin kau terlalu berlebihan. Hahaha... Cukup temani aku dengan jenderal, atau dengan beberapa pengawal mungkin" Ujar sang putri.

" Tetapi bagaimanapun, sekarang keadaan antara Khlee dan Vrinndav masih sangat kaku. Saya hanya takut kejadian yang tidak di inginkan terjadi tuan putri" Jelas sang jenderal.

"Hanya biarkan. Lagi pula aku ingin sesekali mengasah kemampuan bela diriku di luar Khlee. Aku penasaran, apakah sebenarnya musuh musuh sangat hebat seperti Darr. Aku bosan selalu kalah dengannya" Ucap sang putri.

"Tapi tidak apa, aku mengerti tentang kekhawatiranmu jenderal. Hanya siapkan pasukan dalam jumlah kecil bersamaku nanti. Aku tidak ingin kita terlihat seperti menantang Vrinndav ketika tiba di sana." Lanjut sang putri.

"Ahh baiklah tuan putri. Hanya pasukan hebat dalam jumlah kecil yang menemani. Hanya katakan kapan  tuan putri ingin berangkat" Jawab sang jenderal.

~~

"Baiklah tuan putri, saya pamit ingin kembali ke ruangan" Sambung sang jenderal.

"Ya, silahkan jenderal" Jawab sang putri.

Makan siang pun telah selesai. Semua kembali ke kesibukan masing masing.

Entah mengapa langit tidak seterik sebelumnya. Lebih bersahabat sekarang.

Darren pergi ke kandang Phonn, kuda kesayangannya. Memberinya makan seperti biasa.

"Hei Phonn, apa yang di bicarakan ayah dan Putri Alettha tadi?" Ujar Darren pada Phonn yang sedang sibuk dengan makanannya.

Phonn adalah kuda kesayangannya. Itu adalah hadiah dari ayahnya di saat usianya 12 tahun. Phonn yang menemani Darren berlatih perang. Menjadi pendengar setia, apa pun yang di ucapkan Darren. Darren sangat menyayangi kudanya. 'Phonn kesayangan Darren', hampir seluruh penghuni kerajaan mengetahuinya.

"Apakah aku harus bertanya pada ayah saja Phonn" Sambung Darren dengan satu tangannya mengelus kepala Phonn.

(Di sini saya akan mendeskripsikan sedikit tentang Phonn)

Phonn hanya sibuk dengan makanannya. Hari ini dia mendapatkan beberapa rumput segar. Selain rumput, Phonn juga biasa mendapat jerami kering atau pun biji bijian sebagai makanannya.

Phonn termasuk kuda yang sangat hebat menurut Darren. Dengan postur 160 cm, dimana rata rata kuda dengan tipe yang sama memiliki ukuran 142cm - 172cm.

Leher yang panjang dengan bulu yang lebat, kaki yang juga sangat mendukung, kukunya sangat kokoh, serta ekor yang juga tak kalah lebat.

Biasanya kuda dengan jenis yang sama seperti Phonn, memiliki bulu yang sedikit kemerahan. Dan juga sebagian besar memiliki rambut yang hitam pekat.

Darren mendapatkan Phonn di saat Phonn berumur 5 tahun. Dan sekarang tepat ke 13 tahun setelah hari pertama Phonn dan Darren bertemu. 

Darren banyak mengetahui hal tentang kuda karena dia memiliki Phonn. Dia ingin Phonn selalu menjadi andalannya di situasi apa pun itu. Entah hanya berjalan mengitari hutan, latihan perang, bahkan hingga ke medan perang sekali pun.

(Penjelasan tentang Phonn berakhir)

Setelah puas menemani Phonn makan, ia memebereskan semuanya. Kemudian pergi menuju ruangan ayahnya.

'Tok tok tok' Ketukan pintu ruangan sang jenderal.

"Ya masuklah" Ujar sang jenderal.

"Apa ayah sedang sibuk" Tanya Darren.

"Ya tidak terlalu. Ada apa Darren menemuiku? Sudah selesai kencan dengan Phonn?" Goda sang jenderal pada Darren.

"Ayah kau menyebalkan! Dan tolong serius untuk kali ini" Jawab Darren.

"Hahaha... Baiklah. Ada apa anakku? Tidak biasanya kau mendatangiku siang hari sperti ini" Ucap sang jenderal.

"Emm... Tentang pembicaraan dengan tuan putri tadi saat makan siang" Ujar Darren.

"Ya aku ingat. Kemudian ada apa?" Tanya sang jenderal.

"Hanya ingin tahu, kemana tuan putri akan pergi dan kenapa meminta ayah menemani? Aku hanya bertanya, ayah tidak ingin menjawab tidak mengapa" Jelas Darren

"Ya... Putri Alettha ingin mendataangi Vrinndav memba..."

"Vrinndav? Untuk apa ayah?

"Biarkan ayah bicara hingga selesai atau kau tidak perlu tahu tentang apa pun" Peringatan dari sang jenderal.

"Maaf ayah" Ujar Darren.

"Kau ini....Ya tuan putri hanya ingin membahas tentang pengajuan dari utusan Vrinndav tempo hari lalu" Jelas sang jenderal.

"Tentang perdamaiaan dan juga lamaran itu?" Tanya Darren.

"Ya, ayah rasa tentang ke duanya" Ucap sang jenderal.

"Jadi tentang lamaran itu, tuan putri menerimanya ayah?" Tanya Darren.

"Aku tidak bisa mengasumsikan seperti apa. Hanya tunggu setelah pertemuan Putri Alettha dengan putra mahkota Vrinndav itu" Ujar sang jenderal sambil membereskan beberapa kertas yang sedikit berserakan di mejanya.

"Lalu hanya ayah yang menemani ke Vrinndav? Tanpa pengawal?" Ucap Darren

"Tentu tidak. Ayah tidak ingin sesuatu yang riskan terjadi untuk Khlee. Ayah akan mengirim beberapa pengawal, hanya tidak terlalu banyak. Setidaknya cukup untuk berjaga jaga jika kondisi yang tidak di inginkan terjadi. Putri Alettha juga tidak ingin datang ke Vrinndav seperti ingin menjarah, hahaha..." Ujar sang jenderal.

"Aku ikut" Tegas Darren.

"Darren, untuk apa kau ikut. Ayah bisa mengambil beberapa dari prajurit perang kita" Jawab sang jenderal.

"Aku hanya ingin ikut. Tidak peduli menjadi apa pun. Pasukan berjaga jaga juga tidak buruk. Hanya izinkan aku ikut. Aku mohon ayah" Pinta Darren.

"Ya baiklah. Kau ini ada ada saja Darren" Bingung sang jenderal yang menggelengkan kepala atas permintaan anaknya.

  

'Baiklah yang mulia. Hamba siap menjaga Putri Alettha dengan seluruh kehidupan hamba'