Lova menutup pintu di belakangnya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya memegang ponsel. Lova menatap layar ponsel yang kembali menyala dan menunjukan caller id sama dengan beberapa panggilan masuk sebelumnya.
Wajah masam Axel langsung muncul memenuhi layar ponselnya setelah Lova menggeser tombol warna hijau. Belum sempat Lova mengucapkan salam, laki-laki itu sudah lebih dulu memberondonginya dengan beberapa pertanyaan.
["Lo dari mana aja, my Lov? Habis ngapain? Kenapa baru angkat? Gue, kan udah bilang mau video call. Gimana, dah lo?!"]
Lova tersenyum lembut. "Iya, maaf." kata Lova dengan nada tidak enak sambil berjalan menuju ranjangnya. "Lova dari halaman belakang tadi. Girls talk sama Lila. Dan Lova ingat, kok kalau Axe mau video call." Lova menjawab semua pertanyaan Axel dengan suara halus.
["Ponsel gak lo bawa apa gimana, sih?!"]
Lova duduk di tepi ranjang. "Dibawa, kok ponselnya. Cuma, kan lagi ngobrol sama Lila. Kan, gak enak kalau memutus obrolan saat lawan bicara kita lagi ngomong."
["Kan, cuma Lila."]
"Lila juga punya perasaan, Axe. Jadi kenapa Axe video call Lova, hm?"
["Lo, kan yang tadi bilang kangen? Gue sebagai pacar yang pe.ka, video call buat ngobatin rasa kangen lo sama gue."] Terlihat di seberang sana Axel yang sedang memainkan kedua alis naik turun menggoda Lova.
Lova terkekeh pelan. "Ya ampun! Makasih banget, lho yang udah pe.ka."
Terdengar suara tawa Axel yang menggelegar.
"By the way, Lova mau sikat gigi sama cuci muka, dong Axe. Matikan dulu aja, ya. Nanti kalau udah selesai Lova yang video call Axe."
["Jangan! Gue ikut."]
Kening Lova mengerut dalam. "Ikut? Ikut Lova sikat gigi sama cuci muka?" tanya Lova tidak mengerti.
["Iyalah!"]
"Oh ..." Lova beroh-ria sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya, udah kalau gitu." kata Lova sambil beranjak berdiri dari posisi duduknya dan berjalan menuju kamar mandi dalam kamarnya.
Menyandarkan ponsel pada dinding di sebelah kanannya. Lova berdiri menghadap cermin wastafel. Matanya melirik ke arah layar ponsel sambil mencepol rambutnya dengan asal. Kedua alis Lova menaut ketika melihat Axel sedang memperhatikannya dengan intens.
"Axe? Kok, Axe diem aja? Kenapa?" tanya Lova pelan sambil menurunkan kedua tangan dan sedikit bergeser menghadap ponselnya. Lova membungkukkan punggungnya agar bisa melihat wajah laki-laki itu dengan jelas.
"Axe okay?" tanya Lova lagi. Kali ini ketika melihat gelagat Axel yang sedang gelagapan.
["Gue gak apa-apa. Kenapa, dah!"] Nada bicara Axel terdengar sedikit tidak santai.
Lova mengernyit menegakkan posisi berdirinya. "Tadi, Lova lihat Axe ada bengong. Makanya Lova tanya." terang Lova sambil mengeluarkan hanya sedikit saja pasta gigi di atas bulu sikat gigi. Lova tidak suka yang terlalu banyak busa.
Lova melirik ke arah layar ponselnya menatap Axel yang sedang bertopang dagu di atas meja belajar milik laki-laki itu sambil senyam senyum sendiri memperhatikannya. Menggeleng-gelengkan kepalanya, Lova perlahan berpaling pada cermin menatap pantulan dirinya.
Selesai dengan urusan sikat gigi, Lova membasuh wajahnya dengan air, lalu mengeluarkan facial foam di atas telapak tangan kirinya dengan Axel yang masih terdiam menjadi pengamat rutinitasnya setiap sebelum tidur.
["My Lov?"]
"Hmm?" Lova langsung menoleh. "Kenapa, Axe?"
["Ngapain lagi, dah?"]
Lova menunjukkan kedua telapak tangannya yang sudah penuh dengan busa putih. "Cuci muka. Kan, tadi belum pakai sabun, Axe." terang Lova langsung menghadap cermin kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
["My Lov?"]
"Tunggu sebentar, Axe."
["My Lov?"]
"Hmm?" gumam Lova pelan dan reflek menoleh ke arah layar ponselnya dengan kedua tangan yang masih berada di atas pipinya dan kedua mata yang terpejam.
Lova bergerak cepat memalingkan wajahnya menghadap cermin dengan bibir yang mengerucut ketika mendengar suara kekeh Axel. Langsung membasuh wajahnya dengan air membersihkan busa facial foam.
"Axe, udah diam, ah! Jangan ketawain Lova terus, ih!" rajuk Lova dengan kepala menunduk di atas wastafel menahan wajahnya yang masih basah. Tangan kanannya menarik laci yang ada di bawah wastafel mengambil handuk bersih yang disimpan dalam sana.
["Iye ... sorry. Muka lo serem, anjim!"]
Lova tak menghiraukan ucapan Axel. Memasukkan handuk yang habis dipakai ke dalam keranjang baju kotor yang ada di kolong wastafel. Lova mendekat ke cermin dan memperhatikan wajahnya dengan teliti. Yakin jika wajahnya sudah kering sepenuhnya. Lova membawa serta ponselnya keluar dari kamar mandi.
["Apa lagi? Ribet amat mau tidur doang lo."]
Lova tersenyum kecil seraya menurunkan pandangan pada layar ponselnya yang ditopang dengan botol hand and body yang ada di atas meja riasnya.
"Mau pakai skincare."
["Biar apa?"]
Lova tersenyum kecil. "Biar Lova cantik, dong Axe. Apalagi?" jawab Lova sambil mengangkat kembali wajahnya menatap cermin. Lalu meneteskan serum dari pipet di dahi, kedua pipi, hidung dan dagunya dengan hati-hati.
["Lo, kan udah cantik, my Lov."]
Lova tersenyum kecil sambil menatap Axel di layar ponsel lekat. "Thank you ... Axe adalah orang ke sembilan ratus sembilan puluh sembilan yang bilang Lova cantik."
["Hilih! Gede kepala amat lo."]
Lova terkekeh pelan sambil meratakan serum di seluruh permukaan wajahnya dengan jari tangan kanan.
Tok ... tok ... tok ...
"Princess? Sudah tidur?"
Lova memutar posisi duduknya. "Not yet. Come in, daddy." Lova tersenyum melihat Alex masuk.
"Ready to sleep?" tanya Alex sambil berjalan masuk mendekati Lova.
Lova mengangguk bangkit dari posisi duduknya. "Yes."
"Okay." Alex mengangguk singkat dan tersenyum hangat.
Lova tersenyum manis masuk ke dalam pelukan hangat Alex ketika daddynya itu merentangkan kedua tangan.
Alex mencium puncak kepala Lova penuh sayang. Matanya melirik ke arah layar ponsel Lova sekilas. Alex menggeleng samar.
"Jangan lupa berdoa, princess." tak ada jawaban dari Lova, tapi Alex bisa merasakan kepala putrinya yang sedang menempel di dadanya itu mengangguk. Alex perlahan mengendurkan pelukannya. "Nighty night. Sleep well, princess." Alex mencium kening Lova lebih dulu lalu turun mencium kedua mata putrinya itu secara bergantian.
"Nite-nite and sleep well too, daddy." balas Lova lalu sedikit berjinjit dan melakukan seperti yang Alex lakukan tadi, mencium di tempat yang sama dengan daddynya itu menciumnya.
Lova memperhatikan punggung lebar Alex hingga hilang di balik pintu kamarnya. Lalu kembali duduk menghadap cermin.
["Lo, tiap malam kaya tadi gitu, my Lov sama bokap lo?"]
Lova mengangguk pelan. "Setiap malam dan setiap pagi. Udah jadi kebiasaan, Axe. Kenapa?"
["Gak apa-apa."]
Lova mangangguk singkat. Tangan kanannya terangkat melepaskan jepit hingga rambut indahnya tergerai bebas. Lova menyugar rambutnya ke belakang dengan santai tak menyadari jika dada Axel sudah kebat-kebit melihatnya.
Lova langsung menurunkan tatapannya pada wajah Axel di layar ponsel ketika mendengar suara keras dari batuk laki-laki itu.
Lova geleng-geleng kepala. "Hati-hati, dong Axe minumnya." tegur Lova dengan suara pelan sambil meraih sisir dan mulai menyisir pelan rambut ash brownnya. "Lagian gimana bisa keselek gitu, sih, Axe?"
Terdengar suara deheman keras Axel.
Lova meletakkan kembali sisirnya di atas meja rias sambil melirik layar ponselnya sekilas. Perlahan memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat. Lova beranjak berdiri dan berjalan membawa serta ponselnya pindah ke atas ranjang.
["Tadi-- lo ngapain tutup mata?"]
"Berdoa. Doa tidur. Mengucap terima kasih untuk berkat yang Tuhan kasih hari ini dan terima kasih untuk diri sendiri karena hari ini udah jadi orang baik."
Lova menyibakkan selimut dan merebahkan tubuhnya menghadap ke samping kanan. Menggeliat kecil mencari posisi nyamannya.
["Sandarin ponselnya pake bantal biar lo gak susah, my Lov."]
Lova hanya mengangguk patuh. Lalu menata bantal untuk menahan ponselnya. Lova menguap kecil langsung menyembunyikan mulut dan hidungnya di balik bantal guling.
["Lo udah ngantuk, my Lov?"]
Lova mengangguk kecil. "Axe belum ngantuk, ya?" tanya Lova sambil menatap tepat di manik hitam Axel.
["Gue mau cabut."]
"Cabut?" gumam Lova lirih. Telunjuk tangan kirinya terulur mengetuk layar ponsel satu kali. Lova melihat jam digital dengan settingan waktu dua puluh empat jam yang ada di pojok kiri atas layar ponselnya. Tepat pukul sepuluh malam.
Lova menurunkan pandangannya kembali mantap Axel. "Axe mau cabut kemana? Ini, udah malam, lho."
["Gue gak kenal jam malam, my Lov. Lo tidur, gih! Gue tungguin sampai lo benar-benar tidur."]
Lova mengangguk patuh. Lalu meraih remot yang berada di atas meja nakas yang ada di samping ranjangnya. Lova mengubah mode lampu di kamarnya menjadi lampu tidur.
Lova meletakkan kembali remot itu. Pandangannya kembali beralih pada wajah Axel di layar ponsel. "Jangan berantem ya, Axe. Baru hilang, lho itu bekas luka yang kemarin-kemarin." peringat Lova dengan suara halus sambil menunjuk wajah Axel dengan telunjuk tangan kirinya.
"Nanti gantengnya Axe hilang. Gak ada yang mau sama Axe lagi. Gimana, hayo?" ledek Lova sambil sedikit memajukan wajahnya ke arah layar ponselnya.
["Kan, ada lo. Kalau lo gak mau, ya gue paksa."]
Lova terkekeh pelan sambil manggut-manggut. "Axe harus hati-hati juga. Banyak orang jahat makin malam." kata Lova serius dengan raut wajah khawatir yang tak dapat disembunyikan dan tanpa dia ketahui membuat dada Axel berdesir hangat.
Terlihat Axel tersenyum tipis. ["Iya-iya, my Lov. Bawel amat!"]
Raut wajah Lova langsung berubah menjadi cemberut. "Kan, Lova lagi coba kasih tahu Axe." rajuk Lova.
["Iya-iya. Udah merem. Benerin dulu itu selimutnya, my Lov."]
Lova mengangguk patuh. "Lova tidur dulu ya, Axe. Nite-nite, Axe." pamit sambil menarik selimut tebalnya itu hingga dada.
["Hmm,"]
Lova tersenyum kecil dan perlahan menutup kedua kelopak matanya. Tak butuh waktu lama, Lova sudah tenggelam dalam dunia mimpi.
Di tempatnya Axel tersenyum kecil ketika samar-samar telinganya mendengar deru nafas teratur. Axel memperhatikan dada gadis itu yang bergerak naik turun dengan teratur. Tanpa sadar telunjuk tangan kanannya perlahan terulur mengusap-usap sejenak layar ponselnya yang menunjukan pipi Lova.
["Nighty night, my Lov. Sleep tight and I will see you in dreamland."]
Tbc.