Ciro tersenyum ketika ia membalas sapaan seorang sekuriti yang menahannya di pintu loby untuk melakukan pengecekan kepada setiap pengunjung demi keamanan.
"Maaf Pak, kami hanya melakukan tugas," katanya dengan ramah dan sopan.
"Tidak masalah Pak. Silahkan lakukan tugas bapak dengan benar dan disiplin, karena perusahaan melakukan hal tersebut demi keamanan dan kenyamanan pengunjung dan juga orang-orang yang berada di gedung ini," katanya membalas ucapan sekuriti tersebut.
"Sudah selesai Pak. Sekali lagi mohon maaf."
Setelah tertahan di pintu masuk Ciro menuju lift yang langsung menuju kantor ayahnya yang berada dilantai 17. Baru saja ia akan berbelok, sekali lagi ada orang yang menahan langkahnya sehingga ia menghela nafas dengan sedikit kesal.
"Ada apa lagi?" tanyanya dalam hati.
"Maaf Pak, lift pengunjung ada disebelah kiri?" beritahu salah seorang resepsionis yang bertugas.
"Aku ingin langsung bertemu dengan Tuan Alexander Sioulus, bukankah langsung melalui lift ini?" tanyanya.
"Apakah Anda sudah membuat janji?. Maaf kami tidak bisa membiarkan dan mengizinkan siapapun memasuki lift tersebut tanpa persetujuan dari pimpinan," jawabnya dengan suara tegas.
Mendengar jawaban tersebut Ciro hanya mampu tersenyum dan mendekati meja resepsionis untuk mengatakan tujuannya.
"Aku ingin bertemu dengan Tuan Sioulus karena sudah membuat janji dengannya. Dan Nona bisa konfirmasi pada Ibu Mitha sekretaris beliau," jawab Ciro sehingga resepsionis segera menghubungi Ibu Mitha.
"Selamat siang Bu, ini ada tamu yang ingin bertemu dengan Tuan Sioulus, menurutnya sudah membuat janji."
"Sudah membuat janji? siapa nama tamunya?" tanya Mitha karena setahunya pimpinan perusahaan tidak ada janji untuk bertemu siapapun.
"Maaf, boleh saya tahu nama Anda?."
"Katakan saja Ciro?."
"Permisi Bu Mitha, yang ingin bertemu Presdir namanya Ciro."
"Astaga. Persilahkan untuk naik segera. Tuan Sioulus sudah lama menunggu putranya datang ke sini!" perintah Mitha setelah rasa terkejutnya hilang.
"Hah?. Baik Bu!" dengan rasa terkejut ia berusaha bersikap sopan dan ramah agar pria gagah yang berdiri didepannya yang sudah mulai tidak sabar memaafkan dirinya. "Maaf kami sudah menahan dan bertanya serta meragukan Anda. Silahkan Tuan!" katanya berubah sopan dengan nada suara yang begitu gugup dan juga takut karena telah melakukan kesalahan.
Ciro menatap tajam dan tanpa diduga ia tersenyum sehingga kedua orang resepsionis yang berjaga menjadi kaget dan sungguh tidak menduga akan menerima senyuman dari pria muda putra pengusaha yang berkuasa di tempat mereka bekerja.
"Teruslah bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan pada kalian," katanya dengan menhedipkan matanya sehingga mereka benar-benar seperti mendapat bonus dari seorang tamu spesial.
Dengan langkahnya yang ringan dan lebar, Ciro berjalan kearah lift khusus Presdir dan tidak berapa lama pintu lift terbuka dan ia pun segera masuk kedalamnya.
"Astaga Wen, kamu lihat tidak senyum manisnya? seperti mimpi rasanya ,---
"Ternyata putranya Tuan Sioulus tidak beda jauh dengan ayahnya. Ganteng banget," kata resepsionis yang dipanggil dengan nama Weni.
"Iya. Menurutmu dia udah punya kekasih belum?" tanya temannya dengan mata menerawang.
"Entahlah. Tapi aku yakin dia akan mendapatkan kekasih bukan dari kalangan kita," katanya pesimis.
Sementara itu Ciro yang baru keluar dari pintu lift memandang ragu kearah mana letak kantor ayahnya karena ini adalah kali pertama dia berada di kantor ayahnya. Dan ia tersenyum lebar saat melihat wanita setengah baya yang datang menghampirinya dengan senyum yang sepertinya selalu terlihat dibibir nya.
"Tuan Ciro? masuklah! Tuan sudah menunggu Anda sejak lama tetapi beliau belum mengetahui kalau Anda akan datang. Nyonya Khayrani tadi menghubungi saya," katanya dengan senyum ramah nya.
"Terima kasih. Apakah Anda Bu Mitha?" tanyanya ramah.
"Benar. Silahkan masuk!."
Berjalan didepan Ciro, Mitha memandu putra bungsu Presdir nya ke arang ruang kerja Alex yang sedang bersama dengan adiknya yang juga baru berkunjung sebelum menemui keluarga istrinya di kota Singkawang Kalimantan Barat.
"Apakah Papi sedang menerima tamu?" tanya Ciro kepada Mitha.
"Tuan Sioulus sedang bersama paman Anda yang baru saja datang," jawab Mitha tersenyum.
"Paman Pasquela ada disini? kenapa dia tidak mengatakan padaku kalau paman akan kesini? padahal baru dua hari lalu aku bertemu dengannya," katanya dengan nada tidak puas yang dibalas dengan senyuman oleh Mitha.
"Silahkan Tuan Ciro, aku permisi dulu!" katanya sebelum Ciro mengetuk pintu ruang kerja ayahnya.
Dengan senyum dibibir Ciro mengetuk pintu ruang kerja ayahnya dan tidak berapa lama terdengar suara ayahnya yang memintanya untuk masuk.
Dengan langkah pelan, Ciro memasuki ruang kerja ayahnya yang begitu elegan dan maskulin seperti pemiliknya yang tetap gagah dan tampan diusianya yang sudah tidak muda lagi tetapi tetap memiliki pengaruh yang kuat bagi kawan dan lawannya dalam bidang jasa dan perdagangan.
"Permisi, apakah aku mengganggu acara keluarga kalian?" tanya Ciro dengan nada menggoda hingga kedua lelaki dewasa yang tengah berbincang terkejut dan menyambutnya dengan penuh kegembiraan.
"Selamat datang putraku. Aku tidak menduga kalau kamu akan langsung berkunjung kesini. Apakah kamu sudah bertemu dengan Mami mu dirumah?" tanya Alex dengan rasa gembira dan juga kebahagiaan yang tidak ditutupinya.
"Tentu saja aku sudah bertemu Mami, karena aku kerumah dulu sebelum datang kesini," jawabnya membalas pelukan ayahnya dengan kerinduan yang begitu besar.
Bagi keluarga Sioulus sangat besar rasa rindu pada anggota keluarga terutama pada anak-anak mereka pada saat buah hati mereka memutuskan untuk tinggal berjauhan dengan mereka sebagai orang tuanya.
"Halo Paman. Mengapa paman tidak mengatakan apapun ketika kita bertemu kemarin?" tanya Ciro memeluk Pasquela.
"Apakah kalian sudah bertemu? dimana? mengapa sejak tadi kau tidak mengatakan apapun?" tegur Alex kepada adiknya dan Ciro tertawa lepas, karena kedua lelaki yang berada didepannya adalah pria-pria hebat yang selalu menjadi idola dan panutannya dan siap memberikan dukungan maupun pembelaan bila putra mereka disakiti oleh lawan mereka.
"Duduklah! jam berapa kamu tiba di Jakarta? mengapa tidak mengatakan apapun pada Papi? apakah Mami mu tahu kalau kamu akan pulang? atau Mami sengaja memberi kejutan untuk Papi?" tanya Alex tanpa henti hingga yang mendengarnya tertawa.
"Astaga Kak, dengan putra mu saja kamu sudah bersikap seperti itu, lalu bagaimana bila Alessia datang dan menemui dirimu dengan membawa seorang pria yang akan merebutnya darimu?" goda Pasquela dan ia langsung diam ketika melihat mata mengancam yang diberikan Alex padanya. Dan mereka bertiga akhirnya tertawa dengan bahagia.