Pangeran Aloux dan Cataleeya selesai hampir tengah malam. Itu kenapa Cataleeya sesekali jalannya terkantuk-kantuk. Bagaimana tidak? Pada siang hari dia harus siap. Jam malamnya sampai jam 10 malam. Tapi lihat, tengah malam begini dia juga harus tetap melek demi kebahagiaan dan kepuasan majikannya.
Padahal, saat di dunia manusia dia bisa bergadang sampai fajar menjelang. Entah kenapa, setelah ia berada di dunia serigala ini, ia gampang mengangtuk dan tubuhnya mudah lelah. Pangeran Aloux sedikit menoleh, rasanya ia ingin menoleh saja untuk memastikan Cataleeya baik-baik saja.
"Maaf membuatmu menahan kantuk."
Cataleeya langsung membulatkan matanya. Dia tidak salah dengar 'kan? Barusan, Pangeran Aloux menyebutkan kata maaf? Apa dunia ini akan hancur?
"Tidak-tidak Pangeran. Jangan meminta maaf seperti itu. Ini sudah menjadi tugas saya."
Pangeran Aloux tidak menjawab. Ia hanya menatap Cataleeya lamat-lamat. Ditatap seperti itu, Cataleeya semakin menunduk dalam.
"Angkat kepalamu," perintah Pangeran Aloux.
Cataleeya menengadah dengan takut-takut. Pangeran Aloux tersenyum. Semakin saja membuat pikiran Cataleeya aneh-aneh. Apakah hari ini Pangerannya ini sakit? Sepertinya begitu.
"Apa … Pangeran sakit?" tanya Cataleeya.
Seketika itu, wajah Pangeran berubah menjadi datar. Dasar Cataleeya … tidak bisa memahami situasi dengan baik. Perlukah ditenggelamkan kelautan dulu (author mulai kesal).
"Apakah tidurmu nyenyak akhir-akhir ini?" tanya Pangeran untuk mengalihkan topik.
"Yy—a begitulah."
"Kamu tidak bisa tidur karena bantalmu itu 'kan?"
"Kenapa Pangeran bisa tahu?" tanya Cataleeya penasaran. Sesaat, ia tahu jawabannya, "Ah … kemampuan membaca masa lalu."
"Ikut aku."
"Kemana?"
Daripada menunggu jawaban, Cataleeya segera mengikuti Pangeran yang memang tidak mau menjawabnya dengan kata-kata. Mereka berjalan lurus, lalu belok kanan, lurus lagi, belok kiri dua kali, kemudian lurus dan belok kanan dua kali. Bisa terbayangkan Kastil Dyroudram sebesar apa bukan?
"Hormat saya Pangeran," sembah hormat dari seorang pelayan perempuan.
Pangeran mengangguk. "Beri aku bantal yang paling empuk."
Sontak saja Cataleeya menoleh, "Pangeran …."
"Apa?"
"Tidak perlu repot-repot. Saya masih nyaman dengan bantalku sekarang."
"Bukan untukmu."
Jleb. Cataleeya menggigit bibirnya. Pede sekali ia menganggap bantal itu untuknya. Lagian siapa dia? Hanya upik abu.
"Pegang."
Cataleeya menerima bantal itu. Sesaat, ia sedikit terkejut. Bantal yang dipegangnya sama dengan bantal yang ada di rumahnya. Ah, jadi rindu rumah.
Pangeran Aloux yang melihat ekspresi Cataleeya hanya bisa mengulum senyum. "Cepat. Aku sudah lelah."
"Baik, Pangeran."
Mereka pun berjalan bersama. Tak ada pembicaraan yang berlanjut diantara mereka. Mereka cukup terdiam dengan pemikiran sendiri. Sampai kehadiran seseorang membuat mereka sedikit terkejut. Pasalnya ini sudah tengah malam, tapi tamu dihadapnnya seperti kehilangan sopan santun.
"Hormat hamba Pangeran," ucap Putri Heluera.
"Mengapa kamu disini?" tanya Pangeran dingin.
"Pertama adalah untuk menerima perjodohanmu denganku …," ucapan itu sukses membuat Cataleeya membeku. Secepat inikah? Pikirnya.
"Kedua adalah untuk memenuhi permintaan Yang Mulia Ratu untuk menemanimu mencari benda keramat. Ketiga adalah ini usahaku untuk mendekatimu, Pangeran. Semoga Pangeran tidak keberatan."
Pangeran berdecak, "Jujur sekali. Silakan ke kamarmu sendiri."
"Baik, Pangeran. Terima kasih sudah menerimaku dengan baik."
Putri Heluera pun berjalan mengikuti pelayan yang menunjukkan kamarnya di Kastil Dyroudram. Sebelum benar-benar pergi, Putri Heluera memandang Cataleeya yang memegang sebuah bantal putih. Ekspresinya sangat datar sekali. Tanda bahwa Putri Heluera tidak suka dan terancam.
Sebenarnya hal itulah yang menyebabkan Pangeran Aloux tidak menyukai Putri Heluera. Pangeran rasa … ia tidak cocok sama sekali dengan Putri Heluera. Masih ingat dengan kemampuan Pangeran membaca masa lalu? Pangeran tak sengaja melihat kebencian Putri Heluera pada Cataleeya. Apalagi kalau bukan karena Putri Heluera itu memergoki Cataleeya dengan Pangeran di balkon saat pesta kemarin.
Tak lama, Pangeran Aloux dan Cataleeya pun pergi. Mereka memilih jalan lain yang lebih lama. Bukan, hanya Pangeran yang memilih jalan itu.
"Kenapa kamu diam?"
"Ha?"
"Kamu tuli?"
"Tidak apa-apa. Memangnya saya harus sepeti apa?"
"Emm … marah, mungkin?"
"Kenapa saya harus marah? Pangeran tidak salah apa-apa."
Mendengar itu, Pangeran Aloux merapatkan bibirnya. Sudahlah Aloux … dia tidak mengerti bahasamu, gumam Pangeran Aloux dalam hati.
"Sudah. Cepat pergi ke kamarmu."
"Hah?" Cataleeya menoleh ke samping. Benar juga, kini mereka sudah sampai di depan asramanya.
"Baik, Pangeran."
Cataleeya berbalik dan berjalan menuju pintunya.
"Kenapa kamu terlihat sedih?"
Pertanyaan Pangeran Aloux itu mengurungkan Cataleeya membuka pintu.
"Saya?"
Pangeran Aloux mengganguk.
"Tidak-tidak. Saya tidak sedih, Pangeran."
"Sangat menyenangkan kalau kamu benar-benar sedih," ucap Pangeran.
Cataleeya tidak menjawab apa-apa. Ia buru-buru berbalik dan membuka pintu. Begitupun dengan Pangeran Aloux, ia berbalik siap untuk pergi. Sesaat, Cataleeya sadar akan sesuatu. Bantal! Bantal pangeran masih ia peluk. Astaga … Cataleeya!
"Pangeran!" seru Cataleeya.
Pangeran berbalik. Cataleeya mengacungkan bantal dengan cengengesan. "Bantal Pangeran."
"Buatmu saja."
"Hah?"
Pangeran Aloux mengembuskan napas. "Buatmu saja, Cataleeya. Apa kamu tuli?"
"Beneran, Pangeran?"
"Haruskah aku mengulang perkataan sampai 3 kali?"
"Ish! Tadi saja Pangeran berkata bantal itu bukan untukku. Pembohong sekali."
"Lantas apa maumu, Cataleeya?"
Cataleeya menggeleng. "Tidak ada. Terima kasih, Pangeran."
"Hm …."
"Bagaimana dengan luka Pangeran?" tanya Cataleeya. Pangeran Aloux menaikkan alisnya. "Waktu di hutan Qaejuf aku melihat luka di tangan kirimu."
"Sudah baikan."
"Maaf …," ucap Cataleeya seraya menunduk.
"Tidak apa-apa. Kamu pun pasti tidak sengaja."
"Kalau begitu … saya pamit, Pangeran."
Pangeran Aloux mengangguk. Ia pun berbalik. Ia hendak pergi tapi Cataleeya kembali memanggilnya. Menyebalkan.
"Pangeran …."
Lagi. Pangeran Aloux berbalik tanpa penolakan, "Apa kamu sengaja mempermainkanku, Cataleeya?"
"Bukan! Bukan seperti itu."
"Lalu?"
Cataleeya nampak ragu mengungkapkan. Tentunya membuat Pangeran Aloux gemas. "Apa?" ulangnya, "kalau sampai kamu sekali lagi membuatku tidak jadi pergi … terima hukumannya."
Cataleeya menunduk, "Tadi Pangeran bertanya kenapa saya sedih. Itu karena saya … berpikir secepat inikah?"
Pangeran Aloux mengerutkan dahinya, "Apa maksudmu?"
"Tidak-tidak. Tidak ada maksud apa-apa. Silakan Pangeran pergi. Saya akan masuk ke kamar juga."
"Aku butuh penjelasanmu. Sekarang," ucap Pangeran Aloux penuh penekanan.
Cataleeya tidak langsung menjawab. Ia memainkan bibirnya. Ia ragu untuk mengatakannya.
"Cataleeya …," Pangeran Aloux mulai menggeram kesal.
"Anu …."
"Bicara yang jelas. Kalau kamu tidak mengungkapkan pada hit—"
"Pernikahanmu," jawab Cataleeya dengan cepat.
Hal itu sukses membuat Pangeran Aloux tertegun. Keduanya tak mampu berkata-kata untuk beberapa detik. Ucapan itu tentu tidak boleh dicerna sembarangan. Harus dipikirkan baik-baik. Sebenarnya apa maksud Cataleeya?
"Maukah kamu mengobati lukaku, Cataleeya?" tanya Pangeran Aloux.
Cataleeya hanya mengernyitkan dahi. Tak paham dengan maksud Pangeran. Tolong … dia baru saja mengatakan apa isi hatinya. Walaupun ia masih ragu dengan perasaanya. Tapi mendengar Pangeran Aloux akan segera menikah, ada sebagian hatinya yang kecewa.
"Maksud, Pangeran?"
"Aku tidak menerima penolakan."
Pangeran Aloux berjalan mendekati Cataleeya. Ia menarik lengannya. Lalu membawa Cataleeya pergi. Sedangkan Cataleeya berjalan sedikit terseok-seok karena tarikan lengan Pangeran Aloux. Ada rasa menghangat di hatinya ketika melihat tangan Aloux bertengger dipergelangan tangannya. Tapi di lain rasa, ia mengakui bahwa ini sebuah kesalahan.
*********
160820, Bdg.