Aku berjalan cepat sementara Hamzah mengejar ku dari belakang.
Aku tak menggubris apa pun ucapannya yang sedang berupaya menghentikan ku itu.
Langkah kaki mengarahkanku menuju kamar mandi dan ketika sampai, kudapati sebuah cermin besar yang terpampang di hadapanku.
Jujur, aku tak bisa berpikir jernih lagi. Hatiku bergemuruh penuh kekesalan dan amarah yang meluap-luap.
Aku mendekati cermin itu kemudian ku tonjokkan tanganku padanya berkali-kali dengan keras hingga aku merasa cermin nya retak kemudian pecah.
Aku memejamkan mata ketika melakukan hal itu. Sungguh! aku begitu kesal dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Aku tak bisa menerimanya. Mana mungkin Alif bisa memutuskan itu semua dengan mudah.
Aku tak habis pikir dengan pikirannya yang seperti itu. Sementara aku terus saja menonjok kan tangan pada cermin ini tanpa henti.
Sampai pada satu titik, aku merasa ada seseorang yang menarik tanganku menjauhi cermin yang sepertinya sudah rusak parah itu.