Elisabeth dan suaminya akhirnya tiba dirumah, kemudian Eli segera bergegas masuk kedalam.
"apa yang terjadi?" tanya Eli kepada Enders yang khawatir mendapati kedua anaknya terbaring lemah di ranjang tidur.
"Andrea melakukan itu kepada Tyler. ayah dan ibu sudah mengetahui bahwa hal ini akan terjadi bukan?" tanya enders yang mulai mengintrogasi kedua orang tuanya.
"apa ada korban lainnya?" tanya Edgar kepada putranya.
Enders hanya menggelengkan kepala.
"jadi cerita itu benar." Ujar Edgar kepada istrinya sembari ia duduk di pinggir ranjang tidur memegangi dahi Andrea.
Enders pun mulai kebingungan dengan kedua orang tuanya yang tidak terlihat panik.
"bagaimana bisa ayah dan ibu membawa mereka pulang 18 tahun yang lalu?!" tanya Enders sekali lagi, kali ini dengan nada yang agak meninggi.
Eli mencoba mengingat kembali memori orang orang yang ada dikepalanya, tiba tiba saja ia menutup mulutnya dan tampak gusar.
"kala itu, sekitar 18 tahun yang lalu. Kami baru saja kembali dari berkelana, hutan begitu lebat dengan bunyinya yang khas. Di tengah perjalanan pulang, kami bertemu sebuah mayat seorang gadis yang masih baru dan mendapati bagian perutnya yang sudah terkoyak habis, gadis itu....seorang manusia." Kata Eli yang mulai bercerita.
"tak jauh dari tempat itu kami melihat sesosok orang yang tengah berlari, sepertinya ia sadar akan keberadaan kami."
Di dalam cerita tersebut Eli dan Edgar mengejar orang yang menimbulkan suara, terdengar rintihan kecil dari balik pohon pinus yang cukup besar.
Ternyata itu adalah suara dari seorang wanita yang tengah hamil, ia juga menggendong seorang bayi yang sepertinya baru lahir, dilihat dari noda darah yang masih menyelimuti bayi tersebut.
"tenanglah, kami tidak berniat menyakitimu." Ujar Edgar berusaha meyakinkan wanita tersebut.
"siapa kalian?!" tanya wanita itu dengan ganasnya.
"ras yang sama dengan mu, keturunan terakhir dari keluarga Monrow" sahut Eli mencoba menjelaskan.
Tiba tiba saja wanita itu mengalami kontraksi, Eli dengan sigap bergegas membantu wanita tersebut.
Tak lama kemudian, lahirlah seorang bayi perempuan yang disambut dengan hembusan angin yang cukup kuat bersamaan dengan daun pepohonan yang berterbangan.
"apa sesuatu sedang terjadi?" tanya Edgar yang sibuk membuat perisai perlindungan agar aroma darah tidak menyebar mencemari hutan.
"kalian terlalu lama berkelana, banyak hal besar terjadi. Sebaiknya jangan kembali ke sana, itu terlalu berbahaya." Ujar wanita tersebut sambil tersengal hampir kehabisan darah.
Eli dan Edgar hanya saling tatap.
"lukamu? tubuhmu berhenti beregenerasi." Ujar Eli yang mulai cemas akan keadaan wanita tersebut yang dipenuhi luka sayatan.
"Jangan cemas... tubuh ku ini sudah mencapai batasnya..." Ucap wanita tersebut sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan.
"mereka membantai gadis itu yang tengah hamil besar dan membiarkan bayinya begitu saja, mayat yang kalian temukan adalah ibunya" wanita tersebut menjelaskan Sambil menatap bayi laki laki yang berada dalam dekapannya.
"Tolong bawa anak ini dan anak ku pergi dari sini sejauh mungkin, kedua anak ini saling terkait, kumohon... selamatkan nyawa kedua anak ini dan selamatkan nyawa kalian sebelum terlambat..." Ujar wanita itu sebagai ucapan terakhirnya.
Tak lama kemudian tubuhnya menjadi serpihan abu yang membaur bersamaan dengan dedaunan dan menghilang.
Eli menangis tersedu setelah menyelesaikan ceritanya disambut dengan pelukan hangat suaminya, Edgar.
Enders masih tampak kebingungan.
"itu berarti ibu dan ayah membahayakan nyawa keluarga Monrow, bagaimana jika mereka berdua adalah vampir yang berada dalam daftar hitam?" tukas Enders sambil memberikan buku yang berisikan artikel kuno tentang ras yang mirip seperti Tyler.
"apa kau tidak berfikir tentang nyawa mereka juga yang sedang terancam!?" bentak Edgar yang mengerti maksud dari Enders memberikan buku tersebut.
Enders memalingkan pandangannya, ia masih merasa ragu akan semua hal yang terjadi hari ini.
"Alina..." sebut Tyler yang tiba tiba terbangun.
"Alina, mereka memanggilnya dengan nama itu, wanita yang menyelamatkan ku... ibu nya.." ucapan tyler mengarah kepada Andrea yang ternyata sudah tidak berada di ranjang tidur.
"Octavia Kravitz, ibumu... seorang manusia yang hanya mendedikasikan hidupnya untuk seorang vampir kemudian, mati terbunuh dengan keji oleh golongan vampir itu sendiri..., Hidup ini kejam bukan ?" ujar Andrea yang tengah berdiri di depan jendela mendapati dirinya yang sudah tampak berbeda dengan pupil mata yang berwarna merah.
"jadi, kedua wanita itu bukanlah saudara kandung?" Tanya Edgar.
"aku belum pernah melihatnya sampai ia tiba menyelamatkan ku, saat itu aku bahkan belum berumur 1 tahun, bagaimana aku bisa mengingat wajah wanita tersebut dengan begitu jelas.
Sangat mirip dengan mu An..." ujar Tyler menjelaskan.
"berisik! Tentu saja bukan saudara kandung, ibuku seorang vampir murni. Dan pastinya aku bukan salah satu penduduk Tenebris Silvam*" ujar Andrea sedikit sombong.
(*Tenebris Silvam = hutan kegelapan)
"hm..sebenarnya itu... agak rasis" ujar Eli menanggapi putrinya yang sedikit sombong itu.
"yap.. memang rasis" sahut Enders,
"terlalu rasis" tambah Edgar sembari memicing kan matanya.
Tyler hanya bergumam sambil mengangguk anggukan kepalanya, ia merasa sedikit tersinggung.
"Whatt......?" Andrea mengangkat kedua bahunya dengan senyuman meledek.
"omong omong soal rasis, bagaimana dengan keadaan kalian?" tanya Enders yang menatap kearah Tyler dan Andrea secara bergantian.
"jauh lebih baik dari sebelumnya" jawab Tyler yang mulai meregangkan otot nya dan merasa senang karena tidak ada bekas luka di tubuhnya.
"An...?" tanya Enders kepada adik perempuannya yang masih melamun di depan kaca jendela.
"yah, tidak terlalu banyak perubahan signifikan yang jelas warna kulitku tidak sepucat dirimu." Jawab Andrea kembali dengan nada sombongnya.
"hahaha.. itu baru rasis" ledek Tyler kepada Enders.
"sudahlah... jangan bergurau seperti itu lagi, anggap saja kemarin itu adalah sejarah, besok adalah misteri dan...." Belum selesai Edgar menasehati kedua putranya, mereka berdua sudah berhamburan keluar rumah.
"hari ini adalah Hadiah...apa itu benar?" sahut Andrea melanjutkan, kemudian ia beranjak pergi menyusul kedua kakaknya.
Edgar hanya tersenyum bangga dengan kedua tangannya didalam saku.
"Ketiga bayi ku sudah beranjak dewasa" ujar Eli menahan tangis bahagianya sembari bersandar di bahu suaminya yang tersenyum.
Next, New life.