"Han, gak akan ada yang namanya manusia serigala di dunia ini, kamu terlalu terobsesi sama cerita fantasi kayak gitu" kata Anida, teman satu jurusan kuliahku. Anida sudah sangat lelah melihatku duduk dan bertatapan langsung dengan layar Laptop setiap pagi hanya untuk mencari info tentang manusia serigala. Entahlah, apa yang membuatku ter-obsesi sampai seperti itu pada hal-hal yang berbau manusia serigala.
"Tapi, gak ada salahnya kan cari tau?" tanyaku menatap ke arah Anida yang sedang meminum coklat hangat bawaannya itu. Anida memutar bola matanya malas dan menghembuskan nafas kasar. "Gak salah buat cari tau, Han. Tapi ya gak setiap hari juga, emangnya kamu udah dapet informasi apa aja? Paling cuma penampakan-penampakan yang belum tau itu real atau hoax, iya kan?" jawab Anida. Yang Anida katakan memang benar, aku hanya mendapatkan video penampakan yang katanya adalah sosok manusia serigala, padahal aku juga tidak tahu itu video asli atau palsu. Aku kemudian menghembuskan nafas kasar dan kembali ke layar utama, kemudian men-shut down Laptopku.
"Tapi, tetep aja aku penasaran, kayaknya manusia serigala itu emang ada, tapi jauuuuuuuuuhhh banget dari jangkauan manusia dan teknologi, jadi gak ada yang liput deh" kataku sambil membentangkan tangan dan menatap lurus kedepan sambil tersenyum "Nanti, kalau aku ketemu sama manusia serigala, aku kayaknya mau coba ajak dia berteman" lanjutku. Anida menatapku heran dan berkata "Bukannya berteman malah keburu dimakan" kemudian ia pergi untuk duduk ke bangkunya sendiri. Aku tetap acuh dengan perkataan Anida, dan kembali membayangkan kalau seandainya manusia serigala benar-benar ada dan aku benar-benar berteman dengannya.
Tak lama dosen pembimbing masuk kedalam kelas disusul laki-laki tinggi dengan jaket hitam yang tidak ia resleting dan kaos bergaris besar hitam putih juga celana jeans hitam. "Pagi semua" kata dosen itu dan semua mata perempuan dikelas menjadi berbinar-binar dan saling tersenyum riang. Ada yang merapihkan rambutnya, ada yang diam-diam menyemprotkan minyak wangi. Aku tidak heran kalau mereka seperti itu karena laki-laki yang berdiri disamping dosen pembimbing. Tapi, aku tidak tertarik sama sekali. Dari penampilannya seperti laki-laki kebanyakan yang sok jual mahal tapi ternyata playboy cap kapak. Memang sih, jangan menilai seseorang dari penampilan, tapi ya bagaimana? Sering kejadian seperti itu, kok.
"Ini Arul, mahasiswa pindahan yang akan jadi teman baru kalian, silahkan Arul perkenalkan diri" setelah dosen itu mempersilahkan, laki-laki bernama arul itu mengangguk dan berdehem. "Nama saya Arul Fari mahasiswa pindahan dari fakultas kedokteran" dan anak perempuan lain selain aku dan Anida mulai berteriak menjawab "Hai, Arul" dengan sedikit tawaan. Pak dosen mempersilahkan Arul duduk disamping bangkuku yang jelas-jelas sudah kosong. Kenapa harus di sampingku? Pasti nanti anak perempuan langsung berebut ingin pindah duduk. Saat Arul berjalan menaiki satu persatu anak tangga menuju ke tempat duduknya saja, sudah ada yang melambaikan tangan dan tersenyum sumringah. Dari penglihatanku, Arul tidak membalas senyuman dan sapaan para anak perempuan itu. Sudahlah, tidak penting juga.
Mata kuliahku hari ini telah selesai, selama jam berlangsung tidak ada hal yang membuatku risih disamping Arul. Aku mengemas alat tulisku dan binder, kemudian ku letakkan kedalam tas, sedangkan buku tebal ku bawa ditangan. Sebelum aku berdiri, aku merasakan ada yang menepuk bahuku 2 kali, dan itu Arul. "Kenapa?" tanyaku, dia menjawab "Ini ketinggalan" ia menunjukkan sebuah mini note dengan bertuliskan nama ku disana. "Astaga lupa" aku kembali meletakkan buku tebalku dimeja, tapi tiba-tiba Arul menghentikan tanganku, sebentar-sebentar, bisa ku deskripsikan tangannya? Tangannya sangat dingin, dingin sekali.
Rasanya seperti mayat hidup kalau kamu tau. Aku tidak mengada-ngada, tapi memang benar begitu. Arul langsung melepaskan tangannya dan bilang "Biar aku aja yang masukin ke dalam tas mu" mendengar itu aku langsung membelakanginya dan ia langsung memasukkan mini note ku itu. Jujur, saat dengar Arul bilang aku-kamu itu rasanya aneh untuk laki-laki. Biasanya mereka frontal. "Makasih ya" kataku dia tersenyum kecil, senyum yang belum sama sekali ku lihat sedari tadi. Senyumnya indah sekali. Ah, pikiranku. Arul langsung pergi, saat aku ingin keluar untuk pulang, tiba-tiba 4 anak perempuan kelasku mendatangiku.
"Han, tukeran tempat duduk dong" kata Sekar. "Iya Han, gue juga mau tukeran tempat duduk sama lo, biar gue sebelahan sama si Arul" lanjut Zalfa. Benar kan dugaanku, mereka akan berebut untuk pindah tempat duduk. Sebenarnya aku tidak masalah, tapi itu tempat duduk ternyamanku. Yang pasti posisinya strategis sekali. Aku tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Ayolah Han" kata Dania. "Seminggu deh buat tuker-tukeran" lanjut Salsa. "Emmm, tapi----" belum selesai aku menjawab, seseorang datang dari arah pintu dan berkata "Tapi gue mau duduk disamping Jihan" lantas aku dan ke-4 anak perempuan kelas ku langsung menoleh. Arul. Iya, dia Arul. Kenapa dia kembali lagi? Bukankah dia sudah pulang tadi? Ah, kalau begini bisa-bisa aku jadi bahan omongan anak perempuan dikelas. Mereka pasti mengira kalau aku punya hubungan dengan Arul si anak pindahan itu. Sekar, Zalfa, Dania dan Salsa menatap ke arahku, kemudian langsung keluar. Tatapannya sinis sekali. Aku jadi takut.
"Kok bilang begitu sih? Nanti kita jadi bahan omongan loh, terus tadi bukannya kamu udah pulang? Kenapa balik lagi?" tanyaku menghampiri Arul. "Eee--mm ada yang ketinggalan kayaknya diloker, makanya aku balik, eh aku denger suara cewe rame-rame aku samperin deh, kebetulannya lagi ngomongin aku" katanya. "Terus kok kamu bilang lo-gue ke mereka?" tanyaku lagi. "Reflek" jawabnya.
"Kok tau nama aku?" tanyaku lagi dan lagi "kan tadi di mini note mu ada" aku kemudian langsung ber-oh kecil. "Pulang bareng aja" katanya. Hari ini Anida pulang lebih dulu karena ada urusan keluarga, jadi ya aku pulang sendiri tapi kayaknya tidak jadi, karena Arul mengajakku. "Mmm, boleh. Barangmu yang ketinggalan udah diambil?" dia hanya mengangguk. Kemudian aku berjalan disepanjang koridor gedung fakultasku bersama dengan Arul. Arul memiliki aura yang berbeda menurutku, tapi aku tidak ambil pusing dengan itu.
"Aku mau tanya boleh gak?" tanyaku memecah suara langkah kaki. "Apa?" jawabnya.
"Kamu percaya tentang manusia serigala gak sih? Sebenernya mereka ada atau gak? Soalnya aku penasaran banget, terus aku punya temen namanya Anida dia satu kelas juga kok sama kita, dia tuh gak percaya banget deh sama manusia serigala" kataku panjang lebar. Arul berhenti, dan seketika itu pandangannya berubah. Seperti, lebih serius.
"Gak" katanya singkat. Aku menarik nafas lengah. Bertambah lagi orang yang tidak percaya tentang manusia serigala.
"Ternyata kamu sama aja kayak Anida" kataku kecewa. "Padahal kalau kamu percaya, kita kan bisa nyelidikin bareng, terus bisa kayak jadi detektif"
"Kan gak harus tentang manusia serigala" jawabnya.
"Bisa penemuan baru atau kasus lain" lanjutnya.
"Tapi aku penasaran sama manusia serigala doang" kataku. "Kenapa emangnya?"
"Ya mau cari tau aja, siapa tau dia bisa diajak berteman, kan?" aku tersenyum. Arul menatapku sambil sedikit menunduk karena postur tubuhnya yang lebih tinggi dariku.
"Aneh" dia kemudian langsung berjalan mendahuluiku. "Kamu yang aneh, tanganmu masa dingin banget tadi, kenapa? Lagi panas dingin?" tanyaku ketus pada Arul yang berada didepanku.
"Iya" jawabnya. Jawabannya singkat, padat dan jelas. Ku kira dia tipe laki-laki yang suka berdebat. Ternyata tidak.
Aku benar-benar diantar Arul sampai ke rumah dengan motor besarnya itu. Aku sudah seperti google maps versi manusia yang memberi tunjuk jalan tadi.
Aku jadi kepikiran tentang Arul. Soal tangannya yang sangat dingin, tapi wajahnya sama sekali tidak pucat. Arul yang tiba-tiba berubah menjadi lebih serius dalam sekejap saat aku membicarakan soal manusia serigala. Ah, mungkin dia sama seperti Anida. Pembantah keras kalau ada hal-hal berbau mitos dan ketidak mungkinan.