Apa kamu percaya bahwa ada sebuah dunia atau kehidupan lain, selain dunia yang kamu huni saat ini?
Mungkin, jika kamu mengatakan hal seperti itu di muka umum, orang lain akan menganggapmu tidak waras, karena telah mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Namun, sejak aku tiba di dunia ini tiga bulan yang lalu, aku yakin bahwa hal semacam itu memang sungguh ada.
Dunia Magia, sebuah dunia 'lain' yang mana sebuah kekuatan besar terkandung dan mempengaruhi segala kehidupan yang ada di dalamnya. Nama kekuatan itu ialah kekuatan sihir. Oleh karena itu Magia disebut juga sebagai dunia sihir.
Menurut pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Magia. Kekuatan sihir muncul pertama kalinya pada ratusan ribuan tahun yang lalu, ketika benua Magia hanya dikuasai oleh satu kerajaan, yakni kerajaan manusia.
Suatu hari, seorang putra mahkota kerajaan manusia yang sangat suka berpetualang, memutuskan untuk pergi dari kerajaan dan menjelajahi seluruh benua Magia, hanya untuk memuaskan hasrat berpetualangannya.
Wilayah di luar kerajaan manusia pada saat itu, hanyalah sebuah dataran tandus dan hampir sebagian besar adalah gurun pasir dengan cuaca yang ekstrem. Itulah sebabnya, wilayah di luar kerajaan sangat sulit untuk dijelajahi oleh para manusia, dan hanya orang yang memiliki fisik kuat, yang mampu melakukannya.
Setelah tujuh tahun berkelana, akhirnya sang putra mahkota berhasil tiba di ujung selatan benua Magia. Tak disangka, ia menemukan sebuah wilayah yang tersembunyi dan tak pernah diketahui oleh siapapun.
Dataran hijau terhampar luas di depan matanya, desiran angin sejuk berhembus lembut, dan sebuah pohon besar yang menjulang tinggi hingga menembus awan sebagai pusatnya.
Sang putra mahkota seketika jatuh cinta terhadap tempat yang baru saja ia temukan, terlebih pohon besar yang menjadi pusat tempat itu, berhasil menarik perhatiannya.
Tanpa ragu, ia berjalan menghampiri lalu sejenak merebahkan badannya di bawah pohon besar itu.
Berselang beberapa waktu, sebuah buah berbentuk oval dan memiliki warna ungu, menimpa kepalanya dari atas pohon. Buah itu mengeluarkan aroma yang enak dan membuat sang putra mahkota tergoda untuk memakan buah tersebut. Ketika sebuah gigitan terbentuk, tiba-tiba seluruh tubuh sang putra mahkota diselimuti oleh cahaya terang, seketika seluruh tubuhnya terasa ringan dan kemampuan fisiknya meningkat secara drastis dari biasanya.
Pada saat itulah, seorang manusia sihir terlahir untuk pertama kalinya, dan buah yang ia makan dinamakan buah Mana.
Setelah mendapatkan kekuatan sihir, sang putra mahkota mencoba untuk mengubah segala ketandusan yang mengisi wilayah luar kerajaannya, menjadi sangat subur nan hijau, lalu membuat pegunungan-pegunungan sebagai sumber mata air, dan hutan belantara. Itu semua dilakukannya supaya wilayah di luar kerajaan manusia menjadi sebuah wilayah yang layak huni.
Sayangnya, sebuah keputusan dengan tujuan yang baik dan mulia itu, malah mengakibatkan sebuah bencana di kemudian hari.
Ketika sang putra mahkota yang pada saat itu, sudah menjadi raja, meninggal dunia. Para keturunannya, yang juga mewarisi kekuatannya saling berebut kekuasaan dan wilayah, yang mengakibatkan kerajaan manusia terpecah dan menjadi lima kerajaan, seperti sekarang.
Kedamaian hanya berlangsung singkat, karena beberapa tahun setelah pemecahan Kerajaan Manusia. Lima kerajaan bersaudara itu saling berperang terhadap satu sama lain. Namun dengan tujuan yang berbeda, yakni menjadi penguasa wilayah ujung Magia selatan.
Seperti yang telah diamanatkan oleh sang manusia sihir pertama, bahwa tempat itu untuk jangan atau tidak boleh dihuni dan dikuasai oleh siapapun, akibat dahsyatnya tekanan sihir dan melimpahnya kekuatan sihir yang terdapat di sana, karena itu adalah tempat pohon buah 'Mana' yang menjadi sumber kekuatan sihir, tumbuh.
Hal itu disebabkan, karena tubuh manusia takkan bisa kuat menahan tekanan tersebut dan berpotensi kekuatan sihirlah yang akan mengendalikan tubuh manusia, lalu menjadikan manusia berubah menjadi monster sihir, yang kuat dan tak berakal.
Namun, karena ketamakan dan gila akan kekuatan sihir. Mereka mengabaikan hal tersebut dan mengikuti hawa nafsu mereka untuk menguasai wilayah tersebut.
Itulah menjadi alasan utama, terjadinya pertempuran kerajaan-kerajaan bersaudara ini. Ribuan bahkan jutaan jiwa ksatria kelima kerajaan itu, menjadi korban peperangan yang berlangsung selama ratusan tahun.
Hingga, suatu ketika sebuah, bencana luar biasa datang di tengah-tengah medan pertempuran mereka.
Entah darimana, sesosok yang mengaku sebagai raja iblis, muncul di tengah-tengah pertempuran kelima kerajaan manusia. Raja iblis digambarkan seperti sesosok yang mirip manusia, namun memiliki dua tanduk kecil di kedua sisi dahi dan iris matanya yang berwarna ungu gelap dengan sebuah segitiga kecil merah mengelilingi pupilnya.
Ia menggunakan sebuah jubah hitam yang menutupi zirah besi hitam dengan outline zirahnya yang berwarna merah, muncul dan memusnahkan setengah dari keseluruhan manusia yang ada di tempat di mana ia muncul, hanya dengan jentikan jari kirinya.
Melihat sesuatu yang luar biasa anehnya, membuat pasukan lima kerajaan manusia, yang masih tersisa, sepakat untuk menghentikan pertempuran 'sia-sia' mereka dan bersatu melawan musuh baru, yakni Raja iblis. Namun, itu semua hanyalah tindakan yang tidak berguna, meski mereka mengerahkan semua kekuatan dari semua ksatria lima kerajaan manusia, tanpa adanya strategi jitu dan kerjasama antara mereka yang sungguh buruk, akibat selama ratusan tahun saling bermusuhan. Membuat mereka hanya menyerangnya secara membabi buta dan sporadis.
Alhasil, tak ada satu pun serangan yang ksatria manusia gabungan kerahkan, mengenai raja iblis. Malahan semua manusia yang tersisa di medan pertempuran, seluruhnya menjadi musnah akibat kekuatan, kecepatan dan kelicikan yang ditunjukan raja iblis saat itu.
Komandan ksatria kelima kerajaan yang sedari awal ada di barisan belakang, berhasil lolos dan melaporkan kejadian tersebut ke masing-masing kerajaannya.
Mulai saat itu, Raja iblis menginvasi daerah-daerah terluar setiap kelima kerajaan manusia, yang berada di dekat ujung Magia selatan dan menculik perempuan-perempuan muda manusia, untuk menjadikannya wadah menciptakan iblis-iblis baru, dan akhirnya terciptalah sebuah ras baru di Magia, yakni Ras iblis.
Bukan hanya itu saja, beberapa tahun kemudian. Raja iblis dan keturunannya yang mendiami ujung Magia selatan, pada akhirnya membuat sebuah kekaisaran baru yakni, Kekaisaran Iblis. Pohon 'Mana' yang ada di ujung selatan Magia, juga termasuk ke dalam wilayah kekaisaran Iblis.
Keistimewaan itulah, yang membuat ras iblis, memiliki tubuh dengan ketahanan yang sangat kuat terhadap sihir dibanding dengan tubuh manusia. Itu semua karena mereka sudah terbiasa hidup di sekitar wilayah yang memiliki tekanan sihir yang kuat dan mereka juga memiliki aliran mana yang lebih banyak di dalam tubuhnya, dibanding manusia.
Namun, selama seratus lima puluh tahun belakangan, invasi yang dilakukan oleh Kekaisaran Iblis terhadap kerajaan-kerajaan manusia, tak pernah dilakukan lagi. Kekaisaran Iblis pun menutup diri dengan membangun tembok-tembok raksasa di sekeliling wilayahnya dan tembok tersebut dilapisi sebuah sihir segel yang sangat kuat, menyebabkan siapapun yang mencoba masuk tanpa izin, akan mengalami kelumpuhan.
Menurut rumor yang beredar, hal itu mereka lakukan, karena sang raja iblis menghilang secara mendadak dari kursi singgasananya.
"Pemisi"
Aku merasakan sebuah suara dari kejauhan, semakin lama suara itu semakin dekat.
"Permisi, kak! Perpustakaan mau tutup, ini sudah hampir larut malam".
Gelagapan. Aku yang masih setengah sadar sembari mengusap-usap wajah kantukku dengan kedua tangan, mencoba membalas perkataan nona manis berkaca mata dengan rambut merah, yang tak lain ialah penjaga perpustakaan.
"Huh? I--iya, maaf, aku akan segera pergi"
Aku beranjak dari kursi dan segera mengembalikan buku sejarah Magia, yang aku baca tadi ke rak buku, di mana aku mengambilnya.
Setelah selesai mengembalikan buku itu, aku langsung mengarahkan pandanganku ke petugas perpustakaan yang membangunkanku tadi dan membungkukkan badanku kepadanya.
"Selamat malam, maaf merepotkanmu, sampai jumpa"
Aku melambai pelan tangan kananku ke arahnya sembari melemparkan senyum.
Ia pun membalas senyumanku.
"Hati-hati di jalan, tuan".
Kereta kuda berjalan di jalan berlapiskan tegel batu dengan bangunan yang ada di kanan kirinya bergaya ala eropa abad pertengahan dan sebuah rembulan berwarna putih---biru maksudku, menyinari kota yang menambahkan kesan indah kota ini.
Kota Sylfia, sebuah kota kecil yang merupakan tetangga dari kota Dea. Meski begitu, jarak diantara kota ini cukup jauh, yakni membutuhkan waktu dua hari dengan menggunakan kereta kuda.
Walau baru dua hari berada di sini. Namun, aku bisa pastikan bahwa jika dilihat dari segi arsitekturnya, kota Sylfia adalah kembaran dari kota Dea. Bagiku, mereka sangat mirip sekali, sampai aku mengira bahwa aku masih tinggal di Dea. Perbedaan besar diantara mereka berdua, mungkin hanya satu yakni terletak dari segi pemerintahannya.
Kota Dea adalah sebuah kota yang memiliki pemerintahannya sendiri, mengatur segalanya sendiri tanpa terikat oleh kerajaan manapun, dan memiliki prajurit pertahanannya sendiri. Bukan itu saja, kota Dea juga sangat menjunjung tinggi, hak-hak berpendapat maupun sosial politik masyarakatnya. Oleh karena itu, kota Dea bukanlah sebuah kota biasa melainkan, sebuah Negara Kota Dea, bersistem demokrasi kerakyatan, yang mana setiap lima tahun mengadakan pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyatnya.
Kota Dea berdekatan dengan satu-satunya penggunungan yang ada di benua Magia, yakni penggunungan Alaphen. Penggunungan yang membelah atau memisahkan Magia utara dan selatan, menjadikan kota Dea yang berada di dekatnya, memiliki hawa yang sejuk nan asri. Tak heran, apabila segala jenis tumbuhan hidup subur di sana. Ditambah banyak gua-gua tambang di kaki penggunungan, yang membuat penghasilan kota Dea, sangatlah tinggi. Meski begitu, entah bagaimana, masih terdapat sebuah kesenjangan sosial di dalamnya. Warga yang berada di pusat kota sangatlah makmur, namun di sisi lainnya ada sebuah distrik yang tertinggal, yakni distrik kumuh di kota Dea.
Aku adalah 'mantan' penghuni dari distrik hasil kesenjangan tersebut.
Lain halnya, kota Sylfia. Sylfia adalah kota terluar dari Kerajaan Luani dan menjadi gerbang keluar-masuk Kerajaan Luani, tak heran jika Kota Sylfia menjadi tempat persinggahan dan perdagangan para pedagang dari seluruh antero benua Magia.
Kota ini dipimpin oleh seorang Dux, biasanya berasal dari orang-orang bangsawan Kerajaan Luani yang dipilih langsung oleh Raja Luani setiap sepuluh tahun sekali.
"Hmm … berapa kali pun aku melihatnya, baju ini memang terasa sangat mewah dan pas untukku"
Aku memutar badanku ke kanan dan ke kiri berulang-ulang kali, di hadapan kaca besar yang ada di kamar penginapanku.
Mantel berwarna hitam dengan motif garis horizontal, berdiameter dua centi berwarna merah menghiasi kedua sisi atas dada, dan sebuah garis vertikal berwarna merah berdiameter lebih besar yakni delapan centi, di sebelah kanan mantel, berkombinasi dengan garis horizontal merah kecil tadi.
Oiya, terdapat juga bulu-bulu halus yang tebal menghiasi lingkar luar kerah mantel ini.
Mantel yang mewah ini aku kombinasikan dengan menggunakan kaos oblong berwarna hitam, menambahkan kesan keren ketika aku memakainya.
Aku membeli mantel ini di sebuah toko pakaian di dekat toko kue paman hans, ketika aku hendak pergi meninggalkan kota Dea.
Aku pikir, aku tidak bisa memulai petualanganku dengan seragam minimarketku. Jadi, aku kasih seragam itu kepada paman Hans, anggap saja sebagai kenang-kenangan dariku.
---Sepertinya selera fesyenku sangatlah bagus.
Kepalaku mulai pusing, setelah berkali-kali memutarkan badan.
Sejenak, aku duduk di pinggiran kasur empuk ini, dan merogoh saku yang ada di mantel, mengambil sebuah kantong yang sudah mulai mengempis.
"Astaga! Apa-apaan ini !? perasaan dua hari yang lalu masih mengembang".
Kepalaku mendongak dengan tangan yang menutupi dahi.
"… Aku tak menyangka, seboros ini"
Meski begitu, sebenarnya ini tidak sepenuhnya salahku.
Iya ini bukan salahku!
Seandainya paman tua bangka itu, tidak mengambil empat puluh persen uang pesangonku.
Pasti, sekarang uangku masih banyak. Sekarang yang tersisa hanya dua puluh koin perak, dan sepuluh koin tembaga.
Di dunia ini---tepatnya lima kerajaan manusia dan negara kota Dea, hanya memiliki satu mata uang, yakni mata uang manusia.
Mata uang manusia, terdiri dari tiga nominal dalam bentuk koin, yakni koin emas, koin perak dan koin tembaga.
Satu koin emas senilai dengan seratus koin perak, dan satu koin perak senilai dengan sepuluh koin tembaga.
Selayaknya sebuah dunia dalam permainan mmorpg, sebagian besar penduduk Magia adalah seorang petualang, yang mana mereka mencari uang dan bertahan hidup dari menjalankan quest yang terdapat di papan guild bar atau papan di halaman balai kota (khusus negara kota Dea).
Selain menjadi petualang, mereka biasanya berdagang atau bekerja di usaha orang lain, seperti yang aku lakukan dulu di toko paman Hans.
Meskipun penghasilan dari bekerja di usaha milik orang lain, tidak sebesar menjadi seorang petualang maupun berdagang. Banyak orang yang lebih memilih pekerjaan semacam itu dibanding harus berpetualang, yang mana hal itu cukup membahayakan nyawa.
"Harga penginapan di sini, seharinya lima koin perak, walaupun sebenarnya ini cukup murah karena sudah termasuk biaya makan pagi dan malam … Yasudahlah, besok mulai ambil quest di guild bar yang ada di sini, sebelum aku menjadi gelandangan dalam waktu seminggu".
Aku menggumam sembari merebahkan badanku di kasur empuk ini dan melirikkan mata ke sebuah tumpukan samp---barang di dekat pintu.
"…Lalu, bagaimana caranya aku menjual tumpukan loakan itu, astaga kenapa bisa khilaf sih".
Decitan burung-burung yang hinggap di jendela rumah, terdengar jelas dan menghiasi pagi yang cerah ini.
Setelah menggunakan mantel dan sejenak berkaca, aku segera pergi meninggalkan kamarku dan turun ke aula bawah, tempat di mana semua penghuni penginapan bersantap ria, menikmati sarapan.
"Permisi … menu sarapan hari ini apa ya?"
Aku bertanya kepada wanita muda berambut biru muda yang halus dan sebagian rambutnya diikat kebelakang bagaikan untaian tali. Ia memiliki badan yang ramping dengan lekuk tubuh atasnya yang indah.
---Ia sama sekali tidak cocok menjadi seorang pelayan penginapan
"Ah! Tuan Ansyah, selamat pagi"
"P-pagi"
"Oiya, menu sarapan hari ini, roti panggang telur keju dengan sosis bakar, tuan"
"… Jika Tuan tidak suka atau mempunyai alergi terhadap makanan itu, maka kami akan memberikan tuan, menu penggantinya"
"Tidak, aku tidak ada masalah dengan makanan itu, jadi apa aku sudah bisa mendapatkannya?"
"Ah, siap Tuan, tunggu sebentar ya".
Perutku sudah kenyang, hingga aku sulit untuk bisa berjalan.
Astaga, masih pagi aku sudah memakan sebanyak ini. Dua koin perak melayang begitu saja, hanya untuk biaya tambah porsi sarapan.
---Bodo amatlah, yang penting kenyang dan puas.
Yosh, sekarang waktunya, mencari uang untuk bertahan hidup.
Namun, sebelum beranjak dari penginapan, aku hendak bertanya dulu kepada Zhea di mana letak guild bar di Kota Sylfia. Zhea, yang kumaksud di sini---siapa lagi kalau bukan si pelayan penginapan cantik yang tadi kuceritakan.
"A--anu, Zhea!"
Aku memanggilnya sembari melambaikan tanganku ke arahnya.
Zhea yang melihat panggilanku, segera menghampiriku yang masih belum beranjak dari meja makan dengan perut begah.
"Ada apa Tuan? Mau nambah porsi lagi"
Segera aku menggelengkan kepala, dan membalas perkataannya.
"B-bukan, aku sudah cukup, jika aku makan lebih dari ini, perutku akan meledak"
"Haha … Tuan lucu sekali"
Ia tertawa dengan tangan kanannya menutupi mulut.
Huh!?
---Yaampun wanita ini, rendah sekali selera humornya.
"Jadi, kenapa Tuan, memanggil saya?"
"Aku ingin bertanya, kamu tahu di mana letak guild bar?"
"Oh! Guild bar"
"Kamu tahu? Jadi di mana? Biar aku catat"
Aku segera mengeluarkan sebuah pena bulu yang sudah diberi tinta sebelumnya, dan sebuah kertas putih sebagai media tulisnya.
Sekarang aku sudah siap menulis arah jalannya.
Oiya, pena bulu di kota ini mahal sekali, yakni seharga lima koin tembaga.
Seperti yang aku duga, biaya hidup di kota transit dan pusat lalu lintas perdagangan, memang sangat mahal.
"Anu…Zhea?"
Ia tersenyum malu dan melirik ke arahku. Pipinya berwarna merah muda dan menggunakan nampan kayu yang ia genggam untuk menutupinya.
"Saya…sebenarnya tidak tahu, Tuan. Hehehe".
…
Huh!?
Terus apa maksudnya dengan ekspresi 'Aku tahu itu, aku tahu itu' di wajahnya, saat aku bertanya padanya.
"… Namun, tenang saja, Tuan. Aku akan segera menanyakan ke ibuku, jadi tunggu di sini"
Belum sempat ku berbicara, ia sudah mundur ke belakang dan bergegas pergi.
---Dia bodoh ya?
***
"Pertigaan jalan belok kanan, lalu lurus ke arah alun-alun kota lalu belok kiri"
Aku bergumam sembari berjalan dan melihat catatan di kertas yang berisi sebuah denah lokasi ke tempat guild bar Kota Sylfia.
Tak terasa, kini ada sudah berada di depan sebuah bangunan berlantai dua dan kelihatannya di dalamnya sangat luas.
Inilah yang dinamakan Guild Bar.
Sebuah tempat para petualang berkumpul, entah hanya untuk sekedar bersantai, makan atau mencari quest yang hendak mereka pilih dan jalani.
Hatiku merasa berdebar-debar saat aku hendak masuk ke dalam.
Mungkinkah ini yang namanya cinta?
….
Cinta palamu! Sudah pasti ini karena rasa cemas yang aku rasakan sekarang.
Aku membayangkan orang bertampang jahat dan seram, saat ini sedang berkumpul di dalam.
Mereka pasti, akan mencari masalah kepadaku yang terlihat asing bagi mereka.
Setelah mempersiapkan diri, aku pun masuk ke dalam guild bar.
Namun, sebuah adegan klasik muncul. Kaki kiriku tersingkap kaki kananku dan aku memasuki guild bar dengan keadaan jatuh terbaring.
---Bolehkah, aku mati sekarang?
"Anu… Selamat datang di guild bar, Tuan. Ada yang bisa saya bantu"
Petugas guild bar yang cantik berambut ungu menyapaku dan menatapku dengan sebuah tatapan yang seakan-akan berkata 'Orang bodoh mana lagi ini!".
Aku segera bangkit dan membalas sapaannya.
"Etoo… aku ke sini, ingin mencari sebuah quest yang bisa kuambil, karena aku butuh sekali pekerjaan"
"Sebelum kamu mengambil quest. Bisakah kamu menunjukan kartu anggota guild mu dan siapa nama pemimpin party mu kepadaku?"
Kartu anggota guild? Pemimpin party? Apa itu?
Petugas tersebut sepertinya mengetahui, bahwa aku sedang bingung saat ini.
"Jangan-jangan, kamu belum menjadi anggota guild dan tidak memiliki party?"
"Ah…haha iya, aku belum memiliki itu semua, ini pertama kalinya aku ke sebuah guild bar"
Aku berkata sembari mengusap-usap belakang leherku.
"Pantas saja, kamu terlihat kebingungan"
"Ya, begitulah"
"Ok, pertama aku akan menjelaskanmu, mengenai ketentuan untuk mengambil sebuah quest. Pertama, kamu harus menjadi anggota guild. Di manapun kamu mendaftarnya itu tidak masalah, asalkan masih sebuah guild kerajaan Luani. Jika, kamu belum mendaftar menjadi anggota guild, kami tidak bisa melihat skill dan kemampuan sihirmu sebagai seorang petualang. Tidak semua quest bisa diambil oleh semua petualangan, karena setiap quest memiliki kesulitan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, kami butuh mengetahui skill dan kemampuan sihir setiap petualang yang hendak mengambil quest, agar kami bisa menentukan, apakah quest tersebut bisa diambil atau tidak.
Kedua, setelah kamu sudah menjadi anggota guild, lalu mengetahui skill dan kemampuanmu sendiri, maka tahap selanjutnya, kamu harus tergabung ke dalam party. Apa itu party? Party adalah sebuah kelompok petualang yang terdiri dari empat orang atau lebih. Mereka biasanya melakukan atau menjalankan quest bersama. Mengapa kami menambahkan syarat untuk melakukan party ketika menjalankan quest? Kami hanya ingin meminimalisir kematian para petualang ketika sedang menjalankan quest, sehebat apapun petualang, pasti akan ada waktu di mana ia lengah dan akan terkena serangan fatal dari monster, itulah mengapa kami ingin setiap petualang menjalankan quest dengan sebuah party. Sampai sini bisa dipahami, Tuan?"
"Huh!? Hmm… ok"
Petugas itu terus meracau dan mengoceh hal-hal yang menurutku tak penting di hadapanku, aku hanya bisa berpura-pura mendengarkannya dengan mata yang terus melirik ke sekitarku dan bersenandung di dalam hati.
"Jadi, apa tujuanmu menjadi seorang petualang, Tuan?"
"Hmm!? Tujuan ya … aku ingin mengalahkan raja iblis"
Kedua bola mata si petugas guild itu hampir terlepas dari sarangnya, saat aku mengatakan hal tersebut kepadanya.
Wajah cantiknya seketika berubah layaknya wajah seorang lansia.
Bukan hanya si petugas yang berperilaku aneh, ketika aku mengatakan hal itu.
Suara gemuruh mendadak muncul dari arah kanan depanku.
Tempat di mana para petualang berkumpul dan makan di aula tersebut.
---Ada apasih? Emang aku mengatakan hal yang aneh?
"A--anu, Tuan, kamu serius mengatakannya? Jangan bercanda, Tuan"
Ia berkata dengan seluruh tubuhnya bergetar
---Dia kebelet kencing?
"Iya aku serius, apa itu aneh?"
Aku memiringkan wajahku dengan jari telunjuk menggaruk kecil dahi.
"Bukan saja aneh … melainkan itu hal paling bodoh yang pernah aku dengar seumur hidupku"
Suara yang cukup berat itu, bersumber dari seorang pria botak, tinggi besar dan memakai baju zirah yang sepertinya sangat berat, yang mana ia berjalan menghampiriku dari aula guild bar.
"…Siapa namamu?"
Dia melanjutkan perkataannya sembari menatap tajam mataku dan kedua tangannya mencengkram erat pundakku.
Aura intimidasi yang keluar dari tubuhnya sangatlah kuat.
Hingga lututku bergetar.
---Sial! Aku kebelet kencing.
"A---anu, namaku Ansyah"
"Ansyah!? Namamu terasa sangat asing, perkenalkan namaku Elgio, Salam kenal"
"Ah…Hmm, ok"
Elgio menggenggam erat tanganku dan mengayunkan ke atas bawah.
Namun, beberapa detik kemudian ia segera melepaskan jabatan tangannya dan menutup hidungnya.
"Hmm… bau apa ini? Seperti bau toilet"
Aku mengusap-usap leher belakang dan membalas perkataannya dengan lirih
"Anu…Aku sejak tadi kebelet kencing, tapi karena kamu menahanku…yah begitulah aku 'kebobolan' hehehe…"
Sontak, semua mata yang ada di dalam guild bar tertuju ke arahku.
Aku hanya bisa tertunduk malu.
"Tuan! Kenapa kamu hanya berdiri saja, cepatlah ke toilet dan bersihkan pakaian bawahmu".
"Huh! I--iya…Maafkan aku!"
Aku segera menuju toilet dan meninggalkan mereka di sana bersama bau kencingku.
"Leganya…Toilet di guild bar ini lumayan mewah---mungkin paling mewah yang pernah aku lihat, selama tinggal di sini"
Saat ini aku tidak memakai celana dalam, yang mana basah akibat 'kebobolan' tadi, mau tidak mau aku harus mencucinya dan menjemurnya di lubang ventilasi toilet.
Supaya terkena sinar matahari dan cepat kering.
Sensasi yang di dapatkan ketika tidak menggunakan celana dalam, sungguh nikmat.
Rasanya 'adikku' menjadi lebih segar akibat desiran angin masuk ke dalam tanpa halangan sedikitpun.
Aku pun segera kembali menuju loket petugas guild setelah urusanku di toilet selesai.
Rupanya pria botak tadi masih berada di sana, menungguku bersama petugas guild yang cantik.
"Maaf, sudah merepotkan kalian semua"
Aku menyapa mereka berdua.
"Oh, kamu sudah selesai, Tuan?"
"Kau, ini emang pria aneh dan brengsek ya…bisa-bisanya kau kencing di celana saat aku berbicara denganmu"
Aku hanya bisa tersenyum mendengarkan perkataan Elgio.
"…Meski begitu, kau adalah pria yang unik dan aku cukup menyukaimu---"
"Maaf, aku masih suka wanita"
Aku segera memotong perkataannya.
Elgio terkejut melihat reaksiku dan seketika ia tertawa lepas.
Suara tawanya sungguh menyakiti telingaku yang lembut ini.
Satu menit berlalu, akhirnya suara tawanya mereda.
"Bukan begitu maksudku, aku hanya suka dengan sikap dan sifatmu, astaga kau ini bodoh ya?"
"Iya benar, aku memang bodoh"
…
Elgio kembali tertawa dan kali ini lebih lama dari sebelumnya.
Lima menit berlalu, suara tertawanya mereda.
"Aku, sudah cukup lelah untuk tertawa, jadi sudahlah aku tak mau berbicara denganmu lagi…"
Ia menepuk pundakku dengan keras dan melanjutkan perkataannya.
"…Temui aku di Kahala, jika urusanmu di guild bar, selesai. Aku akan memberimu sesuatu, wahai petulangan calon pembunuh raja iblis".
Dia kembali ke aula guild dan mengambil pedang besar yang tergeletak di bawah meja, lalu ia sangkut pedang itu di belakangnya.
"Ingat Ansyah, jangan lupa untuk temui aku di sana"
Itulah yang ia katakan sebelum membuka pintu guild bar dan menghilang dari jangkauan mataku.
"A--anu, kalau boleh tau, dia siapa? Apa kamu mengenalnya, petugas cantik?"
Aku melirik ke arah petugas guild yang masih berdiri di sampingku dan menanyakan tentang sosok pria itu.
Ngomong-ngomong, wangi badannya harum sekali.
Hampir membuat diriku tergoda untuk melakukan sesuatu.
----Tahan, Ansyah.
"Oh, dia salah satu petualang terkuat dan terkenal di kota ini. Tuan Elgio adalah anggota guild yang paling berkontribusi di kota ini, Tuan … Syah-syah?"
"Ansyah…Namaku Ansyah"
"Ah, iya maksudku itu, Tuan Antsah"
Oi,oi,oi … pelafalanmu salah tuh.
Yasudahlah, biarkan saja.
Meski bodoh, jika dia cantik, Aku akan memakluminya.
Bukannya itu adalah hal yang wajar di dalam masyarakat? Sejelek apapun dalamnya, jika luarnya bagus, maka masyarakat akan menghargainya.
Sungguh Stereotipe yang menyedihkan.
Itulah mengapa meski banyak orang yang mengatakan 'kecantikan batin lebih baik dari kecantikan fisik'. Namun nyatanya, bintang iklan atau film, dipilih karena kecantikan luarnya saja, bukan kecantikan batin yang dimilikinya.
Perilaku yang ditampakkan ke khalayak umum palsu, tak sesuai apa yang ada di dalam hati mereka, dan biasanya mereka melakukan hal tersebut akibat beberapa faktor, salah satunya ialah stereotipe yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itulah, terciptalah sebuah budaya di masyarakat yakni, budaya superficial.
---Ngomong apa sih.
Baiklah Ansyah, waktunya ke pembahasan utama.
Hal terpenting yang saat ini, harus aku lakukan ialah …
"Petugas cantik, aku mau mendaftar menjadi anggota guild"