Chereads / PISAU / Chapter 1 - Dapur

PISAU

Arla_Tsj
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Dapur

Seorang gadis dewasa tampak sibuk dengan pisau dan sayuran. Apron hitam yang terpasang di pinggangnya melindungi dari minyak panas yang beriak.

"Jay, kita kekurangan jamur. Kamu ambil di tempat persediaan ya." ucap gadis itu tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Baik, Chef." sahut Jay. meletakan sendok sayurnya di pinggir, lalu bergegas ke belakang tempat persediaan bahan masakan.

"Roy, pesanan tamu VIP sudah belum?" tanya gadis itu lagi. Kali ini ia sudah berganti aktivitas, jika tadi sedang memotong sekarang ia sedang menumis sayuran yang tadi di potongnya.

"Sebentar lagi, Chef. Tinggal plating terus finishing." jawab Roy, menaruh garnish di atas piring.

"Vera, kamu urus bagian dessert saja. Yang ini biar saya yang urus." ucap seorang laki-laki berseragam chef putih aksen merah. Ditambah topi tingginya yang putih berlipit.

Mengangguk patuh, Vera menjauh dari kompor menuju meja yang berisi aneka makanan manis. Kembali berkutat dengan piring-piring putih besar yang berisi sedikit hidangan manis.

Veranita Putri. Akrab disapa Vera, ia seorang koki di salah satu restauran ternama. Sudah dua tahun ini ia menggeluti bidang masak memasak. Dimulai dari kecintaannya terhadap makanan, sejak kecil ia sudah minta diajari memasak oleh bunda nya.

Jatuh bangun sudah ia rasakan untuk mencapai di titik ini. Menjadi seorang koki di restauran terkenal buka hal mudah, siang malam ia belajar dan mencoba membuat berbagai resep makanan. Bahkan ia sudah pernah merasakan jarum infus di tangannya.

Di dukung latar belakang keluarganya yang juga ahli memasak, membuat Vera semakin bersemangat. Ayah dan bundanya memiliki usaha jasa ketering, tak ayal ketika libur ia sering membantu orang tuanya.

🔪🔪🔪

"Okey, guys. Time to close, times up. Done okey?" ucap Vian—Head Chef di restaurant ini.

"Thank you, Chef." pekik yang lainnya serempak.

Setelah selesei membersihkan dapur dan berganti pakaian, Vera segera pergi menuju mobil nya. Jazz biru metalik terparkir rapih di sudut parkiran. menekan kunci lalu masuk dan melaju menuju rumahnya untuk istrahat.

Hari ini restauran sangat ramai, mungkin karena ini akhir pekan jadi banyak yang malas untuk masak sendiri. Kadang Vera permah berpikir, kenapa mereka malas memasak? Padahal kan memasak itu kegiatan yang menyenangkan. Tapi, Vera percaya bahwa tak semua orang bisa dan mau memasak. Mereka terlalu malas dan takut merusak atau menggerakan anggota tubuh mereka. Terutama perempuan, mereka pasti takut nanti kuku cantik juga jari-jari lentik mereka akan rusak atau terluka.

Tapi ya, itu lah gunanya chef. Tugas seorang juru masak memang untuk memasakan orang-orang yang enggan memasak.

Tin Tin

Setelah gerbang besar itu terbuka Vera kembali menjalankan mobilnya menuju garasi. Memastikan mobilnya terkunci, lalu berjalan masuk. Ketika sampai di ruang keluarga ia mendengar suara orang tertawa dari ruang tamu. Berjalan mendekat ua mendapati ruang tamu ramai, ada sepasang orang tua paruh baya dengan pakaian elegan–mungkin seumuran dengan orang tuanya, ada juga pasangan yang sedang bermain dengan balita yang mengenakan kemeja juga celana jeans pendek, dan orang tuanya yang tengah bercengkrama dengan pasangan paruh baya itu.

"Vera, ngapain kamu berdiri kayak patung disitu? Sini." panggil Rina—Bundanya Vera—membuat tamu yang ada disitu menoleh kearahnya. Tersenyum kikuk menjadi pusat perhatian, Vera berjalan menghampiri orang tuanya.

"Assalamualaikum Yah, Bun, Tant, Om, Kak." Menyalimi tangan orang tuanya juga pasangan paruh baya itu yang tersenyum saat di salimi. Duduk di samping bundanya dengan tangan memeluk Rina. Rina hanya mengelus tangan mulus putrinya, "Waalaikumsalam, Kak. Tumben udah pulang, biasanya sampai malam, ini baru jam... 7 malam. Biasa juga jam 8 atau 9 baru pulang" ucap Rina

"Restauran kena booking, Bun. Di sana cuma ada Chef Vian sama asistennya aja" jawab Vera, kepalanya bergerak menumpu pada pundak Rina.

"Ouh, Bunda kira restauran nya kena gusur." sarkas Rina membuat Vera mendengus kesal.

"Udah ah, males aku disini cuma di bully. Aku mandi dulu ya Yah, Bun, Tante, Om, kak." pamit Vera berjalan menuju tangga. Rina mendelik kesal sedangkan yang lainnya terkekeh melihat interaksi ibu dan anak ini.

"Aduh, maaf ya Mbak. Si Vera tuh emang gitu, ngeselin anak nya." canda Rina

"Iya, nggak papa kok. Lagian Vera tuh lucu tau. Kayaknya cocok deh buat anak ku."

"Loh, Mah. Kan aku udah ada Fely." sanggah Reka, Felysha yang mendengar itu mencubit pinggang suaminya. "Sakit, Yang." ringis Reka

"Kamu tuh lupa apa emang udah nggak anggap adik kamu lagi? Ha?" hardik Fely membuat Reka menyengir.

"Lagian, dia udah jarang pulang ke rumah. Aku kira dia mau keluar dari keluarga." Siska langsung memukul pundak Reka membuat nya langsung meringus kembali. Remuk sudah badannya di aniaya istri dan mamanya.

"Kamu Reka, kalo ngomong suka bener" ucap Abi—Papa Reka— yang langsung meringis melihat istrinya mendelik garang.

"Nggak anak nggak papa sama aja. Emang ya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" sindir Siska. Rina, Evan dan Fely tertawa melihat dua laki-laki beda usia itu di omeli oleh sang ratu.

"Hahaha udah udah. Kita makan yuk, kalian belum makan kan? Kiara juga pasti lapaer kan? Ayuk, malam ini ada makanan spesial" sela Rina berdiri mengajak tamunya makan malam. Mereka tentu tak menolak, Makanan dari rumah ini selalu enak. Seluruh penghuninya adalah penguasa dapur, jadi tak perlu di khawatirkan bagaiman rasanya.

Vera berjalan memasuki ruang makan dan mendapati seluruh tamu tadi sudah pindah kesini. "Nah kebetulan kamu udah turun jadi Bunda nggak usah capek-capek naik ke atas." ucap Rina ketika melihat anaknya datang.

"Emang kenapa?" tanya Vera. "Terus... Ini kenapa meja masih kosong? Emang Bunda nggak masak?"

"Malam ini khusus buat tamu Bunda kamu yang masak ya. Masa seorang koki restauran terkenal malas masak makan malam buat tamu Bunda"

Vera mendesah malas, sejujurnya ia sudah lelah untuk kembali berkutat dengan alat dapur. Tapi karena bundanya sudah meminta seperti ini ditambah ada tamu yang mungkin istimewa bagi orang tuanya, ia tak bisa menolak.

Berjalan menuju dapur dan mengumpulkan bahan untuk membuat masakan yang simple-simple saja. Ini sudah malam, jadi tak usah buat yang ribet.

Tiga puluh menit berurusan dengan kompor, wajan dan teman-temannya. Vera keluar membawa hasil masakannya. Penghuni meja makan sudah kelaparan, apalagi tamunya sampai meneguk saliva ketika mencium aroma masakan Vera. Kiara yang balita saja sampai ngences.

"Tara! Masakan ala-ala dari Vera siap di eksekusi" seru Vera meletakkan piring di atas meja makan.

"Ini apa Vera?" tanya Rina melihat penampakan masakan Vera. Vera yang hendak mengambil nasi harus berhenti dan menoleh "Entah, apa yang ada di kulkas ya aku masak aja" jawab Vera asal

Rina mendelik, "Aman nggak ini? Kamu nggak niat buat ngeracunin tamunya Bunda kan?"

"Enggak lah, Bun. Lagian Bunda tukang masak masa isi kulkas aja kosong melompong gitu." cibir Vera membuat Rina terkekeh.

"Bunda belum belanja bulanan, Ayah kamu tuh belum ada waktu antar Bunda." elak Rina

"Loh, kok malah nyalahin aku?" protes Evan tak terima, Rina melambaikan tangannya " Udah deh kamu tuh diem aja." Evan hanya menghela napas kesal.

Tamu yang melihat itu terkekeh, tak menyangka Evan yang terkenal dingin itu bisa luluh juga dihadapan istrinya. Memang benar, jangan oandang seseorang dari satu sudut pandang saja. Kita juga harus melihatnya dari sisi yang lain.

"Udah deh, Ayah sama Bunda jangan berantem di sini. Vera udah laper nih, tamu yang lain juga udah pada laper, si kecil itu juga laper kan dek?" potong Vera menatap orang tuanya, tamunya terakhir Kiara yang sedang asik dengan rubik nya. Vera meringis melihat mainan anak lima tahun itu, tingkatannya kok ya tinggi banget. Perasaan saat ia umur segitu ia masih main ular tangga atau monopoli.

Mengangguk setuju akhirnya mereka makan malam dengan masakan ala-ala Vera, sesekali diselingi candaan dari Rina dan Siska atau pertengkaran lucu Rina dan Vera.