Ashera melihat uluran tangan laki-laki bernama Lael itu. Lael menatap Ashera menunggu balasan.
"Ashera Airina," ujar Ashera menjabat tangan Lael dengan senang hati.
Setelah mereka mengenal satu sama lain, bu Rahma akhirnya mulai menjelaskan apa sebenarnya maksud dan tujuannya memanggil Ashera dan Lael.
"Jadi begini, sekolah kita dapat undangan untuk mengikuti lomba tingkat provinsi. Ini sangat penting untuk nama baik sekolah. Nah, lombanya itu sebenarnya adalah lomba bidang fotografi, makanya ibu panggil Lael sebagai ketua komunitas fotografi," terang bu Rahma.
Oalah, ketua komun fotografi.., batin Ashera.
"Alasan mengapa Ashera ikut dipanggil, karena lomba ini bukan hanya meminta hasil berupa foto, tapi juga hasil berupa gambar fisik. Ashera kan sudah beberapa kali dipercaya melukis mural dan semua suka sama hasilnya. Maka dari itu, Ashera dipercaya untuk ikut lomba ini juga membantu Lael."
"Temanya apa bu?" tanya Lael.
"Ohh iya, untuk temanya itu ada dua, yang pertama pemandangan atau lingkungan dan satunya lagi harus ada objek manusia di dalamnya. Jadi untuk tema yang pertama kalian harus mencari spot yang bagus dan suasananya mendukung, untuk tema kedua kalian harus memperhatikan manusia, kalau bisa gambarnya dibikin kelihatan hidup biar feelnya dapet. Gimana? Sanggup?" jelas bu Rahma lalu memandang Ashera dan Lael untuk mendengar jawaban dari mereka berdua.
Lael dan Ashera terdiam. Sempat berpikir sejenak, karena ini bukan lomba yang mudah dan sederhana. Apalagi lomba ini cukup penting untuk bidang kesenian sekolah.
"Ayolah, ibu yakin kalian berdua pasti bisa. Ya? Ashera? Lael?"
Ashera terlihat terlarut dalam pikirannya. Lael melirik Ashera, penasaran dengan jawaban perempuan disampingnya.
Akhirnya setelah hening selama menit, Ashera mengangkat kepalanya menatap bu Rahma.
"Hadiahnya bu? Hadiahnya apa?" tanya Ashera dengan mata berbinar.
"Hahaha, oh iya, ibu belum mengungkit masalah hadiah ya?" tawa bu Rahma mendengar balasan Ashera, "Hadiahnya uang tunai. Satu setengah juta rupiah, dan sekolah gak akan minta bagian. Tapi, untuk pialanya akan diberikan ke sekolah dan kalian akan dibuatkan sertifikat. Tertarik kan?"
Wah, satu setengah juta.. Kalau dibagi dua, jadi.. 750 ribu?!, batin Ashera.
"Saya ikut bu!" ucap Ashera yakin.
"Bagus! Ibu tau kamu bisa dipercaya, Ra. Sekarang tinggal Lael," ujar bu Rahma melirik Lael yang nampaknya masih menimbang-nimbang.
Ashera menatap Lael seolah mengisyaratkan bahwa ini kesempatan yang bagus.
"Ayo, Lael?" pinta bu Rahma penuh harap.
Kini semua mata tertuju pada laki-laki itu. Lael melirik gadis yang ada di sebelahnya. Gadis itu menatap Lael dengan mata yang terbuka lebar.
"Iya bu, saya ikut," kata Lael.
Tanpa sadar Ashera dan bu Rahma sama-sama menepuk kedua tangannya kegirangan.
"Yes!" seru keduanya.
"Oke kalo gitu, waktu kalian dua bulan dari sekarang. Dan untuk informasi atau bimbingan kalian akan dibantu oleh pak Deri dan bu Nora. Pak Deri akan bantu untuk masalah fotografi dan bu Nora akan bantu masalah lukis, sudah jelas atau masih ada yang ingin ditanyakan?" tutur bu Rahma dengan senyuman yang sedari tadi tidak luput dari wajahnya, mungkin karena terlalu bersemangat.
"Siap bu! Saya udah ngerti. Tapi bu.. Untuk alat lukis.." Ashera menatap bu Rahma penuh harap dengan mata yang lagi lagi membesar.
"Iya iya, kalau kamu butuh sesuatu bisa bilang ke bu Nora," balas bu Rahma dengan nada seolah-olah tidak punya pilihan.
"Sip. kalau gitu saya balik ke kelas ya Bu," pamit Ashera bersalaman dengan bu Rahma dan tersenyum pergi meninggalkan Lael yang kebingungan melihatnya.
"Eh-" Lael berusaha untuk berbicara dengan Ashera lebih lanjut mengenai lomba tetapi ditinggal pergi begitu saja tanpa penjelasan lebih lanjut. Hunting tempatnya gimana? Transportasinya gimana? Waktunya gimana? Ah, gue gak kenal lagi dia siapa, kontak juga gak punya, banyak sekali pertanyaan dalam benak Lael.
"Ya sudah Bu, saya juga pamit ya."
"Iya Lael," balas bu Rahma tersenyum sambil melambaikan tangannya. Mood bu Rahma jadi sangat baik hari ini.
---
"Ada apaan?" ujar Arka begitu sampainya Lael di sampingnya.
"Lomba," jawab Lael singkat.
"Lomba apaan?"
"Fotografi."
"Kayak gimana lombanya- AH BISA GAK SIH LO NGOMONG JANGAN SINGKAT-SINGKAT AMAT. YA JELASIN LOMBA APAAN, KAN GUE PENASARAN. Bikin kesel aja sih," seru Arka frustasi dengan temannya itu yang kalau ngomong suka irit.
"Lomba tingkat provinsi bidang fotografi objeknya lingkungan sama manusia terus harus dilukis juga. Dah jelas?" papar Lael.
"Nah gitu, jelasin. Kan gue jadi gampang ngertinya," ujar Arka puas. Lael memandang Arka sinis.
"Eh btw, kalo sama lukis juga, berarti lo gak sendiri dong lombanya?"
"Iya, ada partnernya."
"Siapa?" tanya Arka penasaran.
"Siapa ya tadi namanya. A.. ara? Atau siapa ya, depannya a gitu," pikir Lael.
"Ashera?"
"Nah iya dia! Kok lo tau?" terkejut temannya langsung tau orang yang dimaksud.
"Siapa yang gak tau dia-"
"Gue," kata Lael menunjuk dirinya sendiri.
"Hmm, iya sih masuk akal kalo lo gak tau," ucap Arka mengerti.
"Emang kenapa kok banyak yang tau dia?"
"Gak ada alasan khusus sih, cuma tau aja. Karena dia sering ngelukis mural, yang pas jam pulang suka jalan-jalan dengan badan penuh cat. Terus apalagi ya.. Sering liat juga dan orangnya ramah banget, murah senyum. Banyak kok yang akrab sama dia," jelas Arka.
Lael terdiam. Iya sih kayaknya orang dibicarakan Arka sama seperti orang yang tadi, gumamnya.
"Tapi jangan suka sama dia ya bro," kata Arka tiba-tiba.
Lael terserentak. Tidak menyangka Arka akan bilang begitu. "Ya engga lah. Kenapa?"
"Ya siapa tau lo bakal suka, apalagi kalo sering ketemu dan liat senyumnya terus. Dia kan emang lumayan manis. Gak deh, bukan lumayan, emang manis. Sebenernya banyak yang suka sama dia, tapi," ungkap Arka dengan menyilangkan tangannya, "gagal semua."
---
Ashera baru saja duduk di sampingnya, Alodie sudah menghujani berbagai pertanyaan kepadanya. Alodie memang tipe orang yang serba ingin tau, apalagi kalau menyangkut Ashera.
"Bu Rahma manggil kenapa?"
"Ada lomba lukis," jawab Ashera.
"Oalah, kirain ada apa," kata Alodie terdengar tidak peduli. Karena ini bukan pertama atau kedua kalinya Ashera diminta untuk melukis sesuatu.
"Tapi kali ini gak kayak biasanya, Die," ujar Ashera seolah tau apa yang dipikirkan Alodie.
Alodie yang mendengar hal tersebut langsung saja menoleh. "Beda gimana?"
"Lombanya gak cuman untuk lukis tapi juga untuk fotografi, jadi ada partnernya."
"PARTNER?" Alodie menyahut bersemangat.
"Shh, Alodie!"
Sudah menjadi kebiasaan bagi Alodie yang berbicara terlalu keras saat ia bersemangat.
"Siapa Ra? Cowok ya?" desak Alodie tak sabar ingin mengetahui siapa partner yang dimaksud Ashera.
"Gue gak kenal orangnya sih, kalo gak salah namanya Lael."
"LAEL?"
Ashera segera menutup mulut temannya yang sepertinya ingin semua orang di kelas tau apa yang sedang mereka bicarakan. "Bisa lebih gede lagi gak ngomongnya?" geram Ashera.
"Maaf." tiba-tiba saja Alodie meraih tangan Ashera dan memegangnya erat dengan kedua tangannya dan menatapnya dengan mata berseri-seri. "Ashera."
Ashera membalas tatapannya bingung. "Apasih, bikin cemas aja."
"Selamat ya, akhirnya, gue bakal liat sisi bucin dari lo, Sher."
Ashera langsung melotot dan mencampakkan tangan Alodie. "Mulai gak jelasnya."
"Shera.. Ayolah, akui aja pas lo liat Lael, lo mikir kalo dia lumayan kan."
"Gak tau deh, gak merhatiin," ucapnya cuek.
"Ah, gak seru lo."
---
Setelah menghabiskan delapan jam di sekolah, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa sibuk merapikan tasnya dan bersiap-siap untuk pulang. Begitu pula Ashera dan teman-temannya. Fadira dan Shakira terlihat sangat bersemangat sore ini karena mereka sudah berencana pergi ke mall untuk menonton film Maleficent yang baru saja tayang di bioskop.
Bima sang ketua kelas terlihat menunggu teman-temannya hingga siap agar dapat menutup kelas hari ini. "Sebelum kita pulang, mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai."
Setelah selesai berdoa dan memberi salam kepada guru yang mengajar, seluruh siswa berangsur pergi meninggalkan kelas. Koridor sekolah ramai sekali dipenuhi siswa siswi saat jam pulang sekolah. Ada yang membawa jajanan dari kantin untuk disantap sambil mengobrol di pinggir koridor, ada yang sedang bermain basket di lapangan, dan ada juga yang sedang kumpul untuk ekskul dan komunitas. Memang belajar bukan satu-satunya hal yang dilakukan di sekolah. Kadang, harus menunggu diusir oleh satpam baru mereka mau pulang ke rumahnya masing-masing. Mau bagaimana lagi, karena terbiasa berada di sekolah, mereka jadi merasa nyaman.
Ashera, Alodie, Fadira, dan Shakira sedang berjalan beriringan di sepanjang koridor menuju gerbang sekolah. Fadira dan Shakira tidak henti-hentinya membicarakan tentang apa yang akan mereka lakukan saat tiba di mall nanti. Mereka berdua memang paling senang kalau urusan jalan-jalan.
"Sher, lo beneran gak mau ikut?" ini sudah
kelima kalinya Shakira menanyakan hal tersebut.
"Iya, Sha."
---
"Woy, makan yuk, laper," ajak Arka yang menerjang bahu Lael dari belakang.
"Gak ah, mau langsung pulang aja," jawab Lael malas.
"Lah, gue udah ajak Dave sama Nevil juga."
"Yang minta lo ajak mereka siapa?"
"Yaudah, ok, gue salah." Arka mengalah. Sulit memang menghadapi Lael.
Dave dan Nevil menghampiri dari arah berlawanan dan melambaikan tangan. "Yuk, jadi?"
"Gak jadi, pak bos lagi kecapean kayaknya," sindir Arka melirik Lael di sebelahnya yang tidak peduli.
"Yah, padahal gue udah semangat mau ditraktir," lirih Nevil menyayangkan.
Arka tiba-tiba mengusulkan ide, "Gini aja, kita makan di rumah Lael."
Lael yang mendengar usul Arka langsung menoyor kepala Arka. "Ngaco. Gue perhatiin lo lama-lama mikir rumah gue kayak rumah lo sendiri ya." ketus Lael.
Arka cengar-cengir. "Ayolah, El"
"Gak."
Saat mereka semua sedang berdebat dan memohon kepada Lael agar bisa ikut dia pulang. Lael melihat sosok perempuan di depannya yang terlihat tak asing.
Setelah ia memastikan bahwa benar yang ia lihat adalah Ashera, ia meninggalkan teman-temannya dan berjalan cepat untuk menyusul karena Ashera sudah berjalan jauh di depannya menuju gerbang sekolah.
"Woy! lo mau kemana?" panggil Arka. Tetapi Lael tidak menjawab.
Ashera berpisah dengan teman-temannya dan melambaikan tangan sambil tersenyum. Lalu berjalan pergi meninggalkan sekolah.
Lael di belakangnya mencoba memanggil tetapi Ashera tidak sadar dan terus berjalan.
"Ashera! Woy!" seru Lael. Namun Ashera tidak menoleh dan terus berjalan pergi.
Kemana sih dia? Kok dipanggil-panggil gak denger juga? Gue kan mau ngomongin soal lomba. Ah, kalo gini terus kapan bisa mulai, gerutu Lael melihat Ashera menjauh.