Dokter baru saja keluar dari ruang rawat pak Roman. Setelah mengecek kondisi beliau beberapa waktu lalu. Dokter mengatakan bahwa beliau harus segera di operasi jika tidak nanti akan semakin parah.
Sekarang diruangan itu hanya ada Roman dan Tasya, Monica tadi pamit keluar sebentar untuk ke kantin rumah sakit sedangkan Adnan ada panggilan mendadak ke studio yang tidak bias diwakili atau ditunda.
Sudah 5 hari sejak kemarin Roman di rawat dan sampai sekarang beliau belum membuka matanya sama sekali. Begitu juga Tasya ia pun sudah 5 hari izin dari sekolah untuk menemani sang Ayah.
"Kapan Papa akan bangun.?" Gumam Tasya sambil menatap Roman dengan pandangan berkaca-kaca.
Tasya setia menemani sang Ayah sejak hari pertama. Ia hanya akan istrahat beberapa jam dan makan sedikit setelah itu kembali menjaga papanya.
"Apa papa denger aku? Kalau papa denger aku mau minta maaf. Tasya nggak bermaksud benci sama papa. Tasya sayang papa tapi Tasya juga benci keegoisan Papa." Ucap tasya masih menatap Ayahnya.
"Apa papa ngerasain sakit itu? Kalau ia Tasya mohon bagi sakit itu sama Tasya. Karena Tasya nggak ingin liat Papa tersiksa kayak gini."
Air mata yang sedari tadi terbendug akhirnya jatuh tepat diatas punggung tangan roman.
Ia sudah tidak bisa lagi menahannya. Sesak didadanya semakin terasa kala mengingat ekspresi Ayahnya tempo hari. Ia tidak terisak hanya menangis dalam diam.
Tidak lama kemudian Monica muncul dari balik pintu. Tasya dengan cepat menyeka air matanya dan berusaha terlihat biasa saja.
Monica meletakkan nasi bungkus yang ia bawa diatas meja dan berjalan menghampiri roman.
"Bertahan ya mas, dokter akan segera menemukan pendonor yang cocok denganmu dan kita akan sama sama lagi kaya dulu." Ucap monica dengan suara serak.
Tasya meliat sang Ibu yang mulai terisak dalam diam. Dalam hati ia sangat sedih meliat wanita yang menjadi panutan sekaligus malaikat baginya itu meneteskan air mata.
"Mama jangan nangis, Papa pasti sembuh kok. Papa itu orang yang kuat. Papa pasti bisa bertahan sampai dokter menemukan pendonornya." Tasya berucap sambil mengusap punggung sang mama.
Monica hanya mengangguk lemah masih terus memandang Roman dan mengusap tangannya yang bebas akan infus.
Tasya memejamkan matanya sambil berfikir. Setelahnya ia menghela nafas dan keluar dari ruangan ayahnya.
I'm sorry mom.
*****
Sudah 5 hari sejak kejadian di taman belakang itu Jhony belum bertemu Tasya sama sekali.
Apa mungkin karena ancaman gue itu makanya dia nggak masuk sekolah?
Tapi apa mungkin sih?
Takut? Yakali.
Jhony membatin berkali kali. Memikirkan kemungkinan kemungkinan yang membuat Tasya tidak masuk sekolah beberapa hari ini. Membuat ia semakin merasa bersalah.
"AAARRRGGGHHHHH!!!" Jhony mengacak rambutnya frustasi.
"Lu kenapa bro? Muka lu sangar mulu dari kemarin" Tanya Ari
"Nggak gue nggak kenapa napa, pusing doang banyak tugas." Alibinya.
"Ya elah santai aja kali tugas ntuh jangan terlalu di jadiin beban entar kepala lu jadi sasaran."
"Kepala?" Jhony bertanya sambil menoleh menatap sahabatnya sekaligus ketua kelasnya itu.
"Iya! lu nggak liat tuh kepala pa Ahmad licin kayak belut. Ntuh akibat banyakan mikir."
kening Jhony saling bertautan bingung dengan yang di ucapkan Ari barusan.
Ari sendiri masih menatap Jhony heran tapi lama lama ia paham dengan ekspresi sahabatnya itu.
Ia menghela napas "Susah emang yah ngomong sama orang yang otaknya cuma setengah setengah." Lanjutnya sarkastis
Ari lanjut menyeruput jus jeruknya sedangkan Jhony masih diam di tempatnya.
"Kira kira Tasya kenapa nggak masuk sekolah ya?" Entah pertanyaan itu ia ajukan pada siapa.
Ari yang mendengar itu menoleh langsung dengan satu alis terangkat.
"Kenapa?" Jhony bertanya saat menyadari tatapan Ari.
"Harusnya gue yang nanya kenapa? Nggak ada angin nggak ada badai. Tiba tiba lu nanyain Tasya."
Jhony tidak menjawab ia hanya membuang pandangannya kedepan.
"Atau jangan jangan lu sama Tasya...."
Jhony menengok dengan cepat dan menabok langsung belakang kepala Ari.
"Jangan jangan apa lu otak mesum."
"Uuccchh.. sakit kambing!" Ringis Ari memegang belakang kepalanya.
"Lagian otak lu kapan beresnya sih ar Mesum mulu heran dah gue."
"Siapa yang mesum sih.! Gue itu cuma mau bilang jangan jangan lu khawatir lagi sama tu anak."
"Alesan baet lu pantat kuda."
Ari hanya nyengir kuda mendengar umpatan kata kata dari Jhony.
"Ar ada surat nih." Ucap Kania sambil menyerahkan sepucuk surat di atas meja.
"Eh ada yayang Kania." Ari menoleh dengan senyum lebar kepada Kania.
PLAKKKKKK!!!
Dania menyusul dengan menabok belakang kepala Ari. "Lebay lu monyet!" Desisnya merasa jijik sendiri.
Kania hanya menggeleng kepala maklum dan mengambil tempat di samping Ari.
"Iri aja lu nenek sihir."
Dania berdecak sebal.
"Tasya ijin nggak enak badan itu suratnya." Kania menjelaskan isi surat itu singkat.
Jhony diam sambil menyeruput minumannya tapi diam diam matanya melirik surat yang tadi Kania taruh di meja.
"Nggak enak badan? Sejak kapan tuh anak bisa sakit gue kira dia robot nggak ada sakitnya."
"Lu tu yah bikin greget pengen nabok tau nggak." Gemas Dania pada pacar sahabatnya itu.
Ari hanya nyengir tak berdosa sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Asik cerita mereka bertiga sampai lupa dengan kepergian salah satu dari mereka. Jhony lebih memilih kembali keruangan setelah menjadi pendengar yang baik d beberapa waktu lalu.
Ada yang mengganjal perasaannya saat mendengar perbincangan mengenai Tasya di kantin tadi.
"Gadis dimasa lalu! Apakah benar dia?"
*****
Dilain tempat kabar bahagia menyelimuti keluarga Tasya. Monica sangat senang begitu mendengar bahwa ada yang suka rela mendonorkan ginjalnya untuk Roman.
"Kamu bakalan sembuh mas. Tu kan doa aku selama ini terjawab ada yang dengan baik hati mau mendonorkan ginjalnya untukmu."
Lagi lagi cairan bening itu jatuh dari kedua kelopak mata Monica. Tapi kali ini bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.
Tasya kembali dari luar dan heran melihat Ibunya manangis.
"Ma, kok mama nangis?"
"Mama nggak nangis kok sya, mama hanya bahagia papa akan segera sembuh. Ada yang berbaik hati mendonorkan ginjalnya untuk papa."
"Seriusan ma"
"Iya sayang,"
"Alhamdulillah Ya Allah. Akhirnya papa bakalan sembuh." Tasya berucap sambil menatap sang Ayah.
Senyum perlahan terbit di wajah cantik Tasya. Ia sangat bahagia mendengar kabar itu.
Adnan pun bahagia hanya saja ia tidak bisa ikut bergabung dengan keluarganya karena pekerjaan ia harus keluar daerah dulu sebentar. Tak lama hanya 5 hari.
Setelah kembali nanti ia berharap sang ayah sudah sembuh.
Dokter masuk kedalam ruangan untuk memeriksa keadaan pasien.
"Bagaimana dok? kapan operasi itu akan dilakukan?"
"Secepatnya Bu Monic karena kondisi pak Roman sudah sangat melemah. Operasi akan dilakukan 3 hari lagi jadi mohon untuk tetap berada di samping beliau."
"Pasti dok kami pasti akan tetap berada disampingnya."