Chereads / Blanc Et Noir / Chapter 26 - BEN 3.6 Cerita pagi hari

Chapter 26 - BEN 3.6 Cerita pagi hari

Tersenyum lebar bahkan saat ini Sehun hampir saja menyemburkan tawa bahagia. Melihat keberadaan Nata yang sedang tertidur di dalam pelukannya dengan posisi mulut sedikit terbuka lebar. Seakan-akan membiarkan air liurnya untuk turun dan membasahi lengan Sehun.

Sehun yang sejak semalam merasakan bahwa Nata memeluknya kencang sebab terdengar bunyi petir. Tanpa menghiraukan laki-laki itu yang hampir saja kehabisan napas. Sehun mengusap rambutnya yang sedikit basah sebab baru saja menyelesaikan shalat subuh.

Melihat jam yang terletak di atas dinding sana, menampilkan pukul lima dini hari. Sehun yang berniat melanjutkan tidurnya tepat di sisi kiri Nata. Gadis itu seakan terlarut di dalam mimpinya.

Menutup mata erat dan kembali membawa Nata masuk ke dalam rengkuhan, rasanya Sehun seperti ingin cepat-cepat menikah saja kalau begini. Seperkian detik kemudian, ia menggelengkan kepala pelan.

Mana mungkin Sehun mencetuskan ide ingin menikah dengan Nata di depan wajah Irina dan Suho. Di saat posisi masalah perihal Jaehyun sedang menimpa mereka yang entah kapan selesainya.

Merasakan tumpuan benda berat, Nata menggeliat. Sapuan hangat dari napas seseorang berada tepat dihadapan wajahnya. Nata membuka matanya perlahan-lahan, melihat siapa gerangan.

Yang ternyata itu adalah Sehun.

Gadis itu kembali memejamkan mata sebab malu. Menyembunyikan wajah tepat di bawah ketiak Sehun. "Jangan diliatin, Bang," ujar Nata.

Membuat Sehun terkekeh pelan. "Kenapa? Terserah saya dong, kan ini mata saya."

Nata menghela napas pelan. Rasanya sangat kaku saat Sehun bertutur kata dan berbicara menggunakan panggilan saya-kamu. Gadis itu berusaha menarik kepalanya dari posisi nyaman. Melihat wajah Sehun yang tampannya hampir setara dengan artis dan boyband korea.

"Aku malu! Dan juga... bisa di ganti nggak ngomongnya dengan aku-kamu?" tanya Nata dengan suara pelan. "Aku berasa lagi bimbingan sama dosen...."

Ah, benarkah apa yang dikatakan oleh Nata?

Sepertinya pembawaan Sehun selama ini terlihat kaku sehingga membuat kekasihnya melayangkan aksi protes untuk yang pertama kalinya. Melihat Sehun yang terdiam dan enggan memberikan jawaban membuat Nata menjadi tidak enak.

"Kalo udah nyaman pake saya-kamu nggak ap—"

"Aku laper."

Sehun memotong pembicaraan Nata. Membuat gadis itu merasa salah tingkah di dalam rengkuhan. Ingin berlari saja saat ini. Nata berusaha menggunakan akal sehat dan pikirannya. Tidak mungkin ia berlari di saat sedang berada dalam posisi nyaman seperti ini.

Hujan lebat yang sepertinya belum berhenti sejak semalam. Menambah kenikmatan untuk memeluk tubuh Sehun. Sekali lagi Nata beristigfar di dalam hati. Menyuruh setan yang bersemayam di dalam dirinya untuk pergi.

Sisi jalangnya ingin muncul kembali.

"Aku laper, kenapa wajah kamu yang merah?" Sekali lagi Sehun bertanya. Seperkian detik kemudian ia menganggukkan kepala pelan seolah-olah mengerti dengan wajah Nata yang merona saat ini.

"Mau sarapan apa?" Nata berusaha bertanya. Menghilangkan rasa gugup dan menyamarkan getaran suara. Tenang, ini baru awalan! Batin Nata berseru.

"Kamu...."

Kontan mata Nata membola. Jantungnya yang seperti berhenti mendadak. Kewarasan pun hampir hilang sesaat. Merasakan hawa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya, belum lagi tawa membahana dari Sehun di depannya.

"Bercanda, sayang...."

Menghela napas pelan, Nata memberikan tatapan tajam untuk Sehun. "Abang bercandanya nggak lucu tau! Aku hampir aja kena serangan jantung mendadak," seru Nata dengan suara gemetar. Badannya yang terasa lemas, apakah ini efek dari perkataan Sehun barusan?

"Sampai begitunya?" Sehun berusaha melemparkan tanya di sela-sela tawanya. "Ya udah maaf, sekarang mau makan apa?"

"Apa aja yang penting jangan janji busuk," ujar Nata sembari merenggangkang tubuhnya yang terasa pegal.

"Cinta aku mau?"

Nata menutup wajahnya cepat. Menahan seluruh buncahan perasaan yang ingin meledak saat ini juga. "Abang, please!" ujar Nata dengan suara memelas. "Jangan keju gini ah...."

"Siapa yang tawarin kamu sarapan pake keju, Nata?"

Mungkin ini sudah hukum alam. Sesempurnanya manusia pasti ada juga yang memiliki kekurangan. Contohnya, lihat saja Sehun barusan. Nata tertawa pelan sebelum menjawab. "Maksud aku jangan gombal pagi-pagi."

"Berarti siang sama malem boleh?"

"Nggak begitu juga, Abang...."

Shena berjalan dengan langkah pelan, membuka pintu kamar itu dengan pergerakan lamat sebab ia sedang membawa nampan berisi makanan. Melihat putrinya yang masih setia menangis sejak dua hari yang lalu dan melewatkan waktu makan membuat Shena merasa iba.

"Makan dulu, Nameera," titah Shena dengan suara lembut. Sedang yang disebutkan namanya hanya diam dan enggan menjawab. Nameera yang memandang Shena dengan tatapan tidak terbaca.

"Apa peduli, Ibu?" tanya Nameera.

Shena menghela napas pelan sebelum menjawab. "Kamu belum makan dari kemarin, Nak."

Nameera tersenyum, miris. Merasakan bahwa perhatian yang baru saja diberikan oleh Shena membuat Nameera merasa kesal. "Selama ini Ibu ke mana? Bahkan di saat aku terpuruk dan lagi butuh perhatian dari semua orang, kalian pergi. Selalu Nata, Nata dan Nata!"

Nameera yang terlampau kesal. Ia menangis dan menatap Shena dengan tatapan tajam. "Ibu dan semuanya selalu di sini, Nameera," jawab Shena dengan suara tenang. "Semuanya selalu ada di sisi kamu bahkan di saat kamu sedang susah sekali pun."

Nameera membuang arah pandangannya asal. Merasakan bahwa Shena masih memandanginya dengan sorot mata sendu. "Coba ibu tanya, kenapa kamu benci sekali dengan Nata?"

"Karena Nata ngambil semua hak yang seharusnya jadi milik aku, Ibu! Entah itu perhatian Ibu, kasih sayang Ayah dan Oma, bahkan limpahan cinta dari Khalif. Nata merebut semuanya itu dari aku!"

Terlampau kesal, Shena memijat kepalanya yang terasa pusing. Nameera yang masih saja mengungkit pasal hak kasih sayang dan perhatian yang lebih banyak kepada Nata. "Itu wajar, Nameera," ujar Shena. "Karena Nata pantes dapatin itu semua. Dia yang sebenernya nggak sebatang kara, Nata masih punya Oma dan Oom, Tantenya!"

"Dengan cara kalian lupain aku?" tanya Nameera.

"Asal kamu tau, Nak. Ibu, ayah bahkan oma nggak pernah sekali pun ada niatan untuk lupain kamu, Nameera. Jadi berhenti untuk bersikap seperti ini. Sekali lagi ibu tegasin, kasih sayang yang ibu dan semuanya beri ke kalian itu sama!"

Setelah mengatakan itu, Shena pergi meninggalkan Nameera sendiri. Wanita beranak satu itu yang terlampau kesal. Punya dosa apa ia sehingga bisa memiliki anak yang keras kepala seperti ini.