Chereads / FALEA WITH PERFECT FRIENDZONE / Chapter 7 - CHAPTER 6

Chapter 7 - CHAPTER 6

Pukul 12.00 waktunya para karyawan beristirahat.

Falea dan Siska sedang makan di kantin menikmati bakso. Kaffa datang dengan setelan jasnya. Tanpa minta ijin Kaffa duduk di meja mereka berdua. Wajah Siska pucat ketika harus makan satu meja dengan big boss yang sangat killer menurutnya.

"Bu, saya baksonya satu ya." Ucap Kaffa.

"Makan Pak." Ucap siska dengan senyuman terpaksanya.

"Hmmm." Kaffa hanya berdehem.

Lea hanya melirik tanpa mengeluarkan satu kata pun. Ia menyantap baksonya dengan nikmat. "Le, makan jangan cepat banget ntar tersedak kamu." Siska berseru pada Lea.

"Udah hampir selesai tau, sis." Jawab lea yang baksonya tinggal sedikit.

Siska meminta Lea untuk menunggunya, namun Lea tak mengubris sama sekali.

"Sis, Aku duluan ya."

"Le, tungguin kek. Enggak setia teman banget sih." Siska berucap sambil menarik ujung kemeja Lea.

Lea pergi begitu saja bahkan tanpa berpamit pada Kaffa, "Siska." Panggil Kaffa dingin.

"Aduh, nih orang kenapa manggil Aku." Ucap Siska dalam hati.

"Iya, pak. Kenapa." Tanya Siska pelan.

"Teman kamu udah lama kerja di sini." Tanya Kaffa dengan wajah datar. Kaffa berharap mendapat sedikit informasi tentang Lea dari siska.

"Baru setahun, Pak. Kok Pak Kaffa Tanya tentang Lea." Tanya balik Siska.

"Jangan banyak tanya, saya hanya butuh jawaban." Ketus Kaffa.

Siska menelan salivanya, ia berharap bisa melarikan diri dari boss killernya.

"Dia udah punya suami."

"Belum, pak. Tapi dia ud---" ucapan Siska terpotong.

"Ini, Pak. Baksonya." Ucap bu kantin meletakkan semangkok bakso milik kaffa.

"Pak, saya udah selesai. Boleh saya permisi." Ucap tergesa Siska lalu pergi.

Siska berlari terperajat, ia ketakutan di hadap kan pertanyaan yang mungkin tak bisa di jawabnya.

"Ya tuhan, Le. Tega banget ninggalin aku." Siska merenggut pada Lea dengan bibirnya yang memaju.

"Maaf." Hanya satu kata yang keluar dari mulut siska.

Siska kesal pada Lea, ingin sekali dia mencengkik wajah sahabatnya yang seakan tak bersalah.

Lea sedang melanjutkan pekerjaannya, dan harus mencatat agenda untuk besok. Seperti biasa tugasnya, sebelum pulang dia harus menyelesaikan agenda direkturnya untuk besok, agar tugasnya besok juga lebih ringan.

Kaffa berjalan melangkah ke arah mereka. "Ya ampun tu orang ya kayak iblis penyabut nyawa." Siska mengidik ngeri memandangnya dari kejauhan.

"Siapa." Tanya Lea heran.

"Tuh big boss." Siska mendongakan maju dagunya ke arah Kaffa berjalan.

Lea menunduk diam, hanya itu yang bisa dia lakukan. Kaffa berada tepat di depan antara meja siska dan Lea.

"Siska, tolong sampaikan pada sekretaris saya suruh dia bawakan harus saya tanda tangani." Perintah Kaffa lalu masuk keruangannya.

Tanpa siska sampaikan juga Lea pastinya bisa mendengar. Lea mengambil beberapa berkas untuk di tanda tangani Kaffa.

"Le, kamu dengarkan."

"Iya, Aku ngerti." Lea membawa pergi menuju keruangan Kaffa.

Tok..Tok..Tok..

"Masuk."

Lea berjalan masuk keruangan Kaffa dan memberikan berkas di tangannya pada Kaffa. "Ini, Pak. Berkas yang harus di tanda tangani." Lea mengeluar kata dengan lembut.

"Mau sampai kapan kamu berdiri disitu. Duduk." Ucap tegas Kaffa seakan memperintah.

Lea mendaratkan bongkongnya ke kursi empuk yang telah ada dari zaman Pak Reo.

Kaffa menanda tangani berkasnya sesekali ia melirik wajah cantik Lea. "Le, apa kamu enggak mau tau kabar aku." Lirih Kaffa.

Lea tertegun. "Enggak." Ucap singkatnya membuat Kaffa menatap tajam.

Ingin sebenarnya Lea bertanya semuanya, kemana dia. Kenapa menghilang, Mana tanggung jawabnya sebagai Ayah dari anaknya.

"Sudah berkasnya, Pak. Saya masih banyak kerjaan." Lea kembali berucap dengan nada sinis.

Kaffa memberi berkasnya, melihat kepergian Lea keluar dari ruangannya. Ia mencoba berpikir akan terus mencari cara agar Lea mau bicara dengannya.

***

Dirumah keluarga alzio, mereka semua berkumpul di ruang tengah dan yang kebetulan ada Donny yang menemani Kaffa bermain.

Lea baru saja datang dengan wajah lelah, bukan lelah pekerjaan tapi ia capek harus terus menghindari Kaffa.

"Mommy." Kaffa berlari memeluk mommynya.

"Ya ampun, sayang. Jangan lari, kan baru sembuh." Ucap Lea panik.

"Taffa udah cembuh, mommy."ujar Kaffa.

"Le, baru pulang." Sapa Donny menghampiri Lea.

"Iya, don. Tadi jalan kemana sama kaffa."

"Taman, mommy. Disana ada om ha----"

"Sore amat pulangnya, bos baru nyusahin ya." Potong Donny agar Kaffa tak celoteh banyak tentang sahabatnya.

Lea mengeryit dahinya, sikap Donny yang sungguh aneh. Lea enggan menjawab, dia bergegas membersihkan dirinya.

Donny masih bermain bersama Kaffa dan Diffa juga.

"Kaffa, sini om mau ngomong."

"Apa, om." Bocah menatap Donny gemas.

"Jangan cerita sama mommy ya tadi ketemu om handsome nanti mommy kamu enggak bolehin bawa Kaffa lagi."

"Tenapa, om. Mommy tan baik, pasti tenang."

"Iya pokoknya janji jangan ceritakan tentang om handsome, kalau Kaffa mau janji besok om ajak Kaffa beli es cream deh, mau enggak." Bujuk Donny pada Kaffa.

Kaffa seperti sedang berpikir, ia malah meletakkan jari telunjuknya ke bagian samping dahinya. "Othe." Ucap Kaffa lalu menunjukkan jempolnya tanda setuju.

"Mommy ikutan dong, seru ya ngobrolnya." Sarkas Lea yang baru saja menghampiri mereka.

Sedangkan alzio dari tadi memperhatikan kebersamaan tiga orang tersebut.

"Yo, coba kamu lihat mereka bertiga." Ucap zio pada Dio yang malah asyik dengan gamenya.

"Hmm.. terus kenapa." Jawab Dio asal.

"Aku mau Lea bahagia." Ujar zio yang kelihatan sedih.

Dio menghentikan permainan, ia mengetahui arah pembicaraan zio lagi serius.

"Kita semua mau Lea bahagia." Dio menepuk pelan bahu zio.

"Menurutmu gimana kalau kita nikahan Lea dengan Donny." Ucap serius zio.

Dio terkesiap. "Gila, Lea tu enggak cinta sama Donny. Mana bisa Lea bahagia." Sentak Dio.

Dio tak setuju, jika Donny menikahi Lea. Dio sangat mengetahui Lea tak pernah mencintai. Donny mau pun sebaliknya dengan Donny.

Sedangkan Dio tahu Donny hanya mencoba menembus kesalahan sahabatnya yang Dio tak pernah tau siapa namanya.

"Jangan pernah bertindak Salah, yo. Atau kita hanya akan membuat Lea semakin terluka." Lirih Dio pada zio.

Zio hanya ingin yang terbaik buat adiknya Lea, ia tak ingin Lea terus menderita. Tapi apa yang Dio barusan kata ada benarnya menurut zio.

Donny telah berpamitan, Hari juga sudah semakin larut bahkan Kaffa ketiduran di sofa karena lelah.

Lea mengendong Kaffa dan memindahkannya di Kamar. Lea mencium lembut kening putranya.

Lea menatap luar jendela yang telah berjatuhan air hujan, Lea meneteskan air matanya. Ia memikirkan pertemuan Kaffa dan dia.

Apa yang harus dilakukan, apa ia harus keluar dari perusahaan itu yang sudah memberinya hidup selama setahun. Jika keluar dari sana Lea mau bekerja dimana.

Tidak..Tidak..

Lea menggeleng cepat dengan airmata di pipinya. Aku harus menghadapi semua ini, menghadapi Ayah dari putraku sendiri. Entah bagaimana jadinya jika pria itu tau tentang Kaffa. Apa mungkin ia akan mengambil ya dariku, atau membiarkan ya begitu saja. Pikir Lea.

***