Hari dimana Kaffa Fale Zalfahri berulang tahun. Alzio, Della, Aldio dan Falea barencana membawa kedua bocah ini kemall.
Ini pasti kebahagiaan untuk Kaffa dan diffa. "Mommy, jadi tan ke mallnya." Tanya Kaffa yang sedang berpakaian yang di bantu oleh Lea.
"Iya, sayang jadi kok. Hari ini kan ulang tahun Kaffa. Kita makan di mall dan main ya." Seru Lea mempersiapkan kaffa. Menyisir rambut tebalnya, dan pakaiannya.
"Hole.. Kaffa boleh main di time jone ya." Kaffa begitu semangat bahkan wajahnya sumriang.
"Turun, dulu sana. Mommy mau ganti baju dulu. Pasti diffa udah nungguin Kaffa deh." Ucap Lea dengan lembut lalu mencium kening putranya.
Alzio, Aldio dan Della serta di kecil diffa telah menunggu Falea dan Kaffa. Tak lama menunggu Kaffa pun turun.
"Ayah zio, papa Dio." Kaffa berlari menghampiri kedua unclenya.
"Kaffa ganteng sekali. Kayak papa Dio kan." Puji dio dengan bangga.
Dio memang terkesan sangat menyayangi Kaffa. Dia selalu menunjukan rasa sayangnya pada Kaffa yang hanya keponakannya.
Kaffa sedari tadi Mondar mandir Tak sabar menunggu Falea turun.
"Ih.. kok mommy lama. Nanti mallnya tutup." Kaffa sangat sudah benar benar tak sabar.
Beberapa menit kemudian Lea turun dengan long dress panjang yang sedikit berbelah dibagian bawahnya.
Bahkan kedua kakaknya tercenggang melihat Lea yang sangat cantik. Lea memang cantik, tapi sangat jarang bersolek. Hanya acara tertentu saja.
Alzio merasa melihat adik kecilnya yang manja yang sedang turun. Mata alzio berkaca. Kesedihan menghantamnya mengingatkan nasib buruk terjadi pada adiknya.
Dirinya selalu merasa gagal sebagai kakak tertua. Dia lah bertanggung jawab atas semua yang terjadi.
"Mommy cantik sekali." Kalimat itu yang terucap pada bocah umur tiga tahun ini
"Anak mommy aja ganteng. Masa mommynya jelek." Ucap Lea berjongkok agar secacar tinggi dengan putra semata wayangnya.
Lea menggeleng seraya senyum mengitari bibirnya. Tingkah anaknya membuat Lea bahagia.
Walaupun tidak ada sosok ayah di sampingnya tapi Kaffa mendapatkan kasih sayang seorang Ayah dari Alzio Dan Aldio.
"Kalau begitu Ayo berangkat." Seru Lea.
Mereka semua berangkat bersama pergi ke sebuah mall. Walau pun menjadi seorang yang terhormat. Tidak membuat zio dan Dio sombong.
Empat puluh lima mereka sampai sebuah mall besar di Jakarta. Kedua bocah ini sudah paling depan berlari memasuki area mall tersebut. Disusuli oleh mereka semua.
"Kaffa, diffa jangan lari. Nanti kalian berdua capek." Della berucap dengan suara lembutnya.
Kedua bocah itu tak bergeming sama sekali. Kaffa dan diffa tatap saja berlari yang di susul oleh Della.
Mereka berencana bermain dahulu setelah itu mencari mengisi perut mencari makanan.
"Kaffa, mau main apa Sayang." Lea berucap lembut seraya menggendong bocah menggemaskan itu.
"Taffa mau main temuanya, mommy." Celoteh Kaffa merentangkan tangannya.
"Diffa uga mau main temuanya." Diffa juga berikut celoteh gemas.
Alzio dan aldio terkekeh geli. Kedua bocah yang telah menyejuk rumah mereka, selalu bisa membuat semuanya tertawa riang.
"Mommy, ayo itutan main." Kaffa menarik tangan Lea sambil berlari.
Mereka semua menemani diffa dan kaffa. Kaffa dan diffa sangat puas bermain hingga terjengah napas mereka.
Ketika melihat kedua bocah lucu lelah mereka memutuskan mengisi perut mereka lapar.
"Pasti pada laparkan." Aldio bersuara dengan senyumannya.
"Matan.. Ayo matan." Bocah bocah mulai berteriak antunsias.
Diffa dan kaffa sangat berantunsias. Walau pun sangat lelah membuat kedua anak berumur tiga tahun itu malah bermain pentak umpet.
"Diffa, taga ya. Taffa umpet." Kaffa berlari bersembunyi hingga menabrak seseorang.
Semua tersadar kehilang jejak bocah itu. "Kaffa.." teriak Lea khawatir mencari putranya.
Mata Lea terus mencari hingga matanya melihat bocah kesayangannya.
Deg.
Lea melihat putranya sedang mengobrol serius dengan seorang pria tampan dan gagah.
Walau pun belum melihat wajahnya, lea mengenali sosok itu dari belakang.
"Kaffa." Lirih Lea, wajahnya terlihat murung.
Lea menarik napasnya lalu mengeluarkannya perlahan. Lea tak percaya setelah empat tahun menghilang, dia dapat melihat jelas sosok itu di matanya.
Della sudah menghampiri Kaffa membuat Lea merasa lega. Ada rasa tersedak di hati Lea.
Kehampaan di hatinya selama ini, semakin merusuk pilu menahannya. "Dimana pria itu selama ini. Kenapa menghilang di saat aku butuh pertanggung jawabnya. Apa gunanya sekarang dia kembali. Aku sudah menahan sakit empat tahun." Falea meneriaki batinnya.
Dari kejauhan lea menatap Kaffa penuh kerinduan namun ia tak ingin membuka luka apalagi kehadiran putranya di antara mereka.
Rindu
Hanya kata itu yang terukir di hati namun tak bisa di tuangkan. Lea di hancur kenangan bersama Kaffa di masalalu, friendzone yang selalu menghabiskan waktu di masalalu.
"Le, kenapa kamu?!?" Dio datang mengejutkan Lea. Dengan tergesa Lea menghapus air matanya.
"Kak, Dio sejak kapan disini. Kaget aja." Ujar Lea.
"Tu Kaffa datang sama Della." Dio kembali bersuara.
"Mommy." Teriak Kaffa berlari kepelukan Lea.
"Kok mainnya jauh, sayang." Suara lea parau menggendong putranya.
"Tadi ada uncle handsome dan baik hati, mom." Kaffa bercerita tentang Kaffa pada Lea.
"Oh ya. Pasti omnya senang dibilang handsome sama Kaffa." Lea berusaha tetap tenang.
"Dia daddy kamu sayang. Yang telah menaburkan benih di Rahim mommy. Yang mendatangkan Kaffa junior ke dunia ini." Batin Lea merasakan sakit.
Pikiran Lea melayang ke sosok Kaffa daddy dari anaknya. Wajah Kaffa sangat mirip bahkan jika bersamaan keduanya pasti sudah di pastikan mereka mengira mereka ayah dan anak.
Tidak..Tidak..Tidak
Falea menggeleng cepat. Jangan sampai mereka bertemu lagi, mereka akan sadar kemiripan wajah keduanya.
Hanya bibir Kaffa yang menyerupai Lea, semua bagian di kuasai daddynya.
Kini mereka semua sudah duduk rapih di meja sebuah restoran menyantap makanan.
"Le, kamu kenapa. Dari tadi aku lihat kamu ngelamun terus." Sungut alzio.
Lea menggeleng. " Enggak kak---"
"Le, makanan kamu juga enggak kamu sentuh." Della memotong ucapan lea.
Lea tak mau bergeming apapun. Perasaan masih tak karuan. Ingatan hanya Kaffa.
"Makan kamu,le. Sekarang." Perintah alzio Tak mau di bantah.
Lea memakan pesanannya yang sudah hampir dingin. Ia tak bernafsu memakannya. Hanya sebatas menghargai alzio dan tak mau mengecewakan kakaknya lagi.
Kaffa dan diffa sudah tertidur di gendongan alzio dan aldio. Kedua bocah benar kelelahan.
"Kak, biar aku aja yang gendong Kaffa." Lea mengambil alih Kaffa kepelukannya.
Wajah teduh Kaffa akan melintas bayangan pria yang cintainya. Lea memperat pelukan dengan putranya Kaffa. Lea selalu memastikan kebahagiaan kaffa.
Digemerlap malamnya kota Jakarta. Teramai lalu lintas berlalang meramaikan Kota ini. Banyak motor dan mobil lewat.
Lea tersandar di dalam mobil perjalanan pulang. "Le, kalau capek tidur aja." Aldio berkata sambil kedua tangannya menyentir setang bulat.
"Iya, kak makasih." Balas falea.