Angin menggerakkan dedaunan hingga bergoyang, gelapnya malam tanpa bintang tiba tiba terang seperti fajar dengan durasi cukup singkat. Seluruh kehidupan mencari tahu asal dari cahaya itu, mata mereka berkilat memuja. Tubuh mereka bergerak dengan ketamakan akan keabadian dan kekuatan, namun tetap tak berhasil menyentuh sumber cahaya hingga cahaya itu meredup menyisakan sinar yang beradu samar di dasar telaga.
Suara langkah kaki menginjak dedaunan kering terdengar samar disertai suara binatang malam yang menjerit menahan kekuatan besar yang dilimpahkan pada kawasan mereka.
"Kelak, akan ada tujuh tubuh manusia yang berhasil mengambil kristalku. Dan hanya mereka yang bisa melepaskannya dari telaga ini, tidak ada siapapun selain mereka. "
Ucapan sang pemilik kristal tersebut terginang seperti petir di malam hari yang gelap. Bahkan saat sang pelaku penebar kristal itu sudah meninggalkan tempat.
Seorang pria berjubah hitam menunduk di hadapan singgasana sang Raja mereka, pemimpin tertinggi Chrome adolf. Kerajaan sihir terbesar yang pernah ada, dan kerajaan yang berada di barisan depan pengincar kekuatan kristal yang tertanam di dalam dasar telaga itu.
"Di mana kristal itu, Jhane?" Tanyanya dengan nada yang menusuk.
"Maaf, Yang mulia. Kaisar Aferesis telah mengubur tujuh kristal itu pada sebuah telaga, dan ia bersumpah hanya ada tujuh manusia yang bisa mengambilnya." Ucap Jhane sambil menunduk.
Raja Forgio berdiri dengan marah, ia sampai memukulkan tangannya sendiri pada batasan singgasananya yang terbuat dari batu granit hitam.
"BEDEBAH! Aku tak percaya itu semua, kekuatan kaisar bodoh itu telah mengkristal. Bagaimana ia bisa melakukan itu?"
Jhane menunduk takut, "Putranya yang setengah malaikat itu memiliki kekuatan yang amat besar, Yang mulia. Kaisar Aferesis mengandalkan itu."
"Zein, putra mahkota yang terkutuk itu masih hidup? Baiklah, akan ku buktikan bahwa kutukan ku nyata." Lirih Sang Raja dengan nada yang terdengar meremehkan.
"Pangeran itu hanya bisa dibunuh jika ia menikah dan dicintai oleh manusia, Tuanku."
"Aku mengingatnya, dan aku akan bersenang untuk menggariskan takdirnya."
"Baik, Yang mulia."
Raja Forgio menghela nafas, "Cepat cari tahu, siapa saja pemilik kristal itu. Pergi ke dunia manusia bersama putraku Max, dan bawa mereka ke telaga itu bagaimanapun caranya."
Raja Forgio mengangkat tangannya dan melihat asap hitam yang menyala pekat di tangannya.
"Setelah kristal itu ku dapatkan, Kaisar bodoh dan putranya itu yang akan aku lenyapkan dengan tanganku sendiri."
***
Suasana kerajaan Zara sangat sunyi, sang Kaisar sedang bersedih karena sang istri yang meregang nyawa ditangan kerajaan tamak Chrome Adolf.
Waktu terus bergulir tanpa meninggalkan kenangan yang berarti, suara pintu besar terbuka. Menampilkan sang panglima tertinggi beserta adiknya memasuki ruang inti kerajaan.
"Di mana Zein?" Tanya Kaisar.
"Pangeran sedang menyiapkan diri untuk berlatih dengan para guardian, Yang Mulia." Balas Then, panglima tertinggi kerajaan itu.
"Bagus, aku ada tugas baru untukmu."
"Apa itu, Yang mulia."
"Sebentar lagi, tujuh manusia pilihan akan datang padaku untuk mengambil tujuh kristal Zara." Ucap Kaisar membuat mereka mengerutkan alis.
"Manusia?"
"Ya, aku harap kalian melayani mereka dengan baik. Karena mereka yang akan menjadi tameng terakhir, serta kehancuran kerajaan ini jika jatuh pada yang salah." Jelas Kaisar membuat mereka merinding.
"Baik, Yang mulia."
***
Kristal Zara bersinar di tengah kegelapan dasar telaga, warna tujuh kristal itu berbeda dan jika dimiliki oleh seseorang yang tak tepat bisa mengakibatkan kekacauan yang luar biasa. Tak ayal, tujuh benda itu diincar oleh seluruh pendekar dan raja raja dari kalangan bangsawan dan rakyat biasa. Namun sampai sekarang belum ada yang berhasil menyelam dan mengambil tujuh benda tersebut.
Tujuh kristal itu tersebar di sepanjang telaga, dengan cahayanya yang membentuk seperti tameng untuk mereka sendiri. Jika telaga itu merasakan ketamakan dan niat jahat seseorang, maka ia akan mengeluarkan sinarnya dan menolak mereka untuk mendekati telaga tersebut.
Tujuh manusia pilihan itu akan hadir, menjadi pemilik dan penguasa kekuatan terbesar di dimensi itu. Sang Telaga telah menunggu mereka datang dan menjadi penentu cerita yang penuh dendam.
Ranting pohon yang kering berbunyi memilukan seperti gertakan tulang yang bergeser. Daun berguguran karena angin yang bertiup kencang disertai suara binatang malam yang seakan menanti hari itu tiba, hari di mana mereka menyerahkan kekuatan tersebut dengan hormat.
Datanglah, kami menunggunya.