Chereads / Bukan Istri Tapi Estri / Chapter 47 - #047: Sok Kuat

Chapter 47 - #047: Sok Kuat

Pukul tujuh malam.

Endra sedang mengetuk pintu kamar Sarah sembari memanggil-manggil nama perempuan itu untuk menyuruhnya keluar makan malam. Endra baru saja selesai menyiapkan makan malamnya dan tinggal memberitahu Sarah agar bergegas makan. Tapi bukannya membuka pintu atau menjawab panggilan Endra, justru yang Endra dapat adalah getaran ponsel, menandakan ada yang mengiriminya pesan.

Rupanya pesan itu dari Sarah. 'Gue belum laper, nggak usah ketok-ketok lagi. Berisik!' tulisnya.

Endra tersenyum. Endra sampai membayangkan bagaimana nada suara Sarah saat sedang mengetik pesan ini.

"Tapi ini udah jam tujuh malem, kalau kamu makan semakin malem malah nggak baik buat kesehatan lho," balas Endra yang lebih memilih untuk langsung menjawabnya dengan suara yang sengaja dikeraskannya dari balik pintu kamar Sarah ini.

Balasan dari Sarah rupanya masuk lagi. 'Bodo amat! Sono pergi!'

"Aku anterin makanannya ke kamar kamu aja gimana?" tawar Endra akhirnya.

'Nggak usah! Gue bisa ngambil sendiri! Sono lo pergi aja!'

"Jangan-jangan kamu masih ngambek ya?"

'Ngapain juga ngambek sama lo. Nggak penting!'

"Ya udah kalau gitu, coba buka pintunya dulu dong, ada yang mau aku omongin nih."

'Dih, males banget. Udah sih pergi sono, ngapain juga lo jadi ngatur-ngatur kapan gue makan!'

Endra membuang napas panjang menyadari usahanya ini akan sia-sia. Sebenarnya ... ada hal lain yang terus saja mengganggunya sampai Endra harus memaksa Sarah keluar untuk makan seperti ini.

Endra ingin membicarakan sesuatu dengan Sarah. Tapi ... sepertinya Sarah tidak akan mau membukakan pintu. Apa mungkin ... Endra harus membicarakannya seperti ini saja. "Kamu ... nggak akan mimpi buruk lagi kan?" tanya Endra akhirnya.

Sejujurnya, Endra masih tidak bisa tenang dengan mimpi buruk yang Sarah alami. Dia takut kalau Sarah akan mengalami mimpi buruk yang sama malam ini. Jadi, Endra ingin memastikannya kalau Sarah memang sudah baik-baik saja.

Tidak ada jawaban. Endra melihat ponselnya. Tapi tidak ada balasan apapun.

"Sarah?" Akhirnya Endra berusaha kembali memanggil perempuan itu dari luar pintu.

Ddddrrrrtttt. Ponsel Endra bergetar lagi, ada satu pesan masuk.

'Mimpi kayak gitu nggak ngaruh buat gue, jadi nggak usah banyak ngomong lagi. Cepet lo pergi sekarang juga! Gue udah muak denger omongan lo!'

"Kamu nggak tau gimana parahnya kondisi kamu pas ngalamin mimpi buruk itu kan. Jelas aja itu ngaruh buat kamu. Aku sendiri yang ngelihat sampai nggak tega gitu, apalagi kamu yang mengalaminya."

'Berisik lo! Gue udah biasa ngalamin itu jadi nggak usah lebay!'

Endra membeku. Berusaha mencerna setiap kata yang tertulis di dalam pesan balasan Sarah. Apa maksud Sarah ini, dia ... udah biasa?

"Kamu ... udah biasa ngalamin itu?" Endra tak bisa mempercayai pesan dari Sarah dan ingin memastikannya lagi.

Tapi yang Endra dapatkan hanyalah senyap. Endra tidak mendengar getaran ponselnya lagi. Balasan dari Sarah sudah tidak didapatkannya lagi.

"Sarah tolong buka pintunya, kita harus bicara!" Endra mencoba menggedor-gedor pintu kamar Sarah dengan perasaan gelisah. Bagaimana mungkin? Jadi selama ini Sarah selalu mengalami mimpi-mimpi itu? Atau jangan-jangan ... itu sudah terjadi sejak Sarah kecil?

Astaga, sudah berapa lama itu berlangsung kalau dugaannya itu memang benar. Berarti selama ini ... Sarah selalu menderita?

"Oke, kalau kamu maksa, aku punya kunci cadangan kamar kamu. Aku ambil dulu buat maksa kamu keluar." Endra benar-benar tidak bisa menahan diri lagi.

Endra sudah berbalik dari pintu kamar Sarah dan berjalan menuju kamarnya. Tapi rupanya saat Endra baru meninggalkan kamar Sarah sekian langkah, Sarah sudah lebih dulu membuka pintu.

"LO APA-APAAN SIH!" bentak Sarah kesal. Dia benar-benar tidak bisa menahan dirinya saat mengetahui Endra akan memaksa masuk kamarnya seperti itu.

Endra akhirnya kembali menghampiri kamar Sarah. "Apa kamu tau gimana keadaan kamu saat kamu mimpi buruk seperti itu, hah?" tanya Endra dengan tatapan serius. Wajah yang Endra tunjukan sekarang benar-benar berbeda.

"Nggak penting juga. Dan gue nggak peduli!" Sarah tetap mengelak.

Endra menggelengkan kepalanya tak percaya, "Berarti bener, selama ini kamu emang selalu mimpi buruk?"

"Udah sih nggak usah--"

"Sarah!" potong Endra cepat. Tatapan mata Endra benar-benar serius. "Aku tau kamu cuma berusaha melarikan diri. Karena kamu nggak bisa melawannya, jadi kamu memaksanya untuk membiasakan itu. Tapi ... apa kamu merasa kalau cuma kamu satu-satunya orang yang kuat di dunia ini?"

Endra memegang bahu Sarah dengan masih mendaratkan tatapan yang serius. "Kalau kamu merasa beban di pundak kamu sudah cukup memberatkanmu, kenapa kamu nggak coba membagikannya padaku. Tolong, jangan anggap semua orang selemah itu. Kamu bisa mengandalkanku, mengandalkan kami semua yang sayang sama kamu. Jadi kamu nggak perlu memikul penderitaan itu sendirian. Terlebih aku suami kamu, Sarah. Aku cinta sama kamu. Aku nggak mau lihat orang yang aku cintai menderita seperti itu lagi."

Sarah membeku. Baru kali ini ada orang yang mengatakan hal seperti ini pada dirinya. Dan entah kenapa, hatinya benar-benar terasa hangat.

Sarah masih terhanyut oleh kata-kata yang baru saja Endra ucapkan saat tangannya tiba-tiba digandeng menjauhi kamarnya. Anehnya, Sarah justru membiarkan Endra menggandengnya seperti itu. Tidak menolak ataupun melawan seperti yang biasa dia lakukan.

Rupanya Endra membawa Sarah menuju ke dapur, di mana sudah tersedia aneka makanan yang tersaji di atas meja makan.

Endra menyediakan kursi untuk Sarah dan meminta Sarah duduk di kursi itu, sementara Endra juga duduk di seberang meja sana. Berhadap-hadapan. Tidak ada kata apapun yang terucap dari mulut Endra. Sementara Sarah juga ikut membisu. Dia hanya membiarkan Endra menyiapkan makanan untuknya.

"Makanlah," pinta Endra saat sudah berhasil mengambil nasi beserta lauknya untuk Sarah. "Kita akan makan bersama-sama," lanjutnya kemudian setelah makanan untuknya juga telah siap.

Sarah akhirnya membuka suara mendengar ucapan Endra barusan. "Kenapa lo--"

"Mau protes karena kita makan bersama-sama?" Endra sudah lebih dulu memotong perkataan Sarah. "Kayaknya aku nggak bisa berlama-lama ngebiarin kamu bersikap kayak gitu deh. Karena nyatanya itu bikin kamu jadi pinter banget buat berlagak sok kuat." Endra menatap Sarah lurus-lurus. Yang tentu saja membuat Sarah langsung tidak bisa berkata-kata. Ucapan Endra itu telak sekali menyindirnya.

Endra membuang napas pelan melihat Sarah tidak berusaha membalas perkataannya. "Mulai malem ini dan seterusnya, aku juga bakal tidur di kamar kamu," kata Endra ringan sembari mulai menyuapkan makanan ke mulutnya.

Sarah yang mendengar itu langsung melotot marah. "Maksud lo apaan sih, hah!"

Endra balas menatap Sarah namun dengan tatapan yang meneduhkan. Yang langsung membuat Sarah jadi segera mengalihkan pandangan. "Aku nggak ada maksud apa-apa kok. Itu karna kamu bilang kamu udah biasa ngalamin mimpi buruk kayak kemarin, jadi aku nggak bakal ngebiarin kamu menderita kayak gitu lagi."