Sungguh pertemuan tak terduga, kejutan yang menjadi awal pertemuan dan bukti dari sebuah keberadaan.
Pagi hari.
Saat bangun Aku sempat berjalan keluar Villa untuk sekedar menghirup udara segar dan berkeliling, tapi malah melihat sebuah taman yang tidak jauh dari Villa. Akhirnya sore hari seusai membereskan pakaian dan barang bawaan Aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke taman itu.
Selesai mandi ku kenakan celana hitam panjang dan switer kuning matahari terbit. Handset ditelingaku dan sepatu kets senada dengan warna switer yang kupakai.
Sambil berjalan santai Aku bersenandung sambil memperhatikan keadaan dan pemandangan sekeliling.
~Sepi sekali, kenapa tak ada seorang pun disini? Bukankah seharusnya tempat ini ramai, setidaknya beberapa orang yang bersantai untuk menikmati sore hari?~
Ini tempat yg cukup luas, aku sudah berjalan cukup jauh tapi masih saja berada dalam kawasan taman.
"Uwahh... ."
Aku berhenti dan melepaskan handset dari telinga ku, terpukau dengan tempat yang sangat damai dan sejuk terpampang didepan mataku. Pohon-pohon besar yang rindang dan bunga warna-warni yang terlihat liar tapi tetap indah tersusun rapi.
~Tempat apa ini? Kenapa indah sekali dan sepertinya tidak pernah tersentuh keberadaan manusia? Ini masih ditaman yang sama bukan?~
Masih dalam keterpukauan, tiba-tiba Aku tersadar dengan suara rintihan yang pasti berasal dari seseorang yang sangat kesakitan. Ku cari dimana sumber suara itu berada, dan Aku melihat seorang pria dengan jubah hitam melekat ditubuhnya dari balik pohon-pohon besar yang menjadi jarak antara Aku dan si Dia. Dia tergeletak di tanah dan terlihat sangat lemah.
Rasa takut yang mengatasnamakan pertahanan diri melarang ku mendekatinya tapi rasa penasaran dan kemanusiaanku sepertinya memberontak untuk menolongnya.
"Ouhhh, apa yang harus ku lakukan. Bagaimana jika dia adalah bandit yang berpura-pura lemah untuk menarik perhatian mangsanya. Ahh, haruskah aku menolongnya."
Aku masih diam bersembunyi dari balik pepohonan dengan beberapa kebimbangan, sampai akhirnya ku putuskan...
"Huffff, baiklah!"
Aku melangkah mendekatinya, ku perhatikan wajahnya, sangat sempurna untuk seorang pria, hidung bangir, bulu mata indah, bibir seksi yang menggoda, sungguh tampan mempesona walau tampak pucat tanpa rona merah di kulitnya.
"Tu tu... Tuan... ."
Dia tak menjawab.
"Tuan? Bangunlah tuan."
Aku mencoba menyadarkannya, tapi dia tetap memejamkan mata dan hanya terus mengerang tersiksa.
"Tuan, bangunlah tuan, apa yang terjadi dengan mu tuan? Bagian mana yang terasa sakit? Bicaralah tuan... , Aku tak akan mengerti jika Kau hanya diam."
Tak ada respon, aku sangat khawatir tapi tak tau apa yang harus ku lakukan. Tidak ada orng lain selain kami dan dia tidak mau bicara.
~Ohh astaga apa yang harus ku lakukan Tuhan?
Entah apa yang dialaminya. Tak ada darah, tidak ada luka dan memar tapi dia terlihat sangat tersiksa.~
"Argh... , Apa yang harus ku lakukan. Ayolah tuan, bicaralah... ."
Tiba-tiba matanya terbuka dan tangannya langsung mencengkeram lenganku.
"Akhh... . Ohh ayolah tuan, Aku hanya mencoba membantumu!"
Aku tersentak, ada sedikit ketakutan ketika mata kami saling bertemu, matanya merah mengerikan seperti orang kesetanan, cengkeramannya semakin kuat, dan itu sakit.
"Ouhhh... . Ayolah tuan, kumohon lepaskan aku, ini sakit."
Pintaku memohon padanya, tapi tetap diam dan hanya menatapku penuh tekanan, seperti singa yang siap menerkam mangsanya.~Itu menakutkan, oke!~
Sekian detik mata kami saling beradu tatap dalam kebisuan sampai dia menjatuhkanku dan menindih tubuhku.
"Akhh... , tidak! Tidak! Apa yang kau lakukan? Lepaskan!"
Aku memberontak tapi dia malah menahan kedua tanganku, dia mendekatkan wajahnya sampai diantara leher dan pundak ku, hembus nafasnya terasa menyentuh kulitku dan tanpa aba-aba dia menggigit leherku.
_Ouhhh... , itu taring?_
"Akhh... . Dasar brengsek! Psikopat! Lepaskan aku tuan... , ku mohon... , lepaskan aku... ."
Aku terus memberontak dan berteriak, tapi itu tidak menghentikannya. Leherku mulai terasa perih dan dia terus menghisap darahku dari bekas gigitannya. Tubuhku terasa semakin lemas dan tak berdaya, tidak ada lagi tenaga untuk menolak perlakuannya.
Sampai akhirnya aku merasa benar-benar lemas dan selanjutnya pasti tak sadarkan diri. Pada saat itu juga dia berhenti menghisap darahku dan samar-samar aku masih bisa mendengar yang dia katakan.
"Terimakasih. Aku berjanji akan membalasmu, nona... ."